Suara Warga

Demokrasi Rakyat atau Demokrasi Wakil Rakyat

Artikel terkait : Demokrasi Rakyat atau Demokrasi Wakil Rakyat

Sudah beberapa hari ini penulis dijejali dengan berita-berita RUU Pilkada Tidak Langsung, banyak pro dan kontra yang terjadi, para koalisi yang baru saja terbentuk telah menunjukan taringnya. Para wakil rakyat yang terbagi dalam 2 kubu telah mulai bermanuver untuk menunjukan bahwasanya kemenangan tidak hanya saat pemilihan Presiden dan wakil Presiden tetapi kemenangan juga bisa terjadi pada saat penyusunan dan penetapan rancangan dan menjadi undang-undang.

Setelah UU MD3 di tetapkan kini saat nya menetapkan UU PILKADA yang di dalam nya secara subtantif Para Kepala daerah dipilih oleh wakil anggota DPRD, diibaratkan hari ini dengan jargon suara rakyat adalah suara wakil rakyat.

Jika kita menilik apa itu demokrasi maka kita akan menemukan bahwa demokrasi itu adalah sebuah sistem yang berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, semua warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang dapat merubah kehidupan mereka.

Suara keterwakilan rakyat tidak selalu singkron dengan suara rakyat seluruh nya, apa yang dikehendaki oleh rakyat kadang kalanya tidak dikehendaki oleh rakyat itu sendiri.

Indonesia adalah negara yang beranjak dari demokrasi keterwakilan dengan wakil-wakil rakyat yang terpilih mewakili suara-suara rakyat, tapi ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan oleh seluruh masyarakat pada umumnya, yaitu menyusun anggaran, melakukan pengawasan, dan membuat undang-undang serta menetapkannya.

akan tetapi rakyat punya hak untuk memilih pemimpin yang akan memimpin mereka, karena wakil rakyat bukan pimpinan rakyat, dan tidak serta merta wakil rakyat mengatakan bahwa meraka adalah pimpinan dari rakyat-rakyat yang mereka wakili.

Sudah saat nya rakyat memilih pemimpin yang mereka inginkan serta ajarakan masyarakat kita ini dengan arti demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pro Kontra Pilkada Langsung

Ada beberapa argumen yang mendukung dan tidak mendukung Pilkada langsung, 1). Penghematan Anggaran, 2). meminimalisir konflik yang terjadi, dan 3). menekan angka korupsi para pemimpin daerah.

1) dalam argumen penghematan anggaran seharus nya tidak mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi negara kita salah satunya adalah kedaulatan rakyat dan Pemilihan yang bebas jujur dan adil, setiap anggaran-anggaran yang telah disusun dan ditetapkan bermuara pada tujuan untuk kesejahteraan rakyat, dan jika para pemimipin daerah-daerah dipilih oleh rakyat bukannya suatu pemborosan karena anggaran itu untuk rakyat itu sendiri, jika kita ingin melakukan penghematan alangkah elok nya jika kita membatasi atau menghilangkan penggunaan anggaran yang tidak berguna seperti subsidi yang tidak sesuai sasarannya dan pemborosan-pemborosan yang dilakukan oleh para pejabat-pejabat negara, penghematan itu tidak hanya berasal dari satu titik saja akan tetapi juga bisa berasal dari titik-titik yang lainnya.

2). menimbulkan konflik, setiap pemilihan pasti akan menimbulkan konflik baik itu secara vertikal maupun horizontal karena setiap pertarungan pasti akan mendapatkan pemenang dan si kalah, yang kalah pasti akan tidak menerima kekalahan nya serta mencari-cari kesalahan si pemenang, bahkan akan cenderung terjadi provokasi-provokasi yang menimbulkan konflik yang lebih besar. untuk meminimalisir konflik yang terjadi bukan dengan meniadakan pilkada langsung tetapi dengan membuat sistem yang lebih tegas dalam menindak para provokasi-provokasi yang akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Bangsa Indonesia harus diajarkan bagaimana menjadi pribadi yang besar hati dan mau menerima kekalahan.

3). Menekan angka korupsi, korupsi telah terjadi dalam segala lini tidak hanya para pemimpin daerah saja yang tersangkut oleh masalah korupsi bahkan para mentri di kabinet presiden pun tersangkut masalah korupsi, korupsi terjadi karena adanya hasrat untuk memiliki kekayaan yang berlebih, dengan sistem yang telah terlaksana seharusnya kita mengapresiasi kinerja KPK yang telah menjadi momok untuk para koruptor, serta lebih meningkatkan pengawasan para wakil rakyat di daerah tentang potensi-potensi korupsi yang terjadi di daerah mereka.

Dinasti Partai

Dinasti kini tidak hanya untuk keluarga saja akan tetapi juga terjadi dalam partai-partai yang memiliki suara mayoritas di parlemen baik itu tingkat pusat maupun tingkat daerah, dengan adanya pilkada tidak langsung maka akan menimbulkan dinasti partai dengan pembagiaan kekuasaan pada setiap partai-partai koalisi, dan ini akan menjadi siklus 5 tahunan dan terus akan terjadi. kita tidak perlu susah-susah melakukan survei siapa calon kepala daerah yang akan memenangkan pemilihan kepala daerah karena kita pasti sudah tahu jika calon kepala daerah yang didukung partai mayoritas yang akan memenangkan pemilihan kepala daerah tersebut.

Dinasti partai ini lebih komunal kolegial dengan kekuasan yang tidak terbatas dan memiliki kekuatan besar. tidak ada yang bisa menghentikan kekuatan dinasti partai, selama partai itu memiliki suara keterwakilan lebih banyak maka partai tersebut yang akan berkuasa.

Penulis meyakini bahwa pemilihan secara demokratis itu adalah pemilihan yang melibatkan para rakyat dan bukan wakil rakyat. UUD 45 pasal 18 ayat (4).




Sumber : http://ift.tt/WW9Tks

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz