BAGIAN PEMDES SINJAI : ANDI YUSRAN MADOLANGENG “MENEROBOS KRISIS TRANSISI UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN PENJABARAN VISI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI”
Sungguhpun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah ditetapkan, namun untuk efektifitas penjabaran pelaksanaannya, masih harus menunggu peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan daerah yang kini semua sudah dalam proses, sehingga yang paling urgen saat ini adalah persiapan dan kesiapan pemerintah dan masyarakat desa untuk menjalankan amanat UU ini yang tidak hanya disertai dengan beberapa tantangan tetapi juga sarat dengan berbagai peluang yang memungkinkan setiap desa untuk segera memacu diri melaksanakan pembangunan berdasarkan kebutuhannya.
Memang bukan hal yang mudah untuk melaksanakan UU ini pada kondisi kekinian pemerintahan desa yang sekian lama cenderung tergantung pada kebijakan pemerintah yang ada di atasnya, yang antara lain menjadi salah satu penyebab pemerintah desa selama ini hanya menjadi obyek penerima dan penikmat kebijakan, tidak sebagai subyek yang menjadi perencana dan pelaksana pembangunan seperti yang menjadi kehendak UU ini yang secara substansial telah mereformasi sistem dan mekanisme tata kelola pemerintahan desa.
Dalam fase transisi UU ini, hampir dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang memunculkan berbagai krisis dalam tata kelola pemerintahan desa yang harus segera dibenahi dan dipersiapkan sesuai dengan roh dan jiwa serta filosofi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang telah memberi kewenangan politik yang teramat luas dalam perencanaan, penganggaran pembangunan, dan redistribusi sumber daya.
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala Bagian Pemerintahan Desa pada Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Sinjai, Andi Yusran Maddolangeng, telah melakukan sprint untuk segera memfasilitasi pemerintah dan masyarakat desa dalam upaya memenuhi kebutuhan UU yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pemerintahan desa.
Alumnus STPDN ini menuturkan, bahwa pasca kelahiran UU tentang desa, pemerintah kabupaten berkewajiban untuk segera memfasilitasi ketertiban dan kelancaran pelaksanaan UU itu sebagai landasan yuridis formal penyelenggaraan pemerintahan desa dengan mempersiapkan berbagai regulasi kebijakan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya, secara beriringan dengan penataan kelembagaan serta penyiapan sumber daya aparat pengelolanya.
Bagi Pemerintah Kabupaten Sinjai yang kini dinakhodai Bupati H. Sabirin Yahya dan Wakil Bupati, H. Andi Fajar Yanwar, amanat UU desa itu sangat relevan dengan visi Pemerintah Daerah yang hendak mewujudkan Sinjai Bersatu yang sejahtera, unggul dalam kualitas hidup, terdepan dalam pelayanan publik, sehingga bagi Yusran, merasa telah mendapat bekal awal untuk segera memulai menerobos krisis kebutuhan UU yang ada dengan berorientasi pada visi tersebut, artinya dengan meng-upgrade saja visi Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai kedalam tata kelola pemerintahan desa, maka pada hakekatnya kita telah mengupdate penyelenggaraahan pemerintahan desa sesuai nafas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang juga mengarah kepada upaya untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat desa, serta unggul dalam kualitas hidup dan terdepan dalam pelayanan publik, betapa tidak, dengan UU ini, setiap desa nantinya akan mendapatkan kucuran dana milyaran rupiah pertahun yang bersumber dari APBN dan APBD serta bagi hasil pajak, adanya penghasilan tetap kepala desa, meningkatnya kewenangan kepala desa melalui pembagian kewenangan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta bertambahnya masa jabatan dan periode kepala desa dan BPD dari 5 tahun untuk dua periode menjadi 6 tahun untuk tiga periode, disamping penguatan fungsi Badan Permusyawaratan Kepala Desa (BPD).
Dengan memperhatikan arah dan kebijakan yang menjadi keisitimewaan UU desa tersebut, maka sesungguhnya visi kekinian Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai, secara implisit telah mengaregasi perkembangan substansial yang diharapkan dan diamanatkan oleh UU itu sendiri. Persoalannya sekarang dibutuhkan langkah taktis dari segenap elemen terkait untuk segera memfasilitasi penerapan UU dimaksud secara paralel dengan visi pemerintah daerah dalam tata kelola pemerintahan desa.
Karena itu, bagi mantan Lurah Biringere ini, sambil menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan dari UU dimaksud untuk kemudian dipedomani dalam menyusun regulasi kebijakan lokal, baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup) yang draftnya sudah dipersiapkan meskipun masih harus tetap mengacu pada kerangka umum kebijakan UU, maka pihaknya pun telah mulai melakukan sosialisasi tentang beberapa isu strategis yang terkandung dalam UU tersebut, sampai pada kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang berorientasi pada pemantapan tugas dan fungsi pemerintah dan lembaga desa. Kegiatan ini menjadi sangat penting, karena beberapa faktor antara lain, pertama; pada awal tahun 2015, direncanakan untuk segera melakukan pemilihan kepala desa (pilkades) yang pelaksanaannya sudah harus berpedoman pada ketentuan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang antara lain mengisyaratkan pelaksanaan pilkades secara serentak, terbukanya kesempatan bagi kepala desa untuk menjabat selama tiga periode, baik secara berturut-turut maupun tidak, sehingga dengan kedua isyarat akan membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan pilkades secara serentak pada 54 desa di Kabupaten Sinjai, yang juga memungkinkan mantan pejabat kepala desa dua periode untuk kembali mencalonkan diri. Kedua; Dengan ditetapkannya UU Desa No. 6/2014, kedudukan serta tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), juga mengalam perubahan. Karena jika sebelumnya BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan, maka sekarang telah menjadi lembaga desa, artinya kalau awalnya BPD adalah fungsi hukum, dengan UU Desa yang baru, berubah menjadi fungsi politis.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BPD mempunyai fungsi antara lain membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa yang merupakan produk hukum tertinggi yang dibuat pada tingkat pemerintahan desa yang nantinya digunakan sebagai dasar hukum untuk menyelenggarakan pemerintahan di desa terutama pada penyelenggaraan otonomi desa; Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang ditujukan untuk memaksimalkan penyelenggaraan pemerintahan desa; dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa oleh kepala desa berdasarkan kebijakan yang tertuang pada peraturan desa maupun peraturan perundangan. Dalam konteks inilah, sehingga dianggap sangat penting untuk segera membekali para pimpinan dan anggota BPD dengan berbagai kemampuan teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya, sebab keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan pada tingkat desa nantinya, akan turut ditentukan oleh peran aktif dan kompetensi para anggota BPD.
Faktor ketiga; Kehadiran UU Desa sebagai landasan hukum penyelenggaraan pemerintahan Desa merupakan momentum percepatan pembangunan desa di seluruh wilayah Indonesia. Amanat UU Desa yang bersifat mandatory menitikberatkan pada tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pengelolaan asset dan keuangan desa, pembangunan kawasan desa, kewenangan desa dan perangkat desa. UU ini dalam Pasal 87 juga memungkinkan dibentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengoptimalkan potensi dan aktifitas ekonomi perdesaan, yang kesemuanya itu memerlukan keterampilan teknis atau skill dari pengelolanya di tingkat desa.
Lebih lanjut, mantan Camat Sinjai Borong ini juga menjelaskan, bahwa Dengan UU Desa ini, penyelenggaran pemerintahan desa diharapkan dapat mengelola wilayahnya secara mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan asset, keuangan dan pendapatan desa. Beberapa tujuan pengaturan pemerintahan Desa dalam UU ini antara lain tertuang dalam pasal 4 yakni: Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Dalam kaitannya dengan upaya fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten melalui Bagian Pemerintahan Desa, maka yang menarik dalam UU No.6 tahun 2014 ini adalah bagian yang mengatur tentang pengelolaan keuangan dan asset Desa. Pertama, pengelolaan keuangan Desa dilakukan secara transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Untuk menopang penyelenggaraan Pemerintahan Desa khususnya terkait anggaran dan belanja Pemerintahan Desa, maka salah satu sumber pendapatan desa berasal dari alokasi belanja pusat dengan memanfaatkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan (pasal 72 ayat 2). Selain itu dalam UU ini juga dialokasikan minimal 10 persen masing-masing dari hasil pajak/retribusi daerah dan dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota (pasal 72 ayat 3 dan 4). Kedua, pada pasal 76 dan 77, desa diberi kewenangan untuk mengelola asset yang berada di wilayahnya dan dicatat sebagai kekayaan desa. Secara teknis, pengelolaan keuangan dan asset desa akan dituangkan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah yang sedang disiapkan saat ini.
Pengelolan keuangan dan asset desa dalam UU ini tentunya merupakan tantangan tersendiri dalam pelaksaaan dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Artinya pemerintahan desa perlu mempersiapkan diri dan memodernisasi sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di wilayahnya masing-masing. Untuk terus meningkatkan kesiapan dan kemampuan perangkat Desa, maka dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 115 baik Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa. Pendidikan dan penyuluhan serta memberikan pedoman penyusunan peraturan dan perencanaan Desa secara partisipatif. Selain itu juga, evaluasi peraturan Desa dilakukan untuk menjamin kualitas peraturan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Sumber : http://ift.tt/1pCZrVS
Memang bukan hal yang mudah untuk melaksanakan UU ini pada kondisi kekinian pemerintahan desa yang sekian lama cenderung tergantung pada kebijakan pemerintah yang ada di atasnya, yang antara lain menjadi salah satu penyebab pemerintah desa selama ini hanya menjadi obyek penerima dan penikmat kebijakan, tidak sebagai subyek yang menjadi perencana dan pelaksana pembangunan seperti yang menjadi kehendak UU ini yang secara substansial telah mereformasi sistem dan mekanisme tata kelola pemerintahan desa.
Dalam fase transisi UU ini, hampir dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang memunculkan berbagai krisis dalam tata kelola pemerintahan desa yang harus segera dibenahi dan dipersiapkan sesuai dengan roh dan jiwa serta filosofi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang telah memberi kewenangan politik yang teramat luas dalam perencanaan, penganggaran pembangunan, dan redistribusi sumber daya.
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala Bagian Pemerintahan Desa pada Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Sinjai, Andi Yusran Maddolangeng, telah melakukan sprint untuk segera memfasilitasi pemerintah dan masyarakat desa dalam upaya memenuhi kebutuhan UU yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pemerintahan desa.
Alumnus STPDN ini menuturkan, bahwa pasca kelahiran UU tentang desa, pemerintah kabupaten berkewajiban untuk segera memfasilitasi ketertiban dan kelancaran pelaksanaan UU itu sebagai landasan yuridis formal penyelenggaraan pemerintahan desa dengan mempersiapkan berbagai regulasi kebijakan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya, secara beriringan dengan penataan kelembagaan serta penyiapan sumber daya aparat pengelolanya.
Bagi Pemerintah Kabupaten Sinjai yang kini dinakhodai Bupati H. Sabirin Yahya dan Wakil Bupati, H. Andi Fajar Yanwar, amanat UU desa itu sangat relevan dengan visi Pemerintah Daerah yang hendak mewujudkan Sinjai Bersatu yang sejahtera, unggul dalam kualitas hidup, terdepan dalam pelayanan publik, sehingga bagi Yusran, merasa telah mendapat bekal awal untuk segera memulai menerobos krisis kebutuhan UU yang ada dengan berorientasi pada visi tersebut, artinya dengan meng-upgrade saja visi Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai kedalam tata kelola pemerintahan desa, maka pada hakekatnya kita telah mengupdate penyelenggaraahan pemerintahan desa sesuai nafas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang juga mengarah kepada upaya untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat desa, serta unggul dalam kualitas hidup dan terdepan dalam pelayanan publik, betapa tidak, dengan UU ini, setiap desa nantinya akan mendapatkan kucuran dana milyaran rupiah pertahun yang bersumber dari APBN dan APBD serta bagi hasil pajak, adanya penghasilan tetap kepala desa, meningkatnya kewenangan kepala desa melalui pembagian kewenangan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta bertambahnya masa jabatan dan periode kepala desa dan BPD dari 5 tahun untuk dua periode menjadi 6 tahun untuk tiga periode, disamping penguatan fungsi Badan Permusyawaratan Kepala Desa (BPD).
Dengan memperhatikan arah dan kebijakan yang menjadi keisitimewaan UU desa tersebut, maka sesungguhnya visi kekinian Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai, secara implisit telah mengaregasi perkembangan substansial yang diharapkan dan diamanatkan oleh UU itu sendiri. Persoalannya sekarang dibutuhkan langkah taktis dari segenap elemen terkait untuk segera memfasilitasi penerapan UU dimaksud secara paralel dengan visi pemerintah daerah dalam tata kelola pemerintahan desa.
Karena itu, bagi mantan Lurah Biringere ini, sambil menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan dari UU dimaksud untuk kemudian dipedomani dalam menyusun regulasi kebijakan lokal, baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup) yang draftnya sudah dipersiapkan meskipun masih harus tetap mengacu pada kerangka umum kebijakan UU, maka pihaknya pun telah mulai melakukan sosialisasi tentang beberapa isu strategis yang terkandung dalam UU tersebut, sampai pada kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang berorientasi pada pemantapan tugas dan fungsi pemerintah dan lembaga desa. Kegiatan ini menjadi sangat penting, karena beberapa faktor antara lain, pertama; pada awal tahun 2015, direncanakan untuk segera melakukan pemilihan kepala desa (pilkades) yang pelaksanaannya sudah harus berpedoman pada ketentuan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang antara lain mengisyaratkan pelaksanaan pilkades secara serentak, terbukanya kesempatan bagi kepala desa untuk menjabat selama tiga periode, baik secara berturut-turut maupun tidak, sehingga dengan kedua isyarat akan membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan pilkades secara serentak pada 54 desa di Kabupaten Sinjai, yang juga memungkinkan mantan pejabat kepala desa dua periode untuk kembali mencalonkan diri. Kedua; Dengan ditetapkannya UU Desa No. 6/2014, kedudukan serta tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), juga mengalam perubahan. Karena jika sebelumnya BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan, maka sekarang telah menjadi lembaga desa, artinya kalau awalnya BPD adalah fungsi hukum, dengan UU Desa yang baru, berubah menjadi fungsi politis.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BPD mempunyai fungsi antara lain membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa yang merupakan produk hukum tertinggi yang dibuat pada tingkat pemerintahan desa yang nantinya digunakan sebagai dasar hukum untuk menyelenggarakan pemerintahan di desa terutama pada penyelenggaraan otonomi desa; Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang ditujukan untuk memaksimalkan penyelenggaraan pemerintahan desa; dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa oleh kepala desa berdasarkan kebijakan yang tertuang pada peraturan desa maupun peraturan perundangan. Dalam konteks inilah, sehingga dianggap sangat penting untuk segera membekali para pimpinan dan anggota BPD dengan berbagai kemampuan teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya, sebab keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan pada tingkat desa nantinya, akan turut ditentukan oleh peran aktif dan kompetensi para anggota BPD.
Faktor ketiga; Kehadiran UU Desa sebagai landasan hukum penyelenggaraan pemerintahan Desa merupakan momentum percepatan pembangunan desa di seluruh wilayah Indonesia. Amanat UU Desa yang bersifat mandatory menitikberatkan pada tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pengelolaan asset dan keuangan desa, pembangunan kawasan desa, kewenangan desa dan perangkat desa. UU ini dalam Pasal 87 juga memungkinkan dibentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengoptimalkan potensi dan aktifitas ekonomi perdesaan, yang kesemuanya itu memerlukan keterampilan teknis atau skill dari pengelolanya di tingkat desa.
Lebih lanjut, mantan Camat Sinjai Borong ini juga menjelaskan, bahwa Dengan UU Desa ini, penyelenggaran pemerintahan desa diharapkan dapat mengelola wilayahnya secara mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan asset, keuangan dan pendapatan desa. Beberapa tujuan pengaturan pemerintahan Desa dalam UU ini antara lain tertuang dalam pasal 4 yakni: Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Dalam kaitannya dengan upaya fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten melalui Bagian Pemerintahan Desa, maka yang menarik dalam UU No.6 tahun 2014 ini adalah bagian yang mengatur tentang pengelolaan keuangan dan asset Desa. Pertama, pengelolaan keuangan Desa dilakukan secara transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Untuk menopang penyelenggaraan Pemerintahan Desa khususnya terkait anggaran dan belanja Pemerintahan Desa, maka salah satu sumber pendapatan desa berasal dari alokasi belanja pusat dengan memanfaatkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan (pasal 72 ayat 2). Selain itu dalam UU ini juga dialokasikan minimal 10 persen masing-masing dari hasil pajak/retribusi daerah dan dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota (pasal 72 ayat 3 dan 4). Kedua, pada pasal 76 dan 77, desa diberi kewenangan untuk mengelola asset yang berada di wilayahnya dan dicatat sebagai kekayaan desa. Secara teknis, pengelolaan keuangan dan asset desa akan dituangkan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah yang sedang disiapkan saat ini.
Pengelolan keuangan dan asset desa dalam UU ini tentunya merupakan tantangan tersendiri dalam pelaksaaan dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Artinya pemerintahan desa perlu mempersiapkan diri dan memodernisasi sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di wilayahnya masing-masing. Untuk terus meningkatkan kesiapan dan kemampuan perangkat Desa, maka dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 115 baik Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa. Pendidikan dan penyuluhan serta memberikan pedoman penyusunan peraturan dan perencanaan Desa secara partisipatif. Selain itu juga, evaluasi peraturan Desa dilakukan untuk menjamin kualitas peraturan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Sumber : http://ift.tt/1pCZrVS