Apakah Sumpah Jabatan bisa Begini?
Fenomena penyalahgunaan wewenang, korupsi dan sebagainya membuat kita terus mencari apa yang salah di negeri kita ini. Kita tahu 100 persen rakyat Indonesia ini telah beragama dan ironis sekali karena petinggi agamapun banyak terlilit masalah dan harus berhadapan dengan meja hijau.
Kalau memperhatikan sebuah prosesi penyumpahan pejabat terkadang saya bertanya dalam hati, kitab Suci itu diacungkan di atas kepala oleh pemuka agama disaat pembacaan sumpah. Mengapa begitu yah.
Biasanya pemuka agama Islam khususnya selalu mencari dalih yang masuk dalam rambu agama, tetapi kenapa hal ini kok agak dipaksakan dan tak ada lagi yang mencari bagaimana pilihan lain untuk memperbaiki prosesi penyumpahan itu.
Terfikirlah saya untuk menulis ini, mudah-mudahan kelak proses penyumpahan itu bisa dilakukan lebih baik alias diperbaiki lagi.
Menurutku, “Sumpah” itu merupakan rambu agama yang diperingatkan kepada manusia agar menaati dan menakuti apa yang telah diucapkannya dalam sumpah.
Maka “Sumpah” sebaiknya dilakukan seorang “Pemuka Agama” dengan membacakan bagian ayat dalam Kitab Suci, bersangkutan dengan ancaman agama dan kekuatan sumpah itu mengikat seseorang. Jikapun didalam sumpah itu terdapat substansi yang berkaitan dengan pekerjaan maka rangkaian isi sumpah itu akan lengkap dan jelas atas tujuan apa seseorang disumpah. Bukankah sumpah itu memang sangkutan antara seseorang dengan agamanya ?
Biarlah pejabat lain menjadi saksi atas penyumpahan itu dan Kitab Suci tak perlu lagi di atas kepala, tetapi dibuka dan dibacakan dan diikuti oleh orang yang disumpah.
Pemuka Agama itu, tentulah orang yang paling berkompeten bertanda-tangan sebagai “Penyumpah”.
Paling tidak begitulah pendapatku saat ini.
Setujukah Anda ?
Sumber : http://ift.tt/1twt2qt
Kalau memperhatikan sebuah prosesi penyumpahan pejabat terkadang saya bertanya dalam hati, kitab Suci itu diacungkan di atas kepala oleh pemuka agama disaat pembacaan sumpah. Mengapa begitu yah.
Biasanya pemuka agama Islam khususnya selalu mencari dalih yang masuk dalam rambu agama, tetapi kenapa hal ini kok agak dipaksakan dan tak ada lagi yang mencari bagaimana pilihan lain untuk memperbaiki prosesi penyumpahan itu.
Terfikirlah saya untuk menulis ini, mudah-mudahan kelak proses penyumpahan itu bisa dilakukan lebih baik alias diperbaiki lagi.
Menurutku, “Sumpah” itu merupakan rambu agama yang diperingatkan kepada manusia agar menaati dan menakuti apa yang telah diucapkannya dalam sumpah.
Maka “Sumpah” sebaiknya dilakukan seorang “Pemuka Agama” dengan membacakan bagian ayat dalam Kitab Suci, bersangkutan dengan ancaman agama dan kekuatan sumpah itu mengikat seseorang. Jikapun didalam sumpah itu terdapat substansi yang berkaitan dengan pekerjaan maka rangkaian isi sumpah itu akan lengkap dan jelas atas tujuan apa seseorang disumpah. Bukankah sumpah itu memang sangkutan antara seseorang dengan agamanya ?
Biarlah pejabat lain menjadi saksi atas penyumpahan itu dan Kitab Suci tak perlu lagi di atas kepala, tetapi dibuka dan dibacakan dan diikuti oleh orang yang disumpah.
Pemuka Agama itu, tentulah orang yang paling berkompeten bertanda-tangan sebagai “Penyumpah”.
Paling tidak begitulah pendapatku saat ini.
Setujukah Anda ?
Sumber : http://ift.tt/1twt2qt