Suara Warga

Antara Kasus Korupsi Simulator SIM dan Korupsi Transjakarta

Artikel terkait : Antara Kasus Korupsi Simulator SIM dan Korupsi Transjakarta

Antara Kasus Korupsi Simulator SIM dan Korupsi Transjakarta

Mantan Waka Korlantas, Brigjen

Didik Purnomo diperiksa KPK terkait kasus pengadaan simulator SIM di

Korlantas Polri.

Usai diperiksa, Didik bungkam.

Didik diperiksa oleh penyidik KPK sekira 5 jam di KPK, Jakarta, Senin,

22 September 2014.

Didik diam ketika para wartawan mengerumuni dan mengajukan pertanyaan.

Didik langsung pergi meninggalkan KPK menggunakan

mobil Kijang Inova.

Sebelumnya, Didik disebut menerima Rp50 juta dari pengusaha Budi

Susanto untuk memuluskan PT

CMMA sebagai pelaksana proyek simulator. Didik adalah Kuasa Pengguna

Anggaran (KPA) dalam proyek ini.

Terpidana kasus korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo, menuding

Brigjen Didik Purnomo. Djoko berpendapat, tugasnya sebagai Kakorlantas

hanya melakukan pengesahan setelah semua hal dicek oleh Didik.

“Di Korlantas itu masing-masing subdit secara mekanisme prosedur

selalu lewat Wakakorlantas atau PPK, untuk dikoreksi sebelum

ditandatangani Kakor,” kata Djoko Susilo.

Djoko juga mengatakan Didik mengetahui perencanaan proyek karena

mendapatkan laporan

dari bagian Perencanaan dan Administrasi (Renmin). Begitu juga dengan

penandatanganan Surat

Keputusan terkait proyek Simulator pada 2011.

“Perencanaan itu melalui proses Renmin. SK PPK kepada Pokja maupun

penguji semua melalui Waka

Korlantas. Baru saya tanda tangan. Otomatis saksi tahu SK itu,” ujar Djoko.

——–

Berkebalikan dengan kasus Djoko Suyanto, dalam kasus pengadaan Bus

Transjakarta, dengan tersangka Udar Pristono sebagai KPA, justru

terjerat dan ditahan pihak Kejaksaan Agung.

Padahal menurut UU pemerintah daerah, penanggung jawab tertinggi

anggaran adalah kepala daerah dalam melaksanakan sebuah proyek.

Menyitir pernyataan kuasa hukum Udar, Razman Arif, SH, proyek

pengadaan dan peremajaan bus

Tranjakarta, berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),

melalui surat keputusan Gubernur Jokowi untuk pengadaan barang dan

jasa. Termasuk di dalamnya

pengadaan bus Transjakarta dengan spesifikasi yang sudah ditentukan.

”Nah untuk laksanakan itu, diperlukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Ini hal teknis yang tidak ada hubungannya dengan Udar selaku kuasa

pengguna anggaran (KPA),” beber Razman Arif dalam konferensi pers,

Senin, 2 Juni 2014.

——

Jadi, bila Brigjen Didik hanya diperiksa sebagai saksi, mengapa Udar

harus ditahan?

Bila Djoko Suyanto ditahan dalam kasus Simulator SIM, mengapa Jokowi

bisa bebas berkeliaran, bahkan jadi Presiden terpilih?

Benarkah hukum di Indonesia dibuat dan dilaksanakan untuk

menyelamatkan kepentingan penguasa saja?




Sumber : http://ift.tt/1rgaHvG

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz