Suara Warga

Anak-Anak Terlantar = Tunas Bangsa

Artikel terkait : Anak-Anak Terlantar = Tunas Bangsa

Banyak pasal-pasal atau ayat-ayat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Beberapa contoh tersebut adalah pasal 28 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”; lalu pasal 28D ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”; dan pasal 34 ayat (1): “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”; dan masih banyak lagi.

Salah satu pasal di atas, pasal 34 ayat (1): “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” sering kali dilanggar atau disimpangi oleh negara (pemerintah). Karena dalam kenyataannya fakir miskin, khususnya anak-anak terlantar yang akan dibicarakan di artikel ini tidak dipelihara oleh negara. Pemerintah tidak nguwongke atau menganggap mereka sebagai Warga Negara Indonesia. Mereka hanya dianggap sebagai sampah masyarakat. Keberadaan mereka tak dianggap oleh pemerintah.

Sebuah berita yang dilaporkan oleh tempo.co mengatakan bahwa sekitar 30 anak jalanan yang menamakan diri sebagai Seniman Jalanan melakukan demonstrasi menuntut Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar menerbitkan Kartu Tanda Penduduk kepada anak-anak jalanan yang belum mendapatkan KTP tersebut. Mereka ditolak bekerja karena tidak memilik KTP. Mereka juga tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis di Puskesmas. Padahal mereka adalah Penduduk Provinsi DKI Jakarta yang juga sebagai Warga Negara Indonesia yang berhak mendapatkan hak-hak tersebut. Kondisi ini membuat mereka kerap kali terjaring razia kependudukan. Ini adalah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Telah terjadi banyak penyimpangan dari pasal-pasal yang ada di dalam UUD dalam kasus ini.

Salah seorang dari mereka pernah mencoba mengurus KTP ke RT dan RW di kawasan Jembatan Gantung. Namun, RT dan RW menolak memberikan surat pengantar yang merupakan bukti alamat yang jelas. Alasan di balik penolakan tersebut karena mereka tidak mempunyai rumah. Padahal surat pengantar tersebut adalah syarat agar pihak Kelurahan dapat menerbitkan KTP untuk mereka.

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Bentuk Hak Asasi Manusia di atas, yaitu hak untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, dalam hal ini bukan hanya KTP, harus dijamin pemenuhannya. Karena ini adalah jalan untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak.

Mengingat status mereka sebagai anak-anak terlantar, maka pemerintah juga harus memelihara mereka. Jangan sampai karena hal seperti ini mereka jadi tidak bisa mendapatkan hak-hak mereka. Mereka adalah tunas-tunas bangsa, aset bangsa Indonesia. Mereka dapat berkembang menjadi manusia-manusia yang bisa membangun bangsa ini menjadi lebih maju dalam segala aspek. Karena itu Hak Asasi Manusia di atas juga Hak Asasi Manusia yang lain harus dijamin perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhannya.

Pemerintah seharusnya memudahkan mereka sehingga masalah-masalah di atas tidak harus terjadi. Kenapa harus dipersulit jika hidup mereka sudah terlalu sulit? Pemerintah seharusnya mementingkan pemeliharaan anak-anak tersebut agar mereka dapat menjadi manusia-manusia yang berguna bagi bangsa dan negara, bukan memikirkan syarat-syarat yang diperlukan untuk membuat KTP.

Kehidupan yang layak adalah hak mereka. Agar mereka lebih terpelihara pemerintah dapat membuatkan mereka tempat tinggal yang layak seperti rumah susun dan pendidikan gratis bagi anak-anak terlantar tersebut. Mereka bisa di-transmigrasi-kan ke pulau-pulau di luar Jawa yang masih sepi penduduk agar mereka bisa membangun perekonomian di sana, dengan pemerintah menyediakan lapangan kerja di sana. Dengan seperti ini pembangunan Indonesia bisa merata. Mereka pun akan menjadi anak-anak yang berjasa dan berguna bagi bangsa dan negara dengan pengabdian mereka ini, bukan hanya sebagai sampah masyarakat. Hal seperti ini adalah PR bagi pemerintah daerah maupun pusat. Anak-anak terlantar pun harus bersedia atau mau jika dibina dan diberi pendidikan karena ini adalah untuk kebaikan mereka sendiri, untuk kehidupan mereka sendiri, dan untuk negara kita Indonesia.




Sumber : http://ift.tt/WgiD4I

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz