Ahok Jadi Menteri?
Pasca pengunduran diri sebagai kader Partai Gerindra (detik, 11/09), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerima beberapa pernyataan pedas oleh politisi Partai Gerindra. Tengoklah pernyataan Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang menyatakan Ahok tidak beretika, tidak mengerti partai dan kontribusi terhadap partai kecil (kompas, 10/09).
Lebih pedas lagi pernyataan dari Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Mohamad Taufik yang meminta Ahok untuk mundur jika nanti sebagai Gubernur DKI Jakarta (detik, 11/09). Ini sebagai respon atas pengunduran diri Ahok sebagai kader partai Gerindra.
Sebagaimana diketahui, Ahok tidak setuju sikap partainya yang mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Ahok berbeda pendapat mengenai keputusan yang diambil oleh Partai Gerindra sehubungan dengan wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Dalam dinamika politik, keputusan Ahok tersebut akan berdampak terhadap jabatan Gubernur yang akan diembannya. Ahok akan mengalami serangan secara politik, karena dianggap sebagai orang yang “tidak tahu berterima kasih” terutama kepada Partai Gerindra yang telah mengusungnya sebagai calon wakil Gubernur berpasangan dengan Jokowi.
Disamping itu, hubungan Ahok dengan DPRD akan “rawan” hal mana sangat berpotensi menganggu keputusan-keputusan Ahok dalam menjalankan roda pemerintahan DKI Jakarta. Apalagi publik tahu bahwa Ahok mempunyai gaya bicara yang “keras” yang terkadang bisa membuat orang merasa tersinggung.
Meskipun demikian, sikap berani Ahok untuk mundur sebagai kader Partai Gerindra haruslah dipandang sebagai keputusan politik pribadinya. Dan ini sebenarnya adalah hak konstitusional setiap warga negara, yang sah-sah saja mempunyai pandangan berbeda dengan orang lain atau kelompok tertentu.
Melihat kondisi demikian, Jokowi dapat saja melirik Ahok dengan meminta yang bersangkutan untuk menjadi Menteri dalam kabinet yang akan dibangun. Meskipun tidak mudah, karena Ahok terpilih sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta karena pilihan rakyat.
Semua bergantung kepada Ahok. Memimpin DKI Jakarta namun mendapat pengawalan ketat oleh DPRD atau bergabung dengan Jokowi sebagai Menteri salah satu departemen. Salah satu dari 2 hal tersebut diatas bisa saja diambil oleh Ahok. Apalagi jika dilihat dari sudut politik, hal tersebut tidak ada ruginya karena jabatan Gubernur atau Menteri adalah jabatan politik.
Jika Gubernur lingkup teritorialnya hanya sebatas Provinsi, maka Menteri lebih luas lagi, wilayah teritorialnya diseluruh daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mau yang mana ko Ahok ?
Sumber : http://ift.tt/1pRN34B
Lebih pedas lagi pernyataan dari Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Mohamad Taufik yang meminta Ahok untuk mundur jika nanti sebagai Gubernur DKI Jakarta (detik, 11/09). Ini sebagai respon atas pengunduran diri Ahok sebagai kader partai Gerindra.
Sebagaimana diketahui, Ahok tidak setuju sikap partainya yang mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Ahok berbeda pendapat mengenai keputusan yang diambil oleh Partai Gerindra sehubungan dengan wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Dalam dinamika politik, keputusan Ahok tersebut akan berdampak terhadap jabatan Gubernur yang akan diembannya. Ahok akan mengalami serangan secara politik, karena dianggap sebagai orang yang “tidak tahu berterima kasih” terutama kepada Partai Gerindra yang telah mengusungnya sebagai calon wakil Gubernur berpasangan dengan Jokowi.
Disamping itu, hubungan Ahok dengan DPRD akan “rawan” hal mana sangat berpotensi menganggu keputusan-keputusan Ahok dalam menjalankan roda pemerintahan DKI Jakarta. Apalagi publik tahu bahwa Ahok mempunyai gaya bicara yang “keras” yang terkadang bisa membuat orang merasa tersinggung.
Meskipun demikian, sikap berani Ahok untuk mundur sebagai kader Partai Gerindra haruslah dipandang sebagai keputusan politik pribadinya. Dan ini sebenarnya adalah hak konstitusional setiap warga negara, yang sah-sah saja mempunyai pandangan berbeda dengan orang lain atau kelompok tertentu.
Melihat kondisi demikian, Jokowi dapat saja melirik Ahok dengan meminta yang bersangkutan untuk menjadi Menteri dalam kabinet yang akan dibangun. Meskipun tidak mudah, karena Ahok terpilih sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta karena pilihan rakyat.
Semua bergantung kepada Ahok. Memimpin DKI Jakarta namun mendapat pengawalan ketat oleh DPRD atau bergabung dengan Jokowi sebagai Menteri salah satu departemen. Salah satu dari 2 hal tersebut diatas bisa saja diambil oleh Ahok. Apalagi jika dilihat dari sudut politik, hal tersebut tidak ada ruginya karena jabatan Gubernur atau Menteri adalah jabatan politik.
Jika Gubernur lingkup teritorialnya hanya sebatas Provinsi, maka Menteri lebih luas lagi, wilayah teritorialnya diseluruh daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mau yang mana ko Ahok ?
Sumber : http://ift.tt/1pRN34B