Ahok Hero, Prabowo Zero!
Keputusan Ahok untuk ke luar dari Partai Gerindra ternyata membuat popularitas Ahok terus meningkat. Lebih banyak masyarakat yang menyatakan simpati kepadanya ketimbang mencaci. Langkah Ahok mendapat dukungan. Seolah Ahok menjadi representasi perlawanan masyarakat atas sikap Koalisi Merah Putih (Ko Mahput) yang mengusung gagasan mengembalikan Pemilihan Kepala Daerah kepada DPRD. Ko Mahput dimotori oleh Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto.
Masyarakat yang memang tidak punya saluran resmi untuk menyatakan penolakannya atas ide Pilkada oleh DPRD, seolah menemukan sosok hero yang bisa mewakilinya. Dan yang membuat masyarakat terkagum-kagum adalah, keberanian Ahok melawan Partai Gerindra. Melawan Gerindra artinya melawan Prabowo Subianto, tokoh utama di partai itu.
Ahok sebenarnya bukan tandingan Prabowo. Ahok baru bermain di tingkat daerah, Prabowo sudah berkecimpung di level nasional. Tapi fakta menunjukkan, rekor Ahok dalam soal kemenangan lebih baik dibanding Prabowo. Ahok terpilih menjadi Bupati Belitung Timur, menjadi Wakil Bupati DKI Jakarta, dan sebentar lagi jadi Gubernur!
Sedangkan Prabowo dua kali gagal di level nasional. Gagal menjadi Wapres ketika berpasangan dengan Megawati, kandas pula menjadi Presiden dalam Pilpres lalu. Apalagi yang mengalahkannya si kerempeng Jokowi.
Prabowo sebenarnya sempat dianggap sebagai “Hero” oleh pendukungnya, yang cuma kalah sedikit jumlahnya dibandingkan pendukung Jokowi dalam Pilpres lalu. Sosok Prabowo yang ganteng, mantan militer, dikenal tegas, diharapkan bisa menjadi pengganti SBY yang ideal. Karakter Prabowo dan SBY memang bertolak belakang.
Sayangnya berbagai strategi yang salah – termasuk kampanye hitam terhadap Jokowi – membuat langkah Prabowo menuju istana tertahan. Harapannya benar-benar pupus setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonannya pada 21 Agustus 2014 lalu.
Sikap Prabowo yang tetap keukeuh (ngotot) untuk memperkarakan kemenangan Jokowi hingga ke PTUN, membuat simpati terhadap mantan Pangkostrad itu berkurang. Apalagi Prabowo belum pernah mengucapkan selamat kepada Jokowi. Sikap itu oleh sementara kalangan dinilai tidak gentle Semakin hari, ingatan orang kepada Prabowo makin melemah. Sebagian besar pendukung fanatiknya kini lebih memilih bersikap realistis.
Pada saat yang sama Ahok terus merawat popularitasnya. Dengan gaya ceplas-ceplos cenderung emosional, Ahok kerap menjadi sosok penting bagi media. Apa saja yang dilakukan Ahok, pasti menjadi berita hangat. Entah ancamannya terhadap pejabat di DKI; ancaman terhadap mafia rusun; terhadap rekanan bus Trans Jakarta; hingga tindakan keras kepada kepada pemilik kendaraan yang parkir liar.
Walau pun omongan Ahok rada kasar, gayanya mirip preman, publik suka. Sebab yang dilakukan Ahok bukan untuk kepentingannya sendiri, tapi untuk kepentingan publik. Ahok juga tidak seperti Jokowi yang suka ngeles. Ia bicara apa adanya. Yang enak dibilang enak, yang pahit dibilang pahit. Ahok seolah tak punya beban. Hati dan mulutnya sudah menyatu.
Ketika ia menyatakan akan mundur dari Partai Gerindra jika usulan Pilkada langsung ke DPRD diteruskan, masyarakat sebenarnya ingin menguji, sekonsisten apa sih Ahok. Jangan-jangan kalau berhadapan dengan Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo, nyalinya bakal ciut.
Tetapi ketika dirinya diserang oleh rekan partainya sendiri, langkah Ahok bukannya surut, justru makin kenceng. Begitu ditantang untuk membuktikan omongannya untuk mundur, langsung dibuktikan. Dia benar-benar mundur!
Penolakan Ahok terhadap gagasan Pilkada oleh DPRD seperti menjadi tangga untuk mencapai puncak popularitas. Kini Ahok menjadi pahlawan (hero) sedangkan Koalisi pengusung Pilkada oleh DPRD yang dimotori Gerindra (Prabowo) jadi musuh bersama masyarakat. Ahok jadi hero, Prabowo zero! (herman wijaya/16661@yahoo.com)
Sumber : http://ift.tt/YzF9aA