Tahniah Jokowi Kalla dan Salut Prabowo Hatta
Pesta demokrasi di Republik ini telah usai, hiruk pikuk penyelengaraan pemilu di tanah air telah mencapai klimaks dan MK pun sudah mengetuk palu tanda berakhirnya permainan. The Game is over, dan ‘permainan’ ini dimenangkan oleh Jokowi Kalla. Semua pihak harus menghormati keputusan ini, suka atau tidak suka. Energi bangsa telah terkuras selama beberapa bulan ini harus menuju ‘relaksasi’ ketegangan syaraf. Betapa hebatnya energy dan ‘demam’ yang tercipta pada pemilu kali ini, tua muda tidak ketinggalan ikut terlibat dalam menonton pertunjukan pesta demokrasi terbesar di Asia Tenggara, betapa tidak, isu-isu yang muncul yang melibatkan hal sukum agama, ras dan antar golongan turut memantik panasnya persaingan para capres dan cawapres. Begitu ramai terekspose baik di televise maupun dunia maya. Fanatisme sempit merasuki para pendukung masing-masing pasangan Capres telah berhasil membelah masyarakat menjadi dua kubu. Kubu Jokowi - Kalla dan kubu Prabowo – Hatta, kemudian memunculkan kempanye negative maupun kampanye hitam, sebuah konsekwensi logis dari masyarakat yang sedang belajar menjadi demokratis. Ada positif dan ada negatifnya, disatu sisi akan mengajarkan masyarakat untuk bisa terlibat aktif dalam ajang demokrasi di negeri ini yang jamak diketahui sebelumnya masyarakat sangat apatis, pesimis dan pasif pada pemilu dibuktikan dengan tingginya angka Goplut pada pemilu yang lalu. Namun Sekarang tidak lagi, masyrakat sudah aktif terlibat, terbius, ini bisa dilihat di media sosial, hampir setiap hari obrolan dan pembahasan adalah seputar Pilpres. Sisi negatifnya, dua kubu ini seringkali terlibat twitwar (istilah di dunia twitter yang mengacu pada perang silang pendapat, saling ejek, bully dan bahkan saling menghina). Di media sosial lainnya seperti facebook pun sama, perang ‘status’, debat, komentar dan semacamnya adalah menjadi menu sehari hari para penggiat dunia maya. Tidak itu saja, obrolan di warung kopi juga seputar pilpres, semua orang berubah menjadi pengamat politik ‘dadakan’.
Ini fenomena menarik pada perkembangan demokrasi di negeri ini, demokrasi yang memiliki ciri khas tersendiri, demokrasi yang berbeda dengan demokrasi yang ada di Negara-negara lainnya. Demokrasi yang lahir dari kultur masyarakat Indonesia yang khas. Manisfetasi demokrasi adalah pemilu, dan Indonesia memiliki jargon pemilu yaitu LUBER (lansung Umum Bebas dan Rahasia) dan Jurdil (jujur dan Adil ). Meski begitu, jargon ini masih belum sepenuhnya terlaksana, masih banyak hal yang harus dibenahi di tataran praktik, budaya money politic belum sepenuhnya hilang pada perhelatan pemilu di negeri ini, menjangkiti warga masyarakat. Serangan fajar yang vulgar, atau yang halus seperti bantuan-bantuan yang berkedok ‘pembangunan’ jembatan, sarana ibadah dan sebagainya. Masyarakat pedesaan pun tak luput dari ‘penyakit’ ini, sebagai seorang yang pernah terlibat dalam tim pemenangan Caleg di sebuah dapil Di Indramayu, banyak melihat prilaku politik uang ini. Tokoh daerah yang ikut ‘nyaleg’ sudah seperti lumbung ‘uang’ bagi warga setempat, dan warga pun seperti sudah faham kemana harus mencari uang. Untuk pembangunan ini itulah, kegiatan ini itulah, siapa yang kuat modal dialah yang akan dipilih, Bahkan ada istilah dalam dunia politik bahwa siapa yang punya “gizi’ atau uang yang banyak mereka yang akan menang, persetan dengan orang punya kapabalitas yang punya visi, jika ia tak punya ‘gizi’ maka tidak akan terpilih. Sudah menjadi ‘kronik’ di negeri ini. Inilah salah satu pupuk bagi tumbuhnya ‘koruptor’. Masyarakatlah yang memilih ‘koruptor’ untuk menjadi pemimpinnya. Dengan menerima uang itu berarti ‘beli’ putus. Masyarakat tidak bias menuntut pertanggung jawaban atas pilihan legislatornya kelak kemudian hari.
Biaya demokrasi di Indonesia cukup mahal yang hanya bisa diikuti sekelompok orang ‘beruang’ saja untuk membiayai operasioanal, iklan promosi dan sebagainya. kondisi ini terjadi saat Pemilihan caleg. Kejadian serupa juga berlangsung saat Pilpres, Money Politik tidak bisa terhindarkan, ini seperti hantu , ia ada namun tidak mudah untuk dibuktikan, karena berlansung dengan seksama dan lihai. Belum lagi kecurangan dalam pelaksanaan pemungutan suara di beberapa daerah salah satu yang menarik adalah apa yang terjadi di Papua, pencoblosan kertas suara oleh orang yang tidak berhak. Kecurangan yang terjadi belum bisa meyakinkan para Hakim MK untuk memberi rekomendasi pemungutan suara ulang, bahkan menolak semua gugatan kubu Prabowo – Hatta artinya clear bahwa jokowi – Kalla yang memenangkan Pilpres. Meski hasil putusan MK belum memenuhi tuntutan kubu Prabowo Hatta, namun Prabowo sudah memberikan pembelajaran bagi bangsa ini untuk bisa ‘fight’ berjuang meski itu satu suara, karena itu adalah amanah masyarakat yang harus dibela, berjuang sampai titik tertinggi jalur hukum yang bisa ditempuh. Juga memberikan ‘shock terapi’ bagi penyelanggara pemilu yaitu KPU untuk hati-hati dan tidak mencoba bermain-main dengan kewenangan yang diembannya. Hampir saja KPU dalam hal ini ketuanya terseret ke penjara jika saja pengacaranya tidak lihai, Professor DR Adnan Buyung Nasution. KPU sebagai lembaga yang diberi kuasa oleh Undang-undang untuk menyelenggarakan Pemilu yang LUBER dan Jurdil dan seharusnya menjadi wasit yang adil bukan malah ikut ‘bermain’, banyak kita lihat dan juga dilihat oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang diketuai oleh Jimly Assiddiqie, sehingga memberikan peringatan keras bagi beberapa anggota KPU DKI dan Halmahera dan daerah lainnya. “DKPP memutuskan bahwa teradu terbukti melakukan pelanggaran. Dan memerintahkan untuk memberikan peringatan keras kepada para teradu,” ujar Nur Hidayat dalam sidang. Para ketua dan anggota KPU yang diberikan peringatan keras yaitu Ketua KPU DKI Sumarno dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jaksel Iqbal dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jaktim Nurdin dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jakut Abdul Muin dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jakpus Arif Buwono dan 4 anggotanya. (sumber : anekainfounik.net)
Meskipun penyelenggaraan pemilu Pileg dan Pileg penuh kekurangan namun proses yang telah di jalankan oleh MK dan keputusan yang dihasilkan wajib di taati oleh seluruh pihak dan memberikan kesempatan kepada presiden terpilih Ir Joko widodo untuk menjalankan pemerintahan ke depan dan membuktikan semua janji-janji kampanyenya. Syabas dan tahniah untuk Jokowi Kalla, dan Salut untuk perjuangan pantang menyerah Prabowo Hatta, merekalah putra terbaik bangsa. Pengabdian mereka dinanti oleh bangsa ini, pengabdian tidak harus dengan menjadi presiden dan pengabdian tidak pernah selesai hanya karena selesainya pemilu.
Sumber : http://ift.tt/1BRLRrG
Ini fenomena menarik pada perkembangan demokrasi di negeri ini, demokrasi yang memiliki ciri khas tersendiri, demokrasi yang berbeda dengan demokrasi yang ada di Negara-negara lainnya. Demokrasi yang lahir dari kultur masyarakat Indonesia yang khas. Manisfetasi demokrasi adalah pemilu, dan Indonesia memiliki jargon pemilu yaitu LUBER (lansung Umum Bebas dan Rahasia) dan Jurdil (jujur dan Adil ). Meski begitu, jargon ini masih belum sepenuhnya terlaksana, masih banyak hal yang harus dibenahi di tataran praktik, budaya money politic belum sepenuhnya hilang pada perhelatan pemilu di negeri ini, menjangkiti warga masyarakat. Serangan fajar yang vulgar, atau yang halus seperti bantuan-bantuan yang berkedok ‘pembangunan’ jembatan, sarana ibadah dan sebagainya. Masyarakat pedesaan pun tak luput dari ‘penyakit’ ini, sebagai seorang yang pernah terlibat dalam tim pemenangan Caleg di sebuah dapil Di Indramayu, banyak melihat prilaku politik uang ini. Tokoh daerah yang ikut ‘nyaleg’ sudah seperti lumbung ‘uang’ bagi warga setempat, dan warga pun seperti sudah faham kemana harus mencari uang. Untuk pembangunan ini itulah, kegiatan ini itulah, siapa yang kuat modal dialah yang akan dipilih, Bahkan ada istilah dalam dunia politik bahwa siapa yang punya “gizi’ atau uang yang banyak mereka yang akan menang, persetan dengan orang punya kapabalitas yang punya visi, jika ia tak punya ‘gizi’ maka tidak akan terpilih. Sudah menjadi ‘kronik’ di negeri ini. Inilah salah satu pupuk bagi tumbuhnya ‘koruptor’. Masyarakatlah yang memilih ‘koruptor’ untuk menjadi pemimpinnya. Dengan menerima uang itu berarti ‘beli’ putus. Masyarakat tidak bias menuntut pertanggung jawaban atas pilihan legislatornya kelak kemudian hari.
Biaya demokrasi di Indonesia cukup mahal yang hanya bisa diikuti sekelompok orang ‘beruang’ saja untuk membiayai operasioanal, iklan promosi dan sebagainya. kondisi ini terjadi saat Pemilihan caleg. Kejadian serupa juga berlangsung saat Pilpres, Money Politik tidak bisa terhindarkan, ini seperti hantu , ia ada namun tidak mudah untuk dibuktikan, karena berlansung dengan seksama dan lihai. Belum lagi kecurangan dalam pelaksanaan pemungutan suara di beberapa daerah salah satu yang menarik adalah apa yang terjadi di Papua, pencoblosan kertas suara oleh orang yang tidak berhak. Kecurangan yang terjadi belum bisa meyakinkan para Hakim MK untuk memberi rekomendasi pemungutan suara ulang, bahkan menolak semua gugatan kubu Prabowo – Hatta artinya clear bahwa jokowi – Kalla yang memenangkan Pilpres. Meski hasil putusan MK belum memenuhi tuntutan kubu Prabowo Hatta, namun Prabowo sudah memberikan pembelajaran bagi bangsa ini untuk bisa ‘fight’ berjuang meski itu satu suara, karena itu adalah amanah masyarakat yang harus dibela, berjuang sampai titik tertinggi jalur hukum yang bisa ditempuh. Juga memberikan ‘shock terapi’ bagi penyelanggara pemilu yaitu KPU untuk hati-hati dan tidak mencoba bermain-main dengan kewenangan yang diembannya. Hampir saja KPU dalam hal ini ketuanya terseret ke penjara jika saja pengacaranya tidak lihai, Professor DR Adnan Buyung Nasution. KPU sebagai lembaga yang diberi kuasa oleh Undang-undang untuk menyelenggarakan Pemilu yang LUBER dan Jurdil dan seharusnya menjadi wasit yang adil bukan malah ikut ‘bermain’, banyak kita lihat dan juga dilihat oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang diketuai oleh Jimly Assiddiqie, sehingga memberikan peringatan keras bagi beberapa anggota KPU DKI dan Halmahera dan daerah lainnya. “DKPP memutuskan bahwa teradu terbukti melakukan pelanggaran. Dan memerintahkan untuk memberikan peringatan keras kepada para teradu,” ujar Nur Hidayat dalam sidang. Para ketua dan anggota KPU yang diberikan peringatan keras yaitu Ketua KPU DKI Sumarno dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jaksel Iqbal dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jaktim Nurdin dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jakut Abdul Muin dan 4 anggotanya, Ketua KPU Jakpus Arif Buwono dan 4 anggotanya. (sumber : anekainfounik.net)
Meskipun penyelenggaraan pemilu Pileg dan Pileg penuh kekurangan namun proses yang telah di jalankan oleh MK dan keputusan yang dihasilkan wajib di taati oleh seluruh pihak dan memberikan kesempatan kepada presiden terpilih Ir Joko widodo untuk menjalankan pemerintahan ke depan dan membuktikan semua janji-janji kampanyenya. Syabas dan tahniah untuk Jokowi Kalla, dan Salut untuk perjuangan pantang menyerah Prabowo Hatta, merekalah putra terbaik bangsa. Pengabdian mereka dinanti oleh bangsa ini, pengabdian tidak harus dengan menjadi presiden dan pengabdian tidak pernah selesai hanya karena selesainya pemilu.
Sumber : http://ift.tt/1BRLRrG