Kenaikan BBM, Pertaruhan Citra Jokowi
Mungkin kita sepakat, bahwa salah satu beban berat yang ditanggung pemerintahan ke depan adalah hal ihwal subsidi BBM yang begitu besar. Bahkan kalau kita mau jujur, beban berat inilah yang juga ditanggung pemerintahan SBY sekarang. Oleh sebab itu ketika ada wacana kenaikan BBM oleh pemerintahan SBY, saya yang masih ‘hijau’ ini sepakat dengan para ekonom yang berada di dalam barisan pendukung. Alasannya sederhana, opsi menaikkan BBM adalah yang paling logis, rasional dan paling realistis. Dan seperti biasa, dulu ketika wacana BBM bergulir politisi yang suka ‘bergincu’ membangun citra mulai beraksi, dan saat-saat itulah yang sangat memuakkan bagi saya. Mereka menolak layaknya pahlawan rakyat, ketika hari ini banyak di antara politisi yang suka ‘bergincu’ untuk memanen citra mulai berjalan menuju singgasana, terpaksalah mereka menelan ludah sendiri. Merengek meminta pemerintahan sekarang sudi untuk menaikkan harga BBM, kalau tidak sampai ke harga ‘keekonomian’ setidaknya setengah saja. Saling berbagi. Alamak.
SBY Bantu Jokowi Jika SBY Menaikkan Harga BBM?
Pada saat pidato kenegaraan 15 Agustus silam, Presiden SBY menyatakan bahwa ia secara moral wajib membantu presiden baru. Hal itu ditegaskannya kembali melalui akun twitternya pada tanggal 21 Agustus menjelang tengah malam setelah menanggapi pesan yang menganggap dirinya ‘merecoki’ Jokowi.
Komitmen SBY tersebut kemudian banyak dipertanyakan terutama oleh para politisi yang tengah menyiapkan jalannya menunggu singgasana ketika SBY lebih memilih untuk tidak menaikkan harga BBM di akhir masa jabatannya. Keputusan SBY tersebut kemudian banyak ditafsirkan sebagai sebuah bentuk tidak sepenuh hatinya SBY dalam membantu pemerintahan baru nanti. Elit politik pendukung Jokowi dalam beberapa kesempatan mengungkapkan hal tersebut. Tak kurang pengamat perminyakan Kurtubi yang dalam setiap isu kenaikan BBM di era rezim SBY selalu tampil di layar kaca sebagai yang terdepan menolak setiap kenaikan BBM, mengatakan bahwa pangkal masalah BBM harus diselesaikan dari akarnya bukan dengan menaikkan BBM hari ini telah berbalik arah. Dalam beberapa kesempatan baru-baru ini, salah satunya adalah di sebuah acara di Metro TV beberapa waktu lalu Kurtubi menyatakan pemerintah harusnya berani menaikkan subsidi BBM dibanding melakukan pembatasan bla bla bla. Kontan, apa yang disampaikan Kurtubi tersebut langsung ditanggapi oleh politikus Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Kira-kira seperti ini yang disampaikan Jhonny Allen.
“Pak Kurtubi ini dulu dalam setiap kesempatan berdiskusi selalu menolak wacana terkait kenaikan BBM, hari ini nampaknya sudah berbalik arah…”.
Seketika itu Kurtubi pun diam. Demikian juga politisi semacam Maruarar Sirait, Akbar Faisal kini pun mau tidak mau menelan ludah sendiri. Walaupun sebenarnya dalam konteks dulu maupun sekarang, kalau mereka mau jujur subsidi BBM memang sudah menjadi beban bagi APBN kita. Sayang syahwat politik dulu memang lebih menyenangkan untuk diikuti.
Pertanyaannya sekarang, sejauh mana apa yang dikatakan SBY bahwa secara moral ia wajib membantu presiden baru dapat direalisasikan seluruhnya, sehingga tidak ada nada sumbang yang menyatakan bahwa bantuan SBY untuk Jokowi dan pemerintahan yang baru hanya sebatas manis di bibir tapi pahit dalam kenyataannya. Apakah misal dalam konteks subsidi BBM, SBY hanya dianggap tulus membantu Jokowi jika ia menaikkan harga BBM di periode akhir rezim pemerintahannya dan menanggung segala caci maki akibat kebijakan tidak populis tersebut, membiarkan Jokowi lepas dari caci maki tersebut agar SBY sajalah yang menanggung hal tersebut. Apakah tindakan yang diisyaratkan elit politik yang akan berkuasa nanti inilah yang menjadi indikator ketulusan SBY dalam membantu Jokowi.
SBY Juga Manusia
Presiden SBY adalah sosok yang memperhatikan citra, saya kira banyak dari kita setuju dengan hal tersebut. Kalau bisa, tidak ada sedikitpun fase di era pemerintahannya yang membuat ia akan dikenang sebagai pemimpin yang jelek di mata rakyat setelah ia lengser nanti. Namun, namanya harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Ia harus rela citranya jelek di mata masyarakat. Bukan apa-apa, karena memang tidak ada pilihan lain yang bisa diambil selain mengorbankan citra. Salah satunya adalah opsi menaikkan BBM. Bagi mereka yang paham, mereka tidak akan terlalu banyak menghujat SBY karena opsi inilah memang yang paling realistis untuk memastikan bahwa APBN tetap sehat. Namun bagi masyarakat awam, BBM naik berarti semua harga kebutuhan pokok akan naik. Kalau penghasilan tetap, barang yang bisa dibeli dari penghasilan yang tetap tersebut jumlahnya berkurang karena naiknya harga BBM, maka yang salah adala yang telah menaikkan harga BBM.
SBY saya kira sudah ‘kenyang’ dengan komentar-komentar miring dan resistensi dari masyarakat bawah dalam setiap isu kenaikan BBM. Di akhir periode pemerintahannya, ia ingin ‘mendarat’ dengan mulus tidak ada gejolak. Maka menaikkan BBM tentu bukan opsi yang membuat pendaratannya akan mulus menjelang lengsernya ia dari tampuk kekuasaan Oktober nanti. SBY pun juga seorang manusia.
Pertaruhan Citra Jokowi
Jokowi. Sosok ini fenomenal betul. Popularitasnya ibarat roket yang meluncur dengan begitu cepat yang pada akhirnya mengantarkannya ke tampuk kekuasaan tertinggi negeri ini. Citranya sebagai sosok yang sederhana dan dekat dengan rakyat membuatnya banyak dielu-elukan. Pasca keputusan MK, sudah sah ia akan melenggang ke istana. Tugas berat menanti. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Bahkan citra baik pun akhirnya mau tidak mau harus tereduksi. Dan menaikkan BBM, adalah salah satu prioritas yang harus ia kerjakan, dan hal ini pula lah yang paling mengancam citranya dalam waktu dekat ini. Bulan madu pemerintahannya nampak tidak akan berjalan begitu lama.
Hari ini Jokowi harus menjadi sosok pemberani. Meminta para politisi pendukungnya untuk tidak ‘memaksa’ SBY menaikkan harga BBM hanya untuk membuat citranya tetap terjaga di mata rakyat karena tidak memiliki beban untuk menaikkan harga BBM. Ketika nanti Jokowi menaikkan harga BBM, setidaknya para politisi di dekatnya akan tahu bagaimana rasanya berada di lingkar kekuasaan yang menghadapi dilema antara mempertahankan atau mencabut subsidi BBM. Momen kenaikan BBM nanti merupakan momen pertaruhan citra Jokowi, dan juga momen melihat para politisi yang menelan ludah mereka sendiri. Selamat menyaksikan.
Sumber : http://ift.tt/1mE3qSi
SBY Bantu Jokowi Jika SBY Menaikkan Harga BBM?
Pada saat pidato kenegaraan 15 Agustus silam, Presiden SBY menyatakan bahwa ia secara moral wajib membantu presiden baru. Hal itu ditegaskannya kembali melalui akun twitternya pada tanggal 21 Agustus menjelang tengah malam setelah menanggapi pesan yang menganggap dirinya ‘merecoki’ Jokowi.
Komitmen SBY tersebut kemudian banyak dipertanyakan terutama oleh para politisi yang tengah menyiapkan jalannya menunggu singgasana ketika SBY lebih memilih untuk tidak menaikkan harga BBM di akhir masa jabatannya. Keputusan SBY tersebut kemudian banyak ditafsirkan sebagai sebuah bentuk tidak sepenuh hatinya SBY dalam membantu pemerintahan baru nanti. Elit politik pendukung Jokowi dalam beberapa kesempatan mengungkapkan hal tersebut. Tak kurang pengamat perminyakan Kurtubi yang dalam setiap isu kenaikan BBM di era rezim SBY selalu tampil di layar kaca sebagai yang terdepan menolak setiap kenaikan BBM, mengatakan bahwa pangkal masalah BBM harus diselesaikan dari akarnya bukan dengan menaikkan BBM hari ini telah berbalik arah. Dalam beberapa kesempatan baru-baru ini, salah satunya adalah di sebuah acara di Metro TV beberapa waktu lalu Kurtubi menyatakan pemerintah harusnya berani menaikkan subsidi BBM dibanding melakukan pembatasan bla bla bla. Kontan, apa yang disampaikan Kurtubi tersebut langsung ditanggapi oleh politikus Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Kira-kira seperti ini yang disampaikan Jhonny Allen.
“Pak Kurtubi ini dulu dalam setiap kesempatan berdiskusi selalu menolak wacana terkait kenaikan BBM, hari ini nampaknya sudah berbalik arah…”.
Seketika itu Kurtubi pun diam. Demikian juga politisi semacam Maruarar Sirait, Akbar Faisal kini pun mau tidak mau menelan ludah sendiri. Walaupun sebenarnya dalam konteks dulu maupun sekarang, kalau mereka mau jujur subsidi BBM memang sudah menjadi beban bagi APBN kita. Sayang syahwat politik dulu memang lebih menyenangkan untuk diikuti.
Pertanyaannya sekarang, sejauh mana apa yang dikatakan SBY bahwa secara moral ia wajib membantu presiden baru dapat direalisasikan seluruhnya, sehingga tidak ada nada sumbang yang menyatakan bahwa bantuan SBY untuk Jokowi dan pemerintahan yang baru hanya sebatas manis di bibir tapi pahit dalam kenyataannya. Apakah misal dalam konteks subsidi BBM, SBY hanya dianggap tulus membantu Jokowi jika ia menaikkan harga BBM di periode akhir rezim pemerintahannya dan menanggung segala caci maki akibat kebijakan tidak populis tersebut, membiarkan Jokowi lepas dari caci maki tersebut agar SBY sajalah yang menanggung hal tersebut. Apakah tindakan yang diisyaratkan elit politik yang akan berkuasa nanti inilah yang menjadi indikator ketulusan SBY dalam membantu Jokowi.
SBY Juga Manusia
Presiden SBY adalah sosok yang memperhatikan citra, saya kira banyak dari kita setuju dengan hal tersebut. Kalau bisa, tidak ada sedikitpun fase di era pemerintahannya yang membuat ia akan dikenang sebagai pemimpin yang jelek di mata rakyat setelah ia lengser nanti. Namun, namanya harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Ia harus rela citranya jelek di mata masyarakat. Bukan apa-apa, karena memang tidak ada pilihan lain yang bisa diambil selain mengorbankan citra. Salah satunya adalah opsi menaikkan BBM. Bagi mereka yang paham, mereka tidak akan terlalu banyak menghujat SBY karena opsi inilah memang yang paling realistis untuk memastikan bahwa APBN tetap sehat. Namun bagi masyarakat awam, BBM naik berarti semua harga kebutuhan pokok akan naik. Kalau penghasilan tetap, barang yang bisa dibeli dari penghasilan yang tetap tersebut jumlahnya berkurang karena naiknya harga BBM, maka yang salah adala yang telah menaikkan harga BBM.
SBY saya kira sudah ‘kenyang’ dengan komentar-komentar miring dan resistensi dari masyarakat bawah dalam setiap isu kenaikan BBM. Di akhir periode pemerintahannya, ia ingin ‘mendarat’ dengan mulus tidak ada gejolak. Maka menaikkan BBM tentu bukan opsi yang membuat pendaratannya akan mulus menjelang lengsernya ia dari tampuk kekuasaan Oktober nanti. SBY pun juga seorang manusia.
Pertaruhan Citra Jokowi
Jokowi. Sosok ini fenomenal betul. Popularitasnya ibarat roket yang meluncur dengan begitu cepat yang pada akhirnya mengantarkannya ke tampuk kekuasaan tertinggi negeri ini. Citranya sebagai sosok yang sederhana dan dekat dengan rakyat membuatnya banyak dielu-elukan. Pasca keputusan MK, sudah sah ia akan melenggang ke istana. Tugas berat menanti. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Bahkan citra baik pun akhirnya mau tidak mau harus tereduksi. Dan menaikkan BBM, adalah salah satu prioritas yang harus ia kerjakan, dan hal ini pula lah yang paling mengancam citranya dalam waktu dekat ini. Bulan madu pemerintahannya nampak tidak akan berjalan begitu lama.
Hari ini Jokowi harus menjadi sosok pemberani. Meminta para politisi pendukungnya untuk tidak ‘memaksa’ SBY menaikkan harga BBM hanya untuk membuat citranya tetap terjaga di mata rakyat karena tidak memiliki beban untuk menaikkan harga BBM. Ketika nanti Jokowi menaikkan harga BBM, setidaknya para politisi di dekatnya akan tahu bagaimana rasanya berada di lingkar kekuasaan yang menghadapi dilema antara mempertahankan atau mencabut subsidi BBM. Momen kenaikan BBM nanti merupakan momen pertaruhan citra Jokowi, dan juga momen melihat para politisi yang menelan ludah mereka sendiri. Selamat menyaksikan.
Sumber : http://ift.tt/1mE3qSi