Sugiono Justru Menggantung Leher Prabowo
Alih - alih menyelamatkan Prabowo dari jerat yang dikalungkan Novela kepada calon presiden nomor urut 1 tersebut, Sugiono, sang saksi justru mengencangkan ikatan dileher Prabowo.
“Saya ditelpon Tanggal 24 malam, bahwa ada pembukaan kotak suara dicilincing, saya sampaikan bahwa agar yang menelpon saya memvideokan, dan memphoto apa yang terjadi disana sampai saya tiba, Saya tiba disana pukul 3 dini hari tanggal 24.“
Konteksnya adalah tanggal 24 Juli 2014, mungkin sugiono lupa bahwa jika beliau ditelpon tanggal 24 malam, maka jam 3 dini harinya sudah tanggal 25 juli. Belum lagi, ucapan Sugiono yang memaksa Hamdan Zoelva untuk menahan senyumannya, saat “lampu pun sudah redup” diucapkan oleh Sugiono. Tidakkah Sugiono memahami bahwa mau jam berapapun, kualitas yang diberi oleh cahaya lampu akan sama saja, sampai lampu tersebut benar - benar putus sekringnya dan mati. Lampu sudah redup hanya digunakan oleh penulis sastra dan atau fiksi, untuk menggambarkan suasana malam, seperti sebuah kesunyian.
Tapi ada yang lebih bahaya dari konteks perpindahan tanggal yang keliru dan soal lampu yang salah kaprah oleh Sugiono. Adalah tanggal 24 Juli itu sendiri.
Perlu diingat bahwa Rapat Pleno KPU selesai pada tanggal 22 Juli malam, dan KPU melalui Husni Malik mengumumkan Jokowi sebagai pemenang pemilu. Dengan demikian tindakan apapun setelah 22 Juli yang menciderai hasil pemilu, lebih memungkinkan untuk “membalik suara”. Dengan kata lain, tim prabowo lebih berkepentingan untuk mengotak - atik hasil pemilu ketimbang tim Jokowi bahkan KPU.
Dengan kata lain, menyebut tanggal 24 Juli, Sugiono justru sedang ingin menggantung Prabowo dititik kekalahan yang paling memalukan.
Perlu diketahui lagi, bahwa pembukaan kotak suara KPU, bisa dibawa keranah pidana. Seharusnya mengetahui terjadi tindak pidana, tim Prabowo melaporkan ke pihak kepolisian, jika tidak Tim Prabowo, dalam hal ini Sugiono bisa dijebloskan ke hotel prodeo dengan tuduhan “pembiaran tindak pidana dilakukan”, didunia mana pun mengakui bahwa tindakan “pembiaran” bisa dsebut sebagai “membantu melakukan tindak pidana”.
Apalagi, panwascam, yang disebut Sugiono bernama Billy, hendak membakar dokumen negara. Sudah hilangkah kewarasan sugiono, hingga tidak ada niatan untuk membawa persoalan tersebut ke meja hijau, ranah para kejaksaan? atau justru Sugiono sedang memainkan drama baru, untuk membunuh karir politik Prabowo Subianto?
Kita saksikan saja apa yang kemudian akan terjadi pada akhir Drama MK, oleh Prabowo Subianto ini.
Salam Tiga Jari…
Sumber : http://ift.tt/1t1sxmM
“Saya ditelpon Tanggal 24 malam, bahwa ada pembukaan kotak suara dicilincing, saya sampaikan bahwa agar yang menelpon saya memvideokan, dan memphoto apa yang terjadi disana sampai saya tiba, Saya tiba disana pukul 3 dini hari tanggal 24.“
Konteksnya adalah tanggal 24 Juli 2014, mungkin sugiono lupa bahwa jika beliau ditelpon tanggal 24 malam, maka jam 3 dini harinya sudah tanggal 25 juli. Belum lagi, ucapan Sugiono yang memaksa Hamdan Zoelva untuk menahan senyumannya, saat “lampu pun sudah redup” diucapkan oleh Sugiono. Tidakkah Sugiono memahami bahwa mau jam berapapun, kualitas yang diberi oleh cahaya lampu akan sama saja, sampai lampu tersebut benar - benar putus sekringnya dan mati. Lampu sudah redup hanya digunakan oleh penulis sastra dan atau fiksi, untuk menggambarkan suasana malam, seperti sebuah kesunyian.
Tapi ada yang lebih bahaya dari konteks perpindahan tanggal yang keliru dan soal lampu yang salah kaprah oleh Sugiono. Adalah tanggal 24 Juli itu sendiri.
Perlu diingat bahwa Rapat Pleno KPU selesai pada tanggal 22 Juli malam, dan KPU melalui Husni Malik mengumumkan Jokowi sebagai pemenang pemilu. Dengan demikian tindakan apapun setelah 22 Juli yang menciderai hasil pemilu, lebih memungkinkan untuk “membalik suara”. Dengan kata lain, tim prabowo lebih berkepentingan untuk mengotak - atik hasil pemilu ketimbang tim Jokowi bahkan KPU.
Dengan kata lain, menyebut tanggal 24 Juli, Sugiono justru sedang ingin menggantung Prabowo dititik kekalahan yang paling memalukan.
Perlu diketahui lagi, bahwa pembukaan kotak suara KPU, bisa dibawa keranah pidana. Seharusnya mengetahui terjadi tindak pidana, tim Prabowo melaporkan ke pihak kepolisian, jika tidak Tim Prabowo, dalam hal ini Sugiono bisa dijebloskan ke hotel prodeo dengan tuduhan “pembiaran tindak pidana dilakukan”, didunia mana pun mengakui bahwa tindakan “pembiaran” bisa dsebut sebagai “membantu melakukan tindak pidana”.
Apalagi, panwascam, yang disebut Sugiono bernama Billy, hendak membakar dokumen negara. Sudah hilangkah kewarasan sugiono, hingga tidak ada niatan untuk membawa persoalan tersebut ke meja hijau, ranah para kejaksaan? atau justru Sugiono sedang memainkan drama baru, untuk membunuh karir politik Prabowo Subianto?
Kita saksikan saja apa yang kemudian akan terjadi pada akhir Drama MK, oleh Prabowo Subianto ini.
Salam Tiga Jari…
Sumber : http://ift.tt/1t1sxmM