Suara Warga

Soal HAM di Era SBY, Kontras Harusnya Lebih Objektif

Artikel terkait : Soal HAM di Era SBY, Kontras Harusnya Lebih Objektif

Isu HAM (Hak Asasi Manusia) menurut saya “ngeri-ngeri sedap” di negara beragam dengan berbagai suku bangsa dan agama seperti Indonesia. Gesekan tak hanya terjadi antarsuku bangsa atau agama, tetapi juga secara internal di entitas suku atau agama tertentu. Saya yakin tak ada negara di dunia yang memiliki keberagaman seperti Indonesia. Maka, penanganan HAM di Indonesia pun otomatis paling sulit.

Kendala itu dirasakan dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya di Indonesia. Seperti kita tahu, masih banyak kasus yang masuk kategori kasus HAM sampai kini belum selesai, padahal terjadi di masa lalu (misal di era Sukarno dan Soeharto).

LSM HAM Kontras melalui Ketua Biro Penelitian Hukum dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Chrisbiantoro menilai selama 10 tahun era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), penanganan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih minim.

Chrisbiantoro melihat, semasa SBY menjabat aksi diskriminasi terhadap kelompok minoritas, masih berjalan cukup konsisten. Menurut Chribiantoro, ketegasan SBY dalam menyikapi kasus-kasus pelanggaran HAM masih bersifat normatif dalam artian masih dikemukakan dalam bentuk verbal berupa pernyataan-pernyataan. Sementara dari sisi implementasi, dinilai masih minim.

Selengkapnya silakan baca ini.

Penilaian tidak objektif

Menurut saya penilaian Kontras soal penanganan HAM di era SBY tidak objektif dan cenderung mengada-ada. Tidak objektif karena jika Kontras melakukan perbandingan misalnya dengan maa pemerintahan sebelumnya, Megawati (1999-2004), dimana Munir terbunuh, maka keberlangsungan perlindungan HAM sudah sangat jauh membaik di masa SBY.

Jika Kontras menyatakan contoh kasus Ahmadiyah di Cikeusik dan Syiah di Sampang, maka Kontras mengada-ada dan memaksakan kehendak. Harus diingat, pelaku pelanggaran di kedua kasus sudah dihukum sesuai aturan hukum yang berlaku. Langkah-langkah sesuai prosedur juga sudah dilakukan. Lalu, maunya bagaimana sebenarnya?

Dalam hal ini juga kadang Kontras tidak fair. Mengapa korban tewas kasus mirip Sampang di Jember (Ambulu) tidak dibicarakan. Padahal ada korban tewas juga sama satu orang. Apa karena yang menjadi korban adalah mayoritas (Ahlussunah Wal Jamaah), lalu tidak dianggap pelanggaran HAM oleh Kontras. Lalu bagaimana dengan wanita-wanita Muslim di Bali yang dilarang memakai jilbab di Bali, kan itu juga melanggar HAM. Atau tidak menurut Kontras!

Jujur, saya masih sangat kebingungan melihat soal HAM ini. Bahkan seringkali HAM ini sangat “Barat” sekali dan dijadikan instrumen oleh “Barat” memuluskan agenda penguasaan ekonomi di negara-negara berkembang. Kita lihat saja kelakuan Amerika Serikat yang atas nama HAM menyerang berbagai negara…Ckckck.

Penanganan HAM era SBY diapresiasi dunia

Seharusnya Kontras juga mempertimbangkan hal-hal berikut dalam penilaiannya. Bahwa, di era Presiden SBY, penegakkan HAM mendapat tempat terbaik. Hal ini sejalan dengan berbagai kebijakan yang memungkinkan ruang-ruang demokrasi terbuka lebar.

Konflik di NAD dapat terselesaikan melalui MoU tanpa pertumpahan darah, bahkan pengakuan AS akan keberhasilan Indonesia dalam penegakan HAM dan demokrasi semakin ditegaskan dengan kunjungan kenegaraan Menlu AS Hillary Rodham Clinton pada medio Februari 2009.

Selain itu, Indonesia juga mendapat kehormatan menjadi anggota Dewan HAM PBB dalam dua periode berturut-turut (2006-2007, 2007-2010) bahkan Dubes Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB terpilih sebagai Wakil Presiden Dewan HAM PBB untuk periode Juni 2009 - Juni 2010 mewakili Kelompok Asia.

Sebagai catatan, Dewan HAM mulai dibentuk pada World Summit tahun 2005 untuk menggantikan posisi Komisi HAM PBB yang dinilai tidak lagi berimbang dan netral karena banyak dipengaruhi kepentingan-kepentingan politis. Dewan HAM PBB merupakan lembaga sangat bergengsi di sistem PBB dan merupakan satu-satunya badan PBB yang dimandatkan untuk melakukan pemajuan dan perlindungan HAM global, selain konvensi atau hukum internasional HAM.

Terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM pada periode awal pembentukan Dewan HAM menunjukan kepercayaan masyarakat internasional terhadap komitmen dan kepemimpinan Indonesia di forum multilateral khususnya di bidang HAM. Hal tersebut mencerminkan kepercayaan masyarakat internasional atas kemampuan Indonesia dalam penanganan isu HAM di tingkat domestik dan internasional, serta terhadap agenda pemajuan HAM yang diusung oleh Indonesia.

Ya, kontras tidak secara objektif mengakui fakta-fakta itu!




Sumber : http://ift.tt/1zqVmtT

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz