Suara Warga

Sejarah Panjang Transisi Kepemimpinan Indonesia

Artikel terkait : Sejarah Panjang Transisi Kepemimpinan Indonesia

14093916651670263888

Sumbergambar: google.com

Dalam sejarah Indonesia belum pernah memberikan pelajaran mengenai alih kekuasaan yang baik dan patut untuk dijadikan contoh. Kalaulah ada memang terdapat sebuah catatan sejarah tentang alih kepemimpinan yang catatannya cenderung dimanipulasi atau sesuai selera si pemimpin yang berkuasa pada saat itu.

Misalnya saja pada jaman Orde Baru, kepemimpinannya di bawah Presiden Soeharto ketika itu berkuasa, tercatat samar dalam sejarah Indonesia. Menurut Soeharto, ketika itu terjadi bukanlah pengambilalihan kekuasaan akan tetapi penyerahan secara damai melalui Surat Perintah 11 Maret atau yang dikenal dengan SUPERSEMAR, yang hingga saat ini belum terungkap bagaimana yang terjadi sebenarnya. Tidak ada yang mengetahui secara persis mengenai peralihan pemerintahan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto selain catatan sepihak dari rezim Soeharto yang dijejalkan kepada kita melalui buku sejarah, pelajaran dari para guru kita, bahkan melalui film.

Generasi muda kita pada saat itu dijejali dengan sejarah versinya Soeharto sementara para orang tua kita mengetahui secara persis bagaimana terjadinya peristiwa tersebut bahkan mungkin sebagian menjadi pelaku atau penyaksi sejarah itu sendiri. Akan tetapi, dalam menghadapi kebohongan sejarah, orang tua kita tidak berani untuk meluruskannya. Stigma “melawan kekuasaan” atau dicap sebagai “PKI” sangatlah ampuh memunculkan ketakutan massa pada saat itu.

Pada akhirnya sejarah Indonesia menjadi santapan empuk sejarawan asing. Mereka ramai-ramai mendokumentasikan perjalanan bangsa kita dengan kacamatanya sendiri. Hasilnya, muncullah catatan sejarah bahwa alih kekuasaan pada saat itu atau sekitar tahun 1965 telah memakan korban 500 ribu orang hingga satu juta manusia.

Sejarah yang mengerikan itu, kembali terulang ketika alih kekuasaan dari Orde Baru ke Era Reformasi. Dengan krisis moneter yang berkembang menjadi krisisi sendi, temasuk juga krisisi sosial dengan kerusuhan dan juga penjarahan yang sangat mengerikan itu trjadi pada tahun 1998. Sejarah yang sampai saat ini masih belum menemukan titik terangnya itu, akan selalu menjadi catatan aejarah yang mengerikan dan buruk bagi bangsa ini.

Kemudian, setelah Era Reformasi, alih kekuasaan dengan damai dan tidak berdarah-darah, akan tetapi selalu saja bermasalah secara politik. Sebut saja ketika periode BJ Habibie menjadi Presiden akibat Soeharto menyatakan berhenti pada 20 Mei 1998. Pemerintahan BJ Habibie mewarisi sejumlah masalah, rupiah yang sempat terjerembab hingga Rp16 ribu per dolar, bisa diturunkan menjadi di bawah Rp 10 ribu. Politik juga relatif stabil, inflasi juga terjaga, dan ukuran kesuksesan lainnya. Namun pertanggung jawaban Habibie ditolak oleh MPR karena alasan Habibie “anak kandung politik” Soeharto.

Presiden yang baik bisa menjadi dianggap tidak baik karena zaman yang tidak cocok. Itulah nasib Habibie. Akhirnya pemilihan umum digelar yang kemudian naiklah Abdurrahman Wahid, tokoh yang bukan berasal dari pemenang pemilihan umum. Pemenang pemilihan 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Waktu itu, MPR memiliki pilihan “asal bukan Megawati”, maka jadilah Gus Dur sebagai presiden.

Nasib Gus Dur juga dengan mudah diombang-ambingkan MPR. Akhirnya Megawati naik tahta di pertengahan jalan. Ketika periode Megawati habis tahun 2004, putri dari Soekarno ini maju dalam pemilihan presiden yang pada waktu itu untuk pertama kalinya pemilihan umum secara langsung. Kemudian tampillah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pada saat itu beliau mendirikan Partai Demokrat sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat. Meskipun pada saat itu Partai Demokrat bermodal suara Cuma 7,4 persen, akan tetapi mampu mengantarkan SBY ke tampuk kursi presiden. Dan itulah yang membuat Megawati “sesak napas” dan hingga kini ketua umum partai terlama dalam sejarah reformasi itu tidak akur dengan SBY. Apalagi SBY menang secara telak pada pemilihan presiden 2009.

Saat ini, kendati suara dari Partai Demokrat anjlok dan hanya mendapat 10 persen suara. Jangankan mengantar seseorang menjadi seorang presiden, untuk mencalonkan saja Partai Demokrat tidak bisa pada pemilihan presiden 2014 yang lalu. Walaupun begitu, dengan sikap sebagai seorang negarawan hebat, SBY memimpin transisi kekuasan dengan sangat mulus dan pantas dicatat dalam sejarah Indonesia. Beliau beri selamat PDIP yang menang pada pemilihan legislatif, kemudian beliau jabat erat Joko Widodo yang terpilih sebagai presiden.



Bahkan pada pertemuan di Bali pada 27 Agustus yang lalu, SBY-Jokowi membahas RAPBN 2015, sesuatu yang tidak pernah dilakukan pemimpin sebelumnya. Ketika SBY naik menjadi presiden pada tahun 2004, beliau seperti masuk ke dalam hutan. Sekarang, Jokowi menjadi presiden dengan gambaran yang terang benderang. Sebuah tradisi baru tranisi kepemimpinan nasional yang elok dan menjadi sejarah penting bangsa ini.

Salam Kompasiana




Sumber : http://ift.tt/1psRLLN

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz