Saran untuk Presiden Terpilih Jokowi terkait BBM
Selepas pertemuan Presiden SBY dan Presiden terpilih Jokowi beberapa waktu lalu di Bali banyak spekulasi berkembang mengenai apa isi pembicaraan kedua tokoh ini. Spekulasi ini berakhir setelah Menkopolhukkam Djoko Suyanto menyampaikan pokok-pokok pertemuan kedua tokoh tersebut. Salah satu yang menarik adalah keengganan Presiden SBY untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di akhir masa jabatannya meskipun faktanya antrian BBM di sejumlah BBM sudah bersifat massal. Alasan tidak menaikkan BBM ini adalah karena pemerintah SBY sudah menaikkan BBM di akhir tahun lalu, kemudian menaikkan gas elpiji bersubsidi 12 kg dan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) di tahun 2014 ini. Kebijakan pemerintah melalui PT. Pertamina melakukan pembatasan jumlah kuota BBM sampai akhir 2014 ini dari 48 juta kilo liter menjadi 46 juta kilo liter telah mengakibatkan BBM langka di sejumlah daerah. Lantas apakah Presiden Jokowi akan menaikkan harga BBM setelah pelantikan 20 Oktober nanti? Sebagai warga bangsa, saya turut merasakan dilema yang dihadapi presiden terpilih atas keadaan ini. Untuk itu saya akan menyampaikan saran-saran yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh pak Jokowi. Pertama, menaikkan harga BBM adalah suatu keniscayaan, masalahnya adalah kapan waktu yang tepat untuk menaikkannya. Seperti kita ketahui bahwa dampak kenaikan BBM ini sangat luas karena hampir semua harga-harga barang akan naik jika harga BBM naik. Di jaman sekarang ini tak ada yang bisa dilepaskan dari BBM, semua aktivitas, baik langsung atau tidak langsung, pasti menggunakan BBM. Oleh karenanya saran saya yang pertama adalah sosialisasikan seluas-luasnya ke rakyat tentang kenapa pemerintah harus menaikkan harga BBM. Subsidi BBM harus dialihkan ke yang lebih penting seperti kesehatan dan pendidikan, karena subsidi BBM banyak juga dinikmati oleh orang kaya yang punya mobil banyak. Sosialisasi ini butuh waktu dan tenaga. Kedua, berhubungan dengan saran yang pertama dimana sosialisasi butuh waktu maka seiring berjalannya waktu persediaan BBM juga akan semakin menipis. Oleh karenanya saran saya yang kedua, ajak masyarakat seluas-luasnya untuk melakukan Gerakan Hemat BBM secara nasional beserta cara berhematnya misalnya dengan mengurangi pemakaian mobil pribadi dan beralih ke angkutan umum/angkutan massal. Jika sebelumnya menggunakan sepeda motor untuk bepergian kurang dari 5 km ke mini market, pasar, dll., sekarang beralihlah menggunakan sepeda atau jalan kaki. Karena sebagian listrik juga menggunakan BBM maka hematlah listrik dengan menggunakan seperlunya. Matikan lampu yang tidak perlu. Ganti lampu pijar dengan lampu hemat energi. Yang tadinya menggunakan dua lemari es, sekarang cukup satu. Pendingin ruangan saat tidur malam harinya tadinya suhunya dibuat 20-24 derajat sekarang dibuat 25-27 derajat. Matikan pesawat televisi jika sudah tidak ditonton di malam hari. Dan masih banyak yang bisa dilakukan. Ingatlah bahwa hemat energi berarti hemat biaya. Jika ini dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia maka saya yakin kita bisa menghemat BBM sampai 20-30%. Saran saya yang ketiga adalah naikkan BBM secara bertahap, misalnya Rp. 500 – Rp.1.000 per kenaikan sehingga masyarakat tidak kaget. Apakah dengan bertahap justru membuat harga-harga yang lain naiknya beberapa kali? Bisa iya, bisa tidak. Bertahap ini maksudnya agar dampak kenaikan ini tidak terlalu memberatkan rakyat. Jika persentase kenaikannya relatif kecil dan bertahap maka rakyat akan lebih siap menerimanya.
Permasalahan menaikkan harga BBM bukan hanya siap atau tidak siap menjadi tidak populer tapi lebih dari itu. Selain masalah ekonomis dan subsidi yang harus tepat sasaran, juga ada masalah sosial, psikologis, dan politis. Jangan sampai rakyat yang baru saja mengalami kegembiraan politik dengan berpartisipasi di pilpres menjadi sakit hati, kecewa dan marah karena menilai alih-alih menepati janji kampanye malah pemerintahan Jokowi menyengsarakan rakyatnya karena kebijakan menaikkan harga BBM tanpa sosialisasi yang memadai, ajakan gerakan berhemat dan naiknya secara bertahap. Semoga saran saya dapat dipertimbangkan oleh pak Presiden terpilih, Ir. H. Joko Widodo. Semoga saja. (ins.saputra).
Sumber : http://ift.tt/1lkoSQJ
Permasalahan menaikkan harga BBM bukan hanya siap atau tidak siap menjadi tidak populer tapi lebih dari itu. Selain masalah ekonomis dan subsidi yang harus tepat sasaran, juga ada masalah sosial, psikologis, dan politis. Jangan sampai rakyat yang baru saja mengalami kegembiraan politik dengan berpartisipasi di pilpres menjadi sakit hati, kecewa dan marah karena menilai alih-alih menepati janji kampanye malah pemerintahan Jokowi menyengsarakan rakyatnya karena kebijakan menaikkan harga BBM tanpa sosialisasi yang memadai, ajakan gerakan berhemat dan naiknya secara bertahap. Semoga saran saya dapat dipertimbangkan oleh pak Presiden terpilih, Ir. H. Joko Widodo. Semoga saja. (ins.saputra).
Sumber : http://ift.tt/1lkoSQJ