Suara Warga

Korelasi Kenaikan Harga BBM dan Revolusi Mental

Artikel terkait : Korelasi Kenaikan Harga BBM dan Revolusi Mental

140931010219469855

Sepanjang minggu ini, yang lagi jadi trending topik adalah Kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), namun demikan apa salahnya jika kita menarik korelasi dengan isu lainnya, yaitu “revolusi mental”, karena kedua isu ini sangat berkaitan dengan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).

Kenaikan harga BBM harus dipahami dalam perspektip matematisnya adalah sebagai akibat pengurangan “subsidi pemerintah”, dan bukan sebagai kenaikan target keuntungan atau kenaikan biaya produksi oleh Pertamina. Subsidi BBM ini sebesar 300 trilyun rupiah dipandang akan sangat memberatkan APBN-P 2014 dan sebagai penyebab defisitnya anggaran tersebut.

Perhitungan kasar, jika subsidi ini dialokasikan langsung kepada masyarakat, baik yang kaya maupun miskin, yang bayi hingga sudah tua, pemilik kendaraan atau bukan, sebagaimana sensus penduduk terakhir sebanyak 250 juta jiwa, maka masing2 akan menerima sejumlah Rp. 1.200.000,-. Ini dapat diartikan lagi bahwa jika setiap keluarga terdiri dari 4 jiwa (orang tua plus 2 anak), mereka akan menerima Rp. 4.800.000,-

Sesuai dengan amanat UUD 1945, Negara membiayai para fakir miskin dan anak terlantar. Dengan demikian, Pemerintah melalui kewenangan dan kepercayaan yang dimilikinya, mestinya mengutamakan alokasi subsidi tersebut kepada rakyat kecil (miskin) terlebih dahulu. Jadi jika UUD 1945 ini dilaksanakan, maka subsidi tersebut selayaknya diberikan semua kepada masyarakat miskin saja, dalam bentuk apa?, nanti, perlu ada pembahasan tersendiri.

Pada kenyataannya, subsidi ini justru tidak dinikmati oleh (banyak) rakyat miskin secara langsung maupun tidak langsung. Rakyat miskin di pelosok dan tersebar didaerah2, banyak yang bahkan tidak memiliki kendaraan bermotor pemakai BBM !!!. Dan ribuan keluarga yang lainnya hanya memiliki 1 unit sepeda motor dengan konsumsi rata2 tidak lebih dari 10 liter saja dalam seminggu !!!

Siapa yang menikmati Subsidi?

Kalau Anda perhatikan, distribusi dan pemakaian BBM tentu saja golongan masyarakat yang kaya dan “sangat beruntung”. Mereka rata2 memiliki mobil, yang bahkan kadang2 lebih dari 1 unit, tanpa merasa telah mengambil jatah warga miskin, bahkan tanpa memperdulikan penghematan, mereka menyalakan AC sepanjang perjalanan yang tentu 10 liter hanya cukup sehari saja karena konsumsi BBMnya semakin boros.!!!!

Hal itu belum seberapa, lihat saja perusahaan2 bonafid yang dimiliki perorangan maupun kelompok “the have”, puluhan mobil berjajar didepan kantornya, ratusan mobil mungkin mereka miliki untuk dikirim kecabang2nya. Lalu bagaimana kendaraan2 besar dengan konsumsi wah, yang biasa dipakai untuk proyek2 pertambangan? uhhh, pasti Anda akan terkaget2 melihat statistik, karena mereka masih menggunakan BBM BERSUBSIDI !!!!.

Jadi, intinya kaum kayalah yang menikmati subsidi negara, bukan kaum miskin sebagaimana diamanatkan UUD 1945.!!!!!.

Mengalirkan subsidi kepada kaum miskin.

kita bicara tentang subsidi BBM, belum bicara subsidi yang lain, yaitu besaran uang 300 trilyun (mendekati 400 trilyun di APBN 2015). Berdasar peraturan perundangan, kita lebih mudah merubah harga BBM dibanding merubah kuota yang sudah disepakati antara Pemerintahan sekarang dan Dewan. Dengan demikian kita fokuskan saja pada permasalahan perubahan harga BBM, agar subsidi mengalir deras ke masyarakat miskin, tidak terserap kaum the have tadi. Caranya?.

Ada beberapa cara, tetapi saya mengusulkan salah satu cara saja, yaitu tidak menjual BBM bersubsidi kepada semua kendaraan roda 4 dan kendaraan kelas berat lainya, baik yang dimiliki oleh pribadi2, perusahaan2, proyek2 pertambangan, dlsb, kecuali untuk angkutan umum reguler yang bukan kelas eksekutip, sejenis angkutan kota (angkot) atau bis penumpang antar kota.

Secara tehnis pelaksanaan, pasti para punggawa Pertamina mengetahui caranya, bagaimana mendistribusikannya, bagaimana menyetop pengiriman tangki2 BBM subsidi kelokasi2 pabrik, lokasi2 penambangan dst. Di SPBU, BBM non Subsidi dijual untuk kendaraan roda 4, sedang BBM Subsidi hanya diperuntukan motor (sudah punya jalur sendiri) dan Angkutan umum saja.

Jika ini dilaksanakan, penghematan diharapkan setidaknya mengarah ke 50% dari subsidi, dan dengan demikian dana yang besar tersebut bisa dialihkan untuk Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, perbaikan sarana di pemukiman2 pelosok tanah air, pemberian pupuk, perbaikan sarana dan prasarana jalan dan banyaaaak lagi hal yang lebih bermanfaat.

Hubungan Revolusi Mental dengan Harga BBM Bersubsidi .

Revolusi mental yang digagas oleh Presiden terpilih Jokowi, salah satunya adalah “arah” memperbaiki mindset setiap warga negara agar lebih bertanggung jawab, mempunyai rasa memiliki dan lebih memperhatikan permasalahan bangsa.

Setiap insan dituntut untuk menjaga dan melaksanakan peraturan dan hukum, dengan demikian setiap masyarakat memiliki pula hak untuk mengawasi jalannya pelaksaan penjualan BBM Bersubsidi dan BBM Non Subsidi.

Dengan kata lain, penjualan BBM oleh pertamina tersebut selain diawasi langsung oleh sistim internal yang telah mereka bangun, juga masyarakat diberdayakan dan diajak dan diarahkan untuk ikut mengawasi, karena hasil penghematan subsidi yang diperoleh adalah jatah mereka.

Kaum Kaya, pasti ada sebagian diantara mereka, yang memiliki rasa toleransi dan nasionalisme yang kuat, tentu akan terpanggil hatinya, akan iktu berpartisipasi demi kesejahteraan Ibu Pertiwi.

Pemerintah dapat menerapkan hukum yang ketat tanpa pandang bulu, dan bagi penimbun hingga mafia minyak, semoga segera sadar sebelum terlambat.

Semoga saja.




Sumber : http://ift.tt/1sOzGWb

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz