BBM BERSUBSIDI KARTU TRUF SBY
Menarik mengamati peralihan Kekuasaan dari rejim SBY ke rejim Jokowi, dalam beberapa hari terakhir kita dihadapkan pada isu kenaikan BBM bersubsidi . Di Bali sudah dilangsungkan pertemuan antara SBY dan Jokowi mengenai transisi kekuasaan dan sala satu agendanya adalah berbicara soal APBN 2015 dimana yang menjadi persoalan utamanya adalah soal besarnya angka subsidi energi,yakni mencapai 433,5 trilun rupiah.Kita menyambut dan menghargai hal ini sebagai tradisi baru yang positif yang berupayah dibangun SBY,sayang substansi persoalan yang dibahas menemui jalan buntu. “Terus terang, tadi malam secara khusus saya minta kepada Pak SBY menekan defisit APBN dengan menaikkan harga BBM,” ujar Jokowi di Balaikota, Kamis (28/8/2014) pagi.
“Jawabannya, ya beliau menyampaikan bahwa saat ini kondisinya dianggap masih kurang tepat untuk menaikkan BBM,” ujar Jokowi.
Jokowi menyayangkan langkah SBY tersebut. Sebab, ia merasa anggaran subsidi energi membebani APBN 2015, belum lagi anggaran yang disediakan demi membayar utang luar negeri.
Jumlah alokasi subsidi energi dalam RAPBN 2015 mencapai Rp 433,5 triliun. Adapun jumlah alokasi untuk utang mencapai Rp 154 triliun. “Sangat membebani,” ujar dia.
Demikian Kompas.com
Memang isu kenaikan Harga BBM merupakan ujian berat pertama yang harus dihadapi Jokowi pada seratus hari pemerintahannya, Kebijakan soal BBM bagi pemerintahan manapun selama ini seperti buah simalakama, maju kena mundur kena. Bagaiman tidak dengan subsidi BBM sebesar hampir 300 triliun diluar subsidi listrik, jelas sangat membebani APBN,belum lagi dana untuk membayar utang 154 trliun.Akan tetapi menaikkan BBM tentu bukan msalah yang mudah,faktor resiko yang akan muncul seperti kenaikan harga dan inflasi harus dihitung secara cermat,sebelum menaikkan pun akan terjadi resistensi dan penolakan yang akan muncul dimana-mana.Dengan kondisi APBN seperti ini, ruang gerak fiskal bagi Jokowi untuk memuluskan janji kampanyenya sangatlah sempit.Untuk itu Jokowi meminta presiden SBY untuk menekan defisit APBN 2015 ini dengan menaikkan harga BBM,sayang hal ini tidak mendapat respon yang baik dari SBY dengan alasan belum tepat saatnya untu menaikkannya, sebuah alasan klise yang sangat diplomatis.
Melihat hal demikian tidaklah berlebihan kalau kita menduga bahwa hal kenaikan BBM bersubsidi ini akan sengaja di Mainkan SBY untuk menjadi bargaining posisi partai Demokrat ,partai besutan SBYdalam bernegosiasi dengan koalisi Jokowi JK. Disatu sisi Jokowi JK masih butuh tambahan dukungan di Parlemen,sisi yang Lain Jokowi akan lebih ringan melangkah jika SBY menaikkan harga BBM,yang berarti Ia tidak akan jadi bulan-bulanan menghadapi gelombang demonstrasi menolak kenaikan BBM. Skenario yang dapat kita duga adalah SBY akan menaikkan harga BBM jika keinginan partai Demokrat terakomodir dalam pemerintahan JOKOWI JK,jika tidak maka pemerintahan Jokowi JK yang akan menanggung resikonya. Jadi tidakla berlebihan jika kita menduga bahwa isu ini merupakan kartu truf bagi SBY,untuk menghadapi Jokowi JK yang jau-jauh hari menetapkan koalisi tanpa syarat bagi partai lain untuk bergabung dengan pemerintahan mereka.Di lain Pihak soal kenaikan BBM ini bisa juga digunakan SBY untuk balas dendam kepada PDIP yang ngotot melawan kenaikan BBM saat pemerintahan SBY melakukannya,pun bisa digunakan partai koalisi merah Putih untuk membuly Jokowi JK di Parlemen.
Bagi Jokowi sendiri pasti akan mengambil tanggung jawab ini suka tidak suka, apalagi beliau yang di topang oleh sosok JK yang sudah sangat pengalaman dengan persoalan ini tentu punya langkah dan skenario yang akan dilakukannya. Jika opsi pemerintahan Jokowi yang harus menaikkan harga BMM tentu diperlukan persiapan yang matang dan mantap,termasuk sosialisasi kepada publik,bahwa subsidi BBM penikmatnya hanya kelas menengah keatas(pemilik mobil) atau yang berduit,padahal subsidi yang benar adalah bagi rakyat yang belum mampu berdaya secara mandiri,bahwa subsidi hampir 300 trliun per tahun hanya habis dibakar dijalanan. Bayangkan jika angka 300 triliun ini dialihkan kepada sektor-sektor produktif.,Seperti pembangunan irigasi,subsidi pupuk,pembangunan sekolah,rumah sakit,pembiayaan kesehatan,pendidikan,kredit UMKM dll tentu manfaatnya akan lebi baik dan tepat sasaran.
Tentu Pemerintahan Jokowi JK juga mesti menyiapkan langkah yang tepat agar pengalihan subsidi ini benar-benar langsung dirasakan masyarakat dan tepat sasaran.
Bagi publik , kita sebenarnya menginginkan agar transisi kekuasaan ini berlangsung dengan sangat baik,yang berarti pemerintahan hari ini meninggalkan pondasi yang kuat, berupa APBN yang sehat dan memadahi yang dapat digunakan pemerintahan berikutnya melaksanakan seluruh program yang sudah janjikan. Akan tetapi sayang realitas politik hari ini tidakla demikian,segalah sesuatunya akan digunakan untuk memperkuat posisi tawar kepentingan.Kita masih berharap sikap negarawan SBY untuk benar-benar memikirkan kepentingan rakyat diatas kepentingan partainya,dengan cara meninggalkan APBN yang sehat bagi pemerintahan JOKOWI JK. Semoga.
Sumber : http://ift.tt/VSrF8a
“Jawabannya, ya beliau menyampaikan bahwa saat ini kondisinya dianggap masih kurang tepat untuk menaikkan BBM,” ujar Jokowi.
Jokowi menyayangkan langkah SBY tersebut. Sebab, ia merasa anggaran subsidi energi membebani APBN 2015, belum lagi anggaran yang disediakan demi membayar utang luar negeri.
Jumlah alokasi subsidi energi dalam RAPBN 2015 mencapai Rp 433,5 triliun. Adapun jumlah alokasi untuk utang mencapai Rp 154 triliun. “Sangat membebani,” ujar dia.
Demikian Kompas.com
Memang isu kenaikan Harga BBM merupakan ujian berat pertama yang harus dihadapi Jokowi pada seratus hari pemerintahannya, Kebijakan soal BBM bagi pemerintahan manapun selama ini seperti buah simalakama, maju kena mundur kena. Bagaiman tidak dengan subsidi BBM sebesar hampir 300 triliun diluar subsidi listrik, jelas sangat membebani APBN,belum lagi dana untuk membayar utang 154 trliun.Akan tetapi menaikkan BBM tentu bukan msalah yang mudah,faktor resiko yang akan muncul seperti kenaikan harga dan inflasi harus dihitung secara cermat,sebelum menaikkan pun akan terjadi resistensi dan penolakan yang akan muncul dimana-mana.Dengan kondisi APBN seperti ini, ruang gerak fiskal bagi Jokowi untuk memuluskan janji kampanyenya sangatlah sempit.Untuk itu Jokowi meminta presiden SBY untuk menekan defisit APBN 2015 ini dengan menaikkan harga BBM,sayang hal ini tidak mendapat respon yang baik dari SBY dengan alasan belum tepat saatnya untu menaikkannya, sebuah alasan klise yang sangat diplomatis.
Melihat hal demikian tidaklah berlebihan kalau kita menduga bahwa hal kenaikan BBM bersubsidi ini akan sengaja di Mainkan SBY untuk menjadi bargaining posisi partai Demokrat ,partai besutan SBYdalam bernegosiasi dengan koalisi Jokowi JK. Disatu sisi Jokowi JK masih butuh tambahan dukungan di Parlemen,sisi yang Lain Jokowi akan lebih ringan melangkah jika SBY menaikkan harga BBM,yang berarti Ia tidak akan jadi bulan-bulanan menghadapi gelombang demonstrasi menolak kenaikan BBM. Skenario yang dapat kita duga adalah SBY akan menaikkan harga BBM jika keinginan partai Demokrat terakomodir dalam pemerintahan JOKOWI JK,jika tidak maka pemerintahan Jokowi JK yang akan menanggung resikonya. Jadi tidakla berlebihan jika kita menduga bahwa isu ini merupakan kartu truf bagi SBY,untuk menghadapi Jokowi JK yang jau-jauh hari menetapkan koalisi tanpa syarat bagi partai lain untuk bergabung dengan pemerintahan mereka.Di lain Pihak soal kenaikan BBM ini bisa juga digunakan SBY untuk balas dendam kepada PDIP yang ngotot melawan kenaikan BBM saat pemerintahan SBY melakukannya,pun bisa digunakan partai koalisi merah Putih untuk membuly Jokowi JK di Parlemen.
Bagi Jokowi sendiri pasti akan mengambil tanggung jawab ini suka tidak suka, apalagi beliau yang di topang oleh sosok JK yang sudah sangat pengalaman dengan persoalan ini tentu punya langkah dan skenario yang akan dilakukannya. Jika opsi pemerintahan Jokowi yang harus menaikkan harga BMM tentu diperlukan persiapan yang matang dan mantap,termasuk sosialisasi kepada publik,bahwa subsidi BBM penikmatnya hanya kelas menengah keatas(pemilik mobil) atau yang berduit,padahal subsidi yang benar adalah bagi rakyat yang belum mampu berdaya secara mandiri,bahwa subsidi hampir 300 trliun per tahun hanya habis dibakar dijalanan. Bayangkan jika angka 300 triliun ini dialihkan kepada sektor-sektor produktif.,Seperti pembangunan irigasi,subsidi pupuk,pembangunan sekolah,rumah sakit,pembiayaan kesehatan,pendidikan,kredit UMKM dll tentu manfaatnya akan lebi baik dan tepat sasaran.
Tentu Pemerintahan Jokowi JK juga mesti menyiapkan langkah yang tepat agar pengalihan subsidi ini benar-benar langsung dirasakan masyarakat dan tepat sasaran.
Bagi publik , kita sebenarnya menginginkan agar transisi kekuasaan ini berlangsung dengan sangat baik,yang berarti pemerintahan hari ini meninggalkan pondasi yang kuat, berupa APBN yang sehat dan memadahi yang dapat digunakan pemerintahan berikutnya melaksanakan seluruh program yang sudah janjikan. Akan tetapi sayang realitas politik hari ini tidakla demikian,segalah sesuatunya akan digunakan untuk memperkuat posisi tawar kepentingan.Kita masih berharap sikap negarawan SBY untuk benar-benar memikirkan kepentingan rakyat diatas kepentingan partainya,dengan cara meninggalkan APBN yang sehat bagi pemerintahan JOKOWI JK. Semoga.
Sumber : http://ift.tt/VSrF8a