Suara Warga

Paradigma (Esai Orang Pinggiran)

Artikel terkait : Paradigma (Esai Orang Pinggiran)

Paradigma (Esai orang pinggiran)

Setelah kau tinggalkan lipstikmu di gelas itu. Aku tidak pernah lagi melihat kamu. Siklus waktu terus berjalan pada syarat cuaca, ditakdirkan berubah-ubah oleh alam. Tapi siapa berani merubah alam? Para penipu, para pencuri dan kaum culas. Baik dan benar, monggo, silahkan, kata, oto-kritik, bagus dan indah untuk kepentingan umum. Tapi, tidak, dengan cara anarkisme kultur struktural.

Menghakimi dengan sumpah-serapah, itu, tidak indah. Pendekar sakti bersilat tanpa pedang. Oh, itu, pedoman kuno, “the jadul”. Zaman kini pendekar memakai senjata Rudal dan M-16. Bahkan bisa dibeli di pasar gelap dan setengah terang, konon. Ada teknologi, untuk apa memakai gaya “the jadul”. Tak ada manusia anti peluru, kecuali rel baja kereta api, atau tank baja buatan Amrik atau Rusia atau Tiongkok.

Para pendekar sedang berseteru di jazirah Suriah, Israel-Hamas baru mereda, kecuali salah satu dari mereka memulai, siapa duluan melempar roket. Akibat perang itu kini menjadi mega proyek pembangunan kembali Gaza. Satu hal tidak bisa dikembalikan oleh para pendekar itu, nyawa para korban perang Israel-Hamas. Ukraina-Rusia, Irak, konflik. Sengketa Laut Tiongkok Selatan, bersistem pada ekologi kelautan.

Matahari dan rembulan tetap berada di garis lintangnya. Saksi chaos buatan para pendekar dunia. Politik?. Oh! Fitnah wikileaks, melalui laman-nya, terhadap Presiden Indonesia SBY dan Mantan Presiden Megawati, di lansir oleh Antara News, beberapa waktu lalu. Oh! Sedih. Seperti kena sulap hipnotis. Rasanya tak ada suara bela negara di atas air. Aneh, seperti malaria. Siapa akan membela negerimu?

Perbuatan media Australia, melansir fitnah wikileaks, itu, jelas tidak sopan. Menghina Presiden RI, artinya menghina Indonesia. Oh! Hiks. Indonesia Unit, dimane cuy? Oh! Kaum pintar sibuk sukseskan Pilpres, ketika itu. Ya wis rapopo. Jadi, sebuah kewajaran juga, if you are, antri di Pom Bensin BBM subsidi. Oh tidak! Itu kebijakan tak tepat pemerintah. Akan disempurnakan, pemerintahan baru. Semoga.

Hm, Indonesia difitnah wikileaks, hanya beberapa media, beberapa orang pintar bersuara Nasionalis. Apa masih ada, Nasionalisme Indonesia? Jika, Nino Histiraludin, saudara kita, seorang kompasianer, menyayangi ananda-nya, ini artikelnya: http://ift.tt/1C96O1j , perduli pada pendidikan dan masa depan ananda-nya.

Namun birokrasi, seperti, melihat tembok tebal, sulit dilacak di internet sekalipun. Adakah Nasionalisme Indonesia di-birokrasi Lembaga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? Hallo Tok Tok Tok, semoga pintunya terbuka, segala kebaikan menjadi pertemuan ke-muara mata air, bagi, ananda dari saudara kita di kompasiana, Nino Histiraludin, jika mentok, tulislah surat pembaca di KOMPAS, ya Bro.

Pemerintahan baru, menuju transisi berikutnya. Menyusun anggaran. Aktifitas ekonomi untuk rakyat, di segala lini, sektor, kebutuhan sehari-hari. Dari bawang sampai Jet Tempur. Meningkatkan kinerja parlemen, tak ada, tidur, di pleno kepentingan rakyat. Menjaga, meningkatkan bangunan sistem politik Indonesia, menjadi lebih baik di ranah kerjasama bilateral. Indonesia bagus. Stop. Teriak, saling memaki.

Kalah atau menang, tetap untuk Indonesia. Pemerintahan baru segara bergulir. Pak Wi sedang bersiap menyusun kabinetnya, mungkin juga sudah rampung, dan tinggal menunggu pelantikan saja. Terima kasih kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, telah memimpin Indonesia, dua periode. Menjadi Presiden Indonesia, itu, tidak mudah. Paling sulit di dunia. Akomodatif bagi, kebinekaan.


Jakarta, Indonesia, August 2014.





Sumber : http://ift.tt/1C96OON

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz