Saatnya Sultra Menulis Sejarahnya di Kabinet Jokowi-JK
Kita Hidup dimasa kini
Bermimpi tentang masa depan
Dan belajar tentang kebenaran abadi dari masa lalu
(Chiang Kai Sek)
Demokrasi Indonesia telah melewati fase transisinya, dimulai dari kebebasan berdemokrasi yang muncul pasca reformasi tahun 1998 sampai hari ini–tahun 2014 kita telah menjalani proses Pemilu. Paling tidak ada dua momentum pemilu yang sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia ditahun ini. pertama, pemilihan umum legislatif yang telah dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 yang lalu, ini sekaligus menjadi momentum lahirnya para legislator mulai dari pusat sampai daerah. Proses Pemilu Legeslatif ini juga yang telah melahirkan partai-partai pemenang pemilu yang kemdian berkontestasi pada pertarungan fase selanjutnya.
Kedua, pemilihan Presiden Republik Indonesia yang juga telah dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Momentum ini menjadi penentu lahirnya pemimpin Indonesia yang akan menahkodai negeri ini selama lima tahun mendatang. Berdasarkan hasil pleno terbuka KPU yang digelar pada tanggal 17 – 22 Juli 2014 lalu, telah menghasilkan keputusan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih yaitu Ir. H. Joko Widodo dan Drs. HM. Yusuf Kalla dengan perolehan suara sebesar 70.997.883 dengan persentase 53, 15%, mengungguli pasangan lainnya yaitu H. Prabowo Subianto dan Ir. HM. Hatta Rajasa dengan perolehan suara sebesar 62.576.444 dengan persentase 46, 85%.
Dari dua momentum pemilu ini telah lahir pemimpin-pemimpin baru yang akan mengisi Parlemen di Senayan sebagai representasi dari Legeslatif yang akan menjalankan tugasnya mulai oktober mendatang. Selanjutnya PR terbesar dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih adalah menyusun kabinet sebagai representasi dari eksekutif yang juga akan mulai menjalankan tugasnya di fase oktober mendatang.
Meskipun Proses Pemilu belum usai, dikarenakan menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan digelar 22 Agustus 2014—tetapi diskursus mengenai kabinet Rakyat yang akan dijalankan oleh Jokowi-JK telah mengalami prosesnya tentunya dengan dibentuknya kabinet Transisi dan melalui poling yang dilaksanakan secara online dengan situs http://ift.tt/1nJU5vt .
Dari proses politik yang telah dijalankan negeri ini, paling tidak ada beberapa catatan penting yang mesti kita refleksikan bersama, pertama; Indonesia adalah sebuah negara yang telah berhasil manjalankan proses demokratisasi yang baik, hal ini bukan tanpa alasan—karena kita telah menjalani proses Pemilihan langsung oleh rakyat sebanyak tiga kali dan berlangsung secara damai—meski ada gugatan dalam jadi prosesnya, namun dinamika tersebut dapat dimaknai sebagai salah satu proses pembelajaran dalam demokrasi.
Kedua; Proses Demokrasi yang telah kita jalani adalah “ruang terbuka” yang menjadikan mayoritas yang menjadi pemenang, dan selama ini telah jelas terlihat bahwa kehendak rakyatlah yang mayoritas dan selalu menjadi pemenang—dalam hal ini mengalahkan kehendak elit yang bisa kita katakan sebagai minoritas dalam demokrasi kita saat ini.
Ketiga; Demokrasi kita adalah proses politik yang memungkinkan semua orang untuk berkontestasi sekaligus menunjukan pengabdian kepada bangsa dan negara. Jalannya apakah menjadi anggota Legeslatif yang duduk di Parlemen ataukan menjadi Eksekutif yang kita Tafsirkan dengan menduduki Posisi Menteri dan atau Setingkat Menteri.
Dari ketiga hal diatas, sangat terlihat jelas bahwa siapapun anak bangsa yang berkualitas, profesional dan memiliki dedikasi yang kuat dibidangnya memiliki potensi untuk menduduki posisi strategis dibangsa ini. Kesadaran ini menjadi penting apalagi bagi daerah-daerah yang secara politik belum pernah menduduki posisi tersebut.
Merefleksikan Perjalanan Sultra di Kabinet
Sulawesi Tenggara adalah daerah yang di mulai dari Propinsi Sulselra (Sulawesi Selatan Tenggara) dengan ibu kota Ujung Pandang yang kini Makassar. Sulawesi Tenggara saat itu menjadi salah satu kabupaten dengan Ibu kota Bau-bau, baru pada tanggal 22 September 1964 (Undang-undang No 13/1964) Sulawesi Tenggara Menjadi Propinsi dengan Ibu kota Kendari. Pada fase awal Sultra memiliki 6 Kabupaten yaitu : Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kendari, Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna. Daerah-daerah inilah yang membentuk perjalanan propinsi ini di Nusantara.
Dari fase perjalanannya Sulawesi Tenggara kini telah tumbuh menjadi daerah yang maju, dengan mengandalkan sektor Pertambangan, Perikanan dan Pariwisata sebagai komditi andalannya. Pertanyaannya apakah kemajuan daerah Sultra berbarengan proses distribusi kadernya pada level yang lebih lebar yakni level nasional.
Sejarah telah mencatat bahwa telah banyak tokoh nasional yang muncul dari Jazirah Tenggara Sulawesi ini—mulai dari tokoh Politik, Birokrasi, akademisi ataupun profesional. Ada beberapa kader yang potensial di level nasional Sebut saja Brigjend. Ansaad Mbai (Kepala Badan Penanggulangan Teroris), Prof. Dr. Jaali Yusuf (Rektor Universitas Negeri Jakarta), Dr. La Ode Masihu Kamaludin (Komisaris Independen PT Antam Tbk), Dr. La Ode Ida (Wakil Ketua DPD RI), ditambah tokoh-tokoh lain Seperti Ali Mazi, SH (Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara dan H. Nur Alam, SE (Gubernur Sulawesi Tenggara). Para tokoh ini adalah tokoh senior–hanya saja secara politik belum dipandang sebagai representasi politik Sulawesi Tenggara dalam kerangka politik nasional, sehingga belum mampu untuk duduk di ruang-ruang strategis sebut saja menjadi Menteri di kabinet Pemenang Pemilu.
Kader-kader kita memiliki kualitas dan kualifikasi yang sangat mumpuni dibudangnya tetapi secara kolektif belum pernah ada konsensus bersama dilingkaran elit Sultra untuk saling menopang, sehingga dapat menduduki posisi yang lebih strategis dilevel nasional. Olehnya itu di tahun politik ini sangat penting bagi Sulawesi Tenggara untuk menggiring arus politik di pusaran kekuasaan pemenang pemilu sehingga dapat berkontribusi lebih besar dalam pembangunan Indonesia.
Menulis Sejarah di Kabinet Jokowi-JK
50 Tahun sudah Sulawesi Tenggara dikukuhkan sebagai salah satu propinsi di Indonesia—hanya miris rasanya di era demokrasi yang sangat terbuka ini, daerah ini belum mampu menduduki posisi strategis sebagai menteri di Kabinet. Hal ini selalu menjadi refleksi disetiap momentum pemilu dengan harapan daerah kita juga dapat mencatatkan sejarahnya di Kabinet.
Hari ini telah lahir pemimpin baru hasil pemilu tahun 2014, yaitu Ir. H. Joko Widodo sebagai presiden dan Drs. HM. Yusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Yang mesti dicatat bahwa di momentum politik kali ini, Sulawesi Tenggara memiliki kontribusi sangat signifikan dalam Pemenangan Jokowi-JK hal ini terbukti dengan Perolehan Suara 54,90% di Sulawesi Tenggara, mengungguli Pasangan Prabowo-Hatta yang mengantongi perolehan suara sebesar 45,10% suara.
Secara politik ini adalah prestasi yang sangat luar biasa ditambah lagi Sulawesi Tenggara juga memiliki kader-kader potensial yang memiliki kans besar untuk menjadi menteri di Kabinet Jokowi-JK. Kader Tersebut adalah :
(1) Erwin Usman, SH, sosok yang aktif dalam perjuangan lingkungan di Indonesia, Hingga sekarang menjadi Direktur Eksekutif Indonesian Mining & Energy Studies dan terus konsisten pada perjuangan HAM dan Lingkungan—Sosok ini memiliki Potensi Besar Untuk Menjadi Menteri Lingkungan Hidup RI.
(2) Ir. Hugua, kini masih menjabat sebagai Bupati Wakatobi, Anggota UNACLA 40 Walikota/Bupati pilihan dunia sebagai badan penasehat PBB melalui UN-HABITAT dalam bidang Otonomi daerah—sosok ini memiliki potensi untuk Menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan RI.
Dari Konfigurasi Politik hari ini, Sulawesi Tenggara memiliki potensi besar untuk menulisakan sejarahnya di Kabinet Jokowi-JK yakni menjadi Menteri. Di momentum politik kali ini Sulawesi Tenggara akan diuji lagi untuk kesekian kalinya dalam mendistribusi kadernya di level nasional.
Kedua sosok diatas kini menjadi simbol sultra di pusaran politik nasional—sosok yang memiliki rekam jejak yang sangat luar biasa dan tentunya menjadi pertimbangan, sehingga di kabinet Jokowi-JK tidak kembali diisi oleh orang-orang lama dan itu-itu saja. Semoga dedikasi kader Sulawesi Tenggara yang selama ini bersama rakyat dapat masuk ketengah dan mengisi ruang eksekutif dengan penuh dedikasi untuk sebuah perubahan.
*Penulis adalah Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia
Pendiri Pusat Studi Kajian Politik dan Demokrasi Sulawesi Tenggara
Sumber : http://ift.tt/1nVkbYi
Bermimpi tentang masa depan
Dan belajar tentang kebenaran abadi dari masa lalu
(Chiang Kai Sek)
Demokrasi Indonesia telah melewati fase transisinya, dimulai dari kebebasan berdemokrasi yang muncul pasca reformasi tahun 1998 sampai hari ini–tahun 2014 kita telah menjalani proses Pemilu. Paling tidak ada dua momentum pemilu yang sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia ditahun ini. pertama, pemilihan umum legislatif yang telah dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 yang lalu, ini sekaligus menjadi momentum lahirnya para legislator mulai dari pusat sampai daerah. Proses Pemilu Legeslatif ini juga yang telah melahirkan partai-partai pemenang pemilu yang kemdian berkontestasi pada pertarungan fase selanjutnya.
Kedua, pemilihan Presiden Republik Indonesia yang juga telah dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Momentum ini menjadi penentu lahirnya pemimpin Indonesia yang akan menahkodai negeri ini selama lima tahun mendatang. Berdasarkan hasil pleno terbuka KPU yang digelar pada tanggal 17 – 22 Juli 2014 lalu, telah menghasilkan keputusan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih yaitu Ir. H. Joko Widodo dan Drs. HM. Yusuf Kalla dengan perolehan suara sebesar 70.997.883 dengan persentase 53, 15%, mengungguli pasangan lainnya yaitu H. Prabowo Subianto dan Ir. HM. Hatta Rajasa dengan perolehan suara sebesar 62.576.444 dengan persentase 46, 85%.
Dari dua momentum pemilu ini telah lahir pemimpin-pemimpin baru yang akan mengisi Parlemen di Senayan sebagai representasi dari Legeslatif yang akan menjalankan tugasnya mulai oktober mendatang. Selanjutnya PR terbesar dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih adalah menyusun kabinet sebagai representasi dari eksekutif yang juga akan mulai menjalankan tugasnya di fase oktober mendatang.
Meskipun Proses Pemilu belum usai, dikarenakan menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan digelar 22 Agustus 2014—tetapi diskursus mengenai kabinet Rakyat yang akan dijalankan oleh Jokowi-JK telah mengalami prosesnya tentunya dengan dibentuknya kabinet Transisi dan melalui poling yang dilaksanakan secara online dengan situs http://ift.tt/1nJU5vt .
Dari proses politik yang telah dijalankan negeri ini, paling tidak ada beberapa catatan penting yang mesti kita refleksikan bersama, pertama; Indonesia adalah sebuah negara yang telah berhasil manjalankan proses demokratisasi yang baik, hal ini bukan tanpa alasan—karena kita telah menjalani proses Pemilihan langsung oleh rakyat sebanyak tiga kali dan berlangsung secara damai—meski ada gugatan dalam jadi prosesnya, namun dinamika tersebut dapat dimaknai sebagai salah satu proses pembelajaran dalam demokrasi.
Kedua; Proses Demokrasi yang telah kita jalani adalah “ruang terbuka” yang menjadikan mayoritas yang menjadi pemenang, dan selama ini telah jelas terlihat bahwa kehendak rakyatlah yang mayoritas dan selalu menjadi pemenang—dalam hal ini mengalahkan kehendak elit yang bisa kita katakan sebagai minoritas dalam demokrasi kita saat ini.
Ketiga; Demokrasi kita adalah proses politik yang memungkinkan semua orang untuk berkontestasi sekaligus menunjukan pengabdian kepada bangsa dan negara. Jalannya apakah menjadi anggota Legeslatif yang duduk di Parlemen ataukan menjadi Eksekutif yang kita Tafsirkan dengan menduduki Posisi Menteri dan atau Setingkat Menteri.
Dari ketiga hal diatas, sangat terlihat jelas bahwa siapapun anak bangsa yang berkualitas, profesional dan memiliki dedikasi yang kuat dibidangnya memiliki potensi untuk menduduki posisi strategis dibangsa ini. Kesadaran ini menjadi penting apalagi bagi daerah-daerah yang secara politik belum pernah menduduki posisi tersebut.
Merefleksikan Perjalanan Sultra di Kabinet
Sulawesi Tenggara adalah daerah yang di mulai dari Propinsi Sulselra (Sulawesi Selatan Tenggara) dengan ibu kota Ujung Pandang yang kini Makassar. Sulawesi Tenggara saat itu menjadi salah satu kabupaten dengan Ibu kota Bau-bau, baru pada tanggal 22 September 1964 (Undang-undang No 13/1964) Sulawesi Tenggara Menjadi Propinsi dengan Ibu kota Kendari. Pada fase awal Sultra memiliki 6 Kabupaten yaitu : Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kendari, Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna. Daerah-daerah inilah yang membentuk perjalanan propinsi ini di Nusantara.
Dari fase perjalanannya Sulawesi Tenggara kini telah tumbuh menjadi daerah yang maju, dengan mengandalkan sektor Pertambangan, Perikanan dan Pariwisata sebagai komditi andalannya. Pertanyaannya apakah kemajuan daerah Sultra berbarengan proses distribusi kadernya pada level yang lebih lebar yakni level nasional.
Sejarah telah mencatat bahwa telah banyak tokoh nasional yang muncul dari Jazirah Tenggara Sulawesi ini—mulai dari tokoh Politik, Birokrasi, akademisi ataupun profesional. Ada beberapa kader yang potensial di level nasional Sebut saja Brigjend. Ansaad Mbai (Kepala Badan Penanggulangan Teroris), Prof. Dr. Jaali Yusuf (Rektor Universitas Negeri Jakarta), Dr. La Ode Masihu Kamaludin (Komisaris Independen PT Antam Tbk), Dr. La Ode Ida (Wakil Ketua DPD RI), ditambah tokoh-tokoh lain Seperti Ali Mazi, SH (Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara dan H. Nur Alam, SE (Gubernur Sulawesi Tenggara). Para tokoh ini adalah tokoh senior–hanya saja secara politik belum dipandang sebagai representasi politik Sulawesi Tenggara dalam kerangka politik nasional, sehingga belum mampu untuk duduk di ruang-ruang strategis sebut saja menjadi Menteri di kabinet Pemenang Pemilu.
Kader-kader kita memiliki kualitas dan kualifikasi yang sangat mumpuni dibudangnya tetapi secara kolektif belum pernah ada konsensus bersama dilingkaran elit Sultra untuk saling menopang, sehingga dapat menduduki posisi yang lebih strategis dilevel nasional. Olehnya itu di tahun politik ini sangat penting bagi Sulawesi Tenggara untuk menggiring arus politik di pusaran kekuasaan pemenang pemilu sehingga dapat berkontribusi lebih besar dalam pembangunan Indonesia.
Menulis Sejarah di Kabinet Jokowi-JK
50 Tahun sudah Sulawesi Tenggara dikukuhkan sebagai salah satu propinsi di Indonesia—hanya miris rasanya di era demokrasi yang sangat terbuka ini, daerah ini belum mampu menduduki posisi strategis sebagai menteri di Kabinet. Hal ini selalu menjadi refleksi disetiap momentum pemilu dengan harapan daerah kita juga dapat mencatatkan sejarahnya di Kabinet.
Hari ini telah lahir pemimpin baru hasil pemilu tahun 2014, yaitu Ir. H. Joko Widodo sebagai presiden dan Drs. HM. Yusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Yang mesti dicatat bahwa di momentum politik kali ini, Sulawesi Tenggara memiliki kontribusi sangat signifikan dalam Pemenangan Jokowi-JK hal ini terbukti dengan Perolehan Suara 54,90% di Sulawesi Tenggara, mengungguli Pasangan Prabowo-Hatta yang mengantongi perolehan suara sebesar 45,10% suara.
Secara politik ini adalah prestasi yang sangat luar biasa ditambah lagi Sulawesi Tenggara juga memiliki kader-kader potensial yang memiliki kans besar untuk menjadi menteri di Kabinet Jokowi-JK. Kader Tersebut adalah :
(1) Erwin Usman, SH, sosok yang aktif dalam perjuangan lingkungan di Indonesia, Hingga sekarang menjadi Direktur Eksekutif Indonesian Mining & Energy Studies dan terus konsisten pada perjuangan HAM dan Lingkungan—Sosok ini memiliki Potensi Besar Untuk Menjadi Menteri Lingkungan Hidup RI.
(2) Ir. Hugua, kini masih menjabat sebagai Bupati Wakatobi, Anggota UNACLA 40 Walikota/Bupati pilihan dunia sebagai badan penasehat PBB melalui UN-HABITAT dalam bidang Otonomi daerah—sosok ini memiliki potensi untuk Menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan RI.
Dari Konfigurasi Politik hari ini, Sulawesi Tenggara memiliki potensi besar untuk menulisakan sejarahnya di Kabinet Jokowi-JK yakni menjadi Menteri. Di momentum politik kali ini Sulawesi Tenggara akan diuji lagi untuk kesekian kalinya dalam mendistribusi kadernya di level nasional.
Kedua sosok diatas kini menjadi simbol sultra di pusaran politik nasional—sosok yang memiliki rekam jejak yang sangat luar biasa dan tentunya menjadi pertimbangan, sehingga di kabinet Jokowi-JK tidak kembali diisi oleh orang-orang lama dan itu-itu saja. Semoga dedikasi kader Sulawesi Tenggara yang selama ini bersama rakyat dapat masuk ketengah dan mengisi ruang eksekutif dengan penuh dedikasi untuk sebuah perubahan.
*Penulis adalah Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia
Pendiri Pusat Studi Kajian Politik dan Demokrasi Sulawesi Tenggara
Sumber : http://ift.tt/1nVkbYi