Politik Bumi Hangus Pilpres 2014
Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang berpandangan bahwa politik itu jahat. Hal itu disebabkan antara lain karena politik menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
Akan tetapi pandangan semacam itu tidak sepenuhnya benar. Kalau politik itu jahat, maka pasti Nabi Muhammad SAW tidak melakoni politik dan membangun sebuah negara yang disebut “Madinah Al Munawwarah”.
Sejatinya politik menurut saya adalah seni untuk menaklukkan hati, perasaan dan pikiran setiap orang. Kalau hati, perasaan dan pikiran sudah ditaklukkan, maka mereka akan melakukan partisipasi otonom untuk memberi dukungan kepada calon pemimpin atau calon wakil mereka di parlemen.
Di zaman sekarang yang serba terbuka dan setiap orang bisa menggunakan media sosial, maka lebih mudah berhubungan dan mempengaruhi setiap orang.
Maka untuk meraih dukungan publik dan mengalahkan lawan politik, bisa ditempuh dengan cara-cara persuasif, komunikasi dan dialog. Sudah saatnya dijauhi cara-cara yang vulgar dan kasar dengan melawan hukum untuk menaklukkan lawan politik.
Oleh karena itu, politik bumi hangus, pasti tidak akan berhasil, karena cepat atau lambat lawan politik akan mendapat simpati dan dukungan publik yang semakin luas dan masif.
Sementara yang melakukan politik bumi hangus, dukungan yang diperoleh lambat laun akan berkurang seiring dengan perjalanan waktu karena berbagai sebab.
Pertama, publik akan bersikap rasional.
Kedua, publik cepat atau lambat akan bersikap pragmatis.
Ketiga, publik akan mengikuti kelompok yang legal dan diakui oleh negara.
Keempat, publik akan jenuh dan realistis.
Oleh karena itu, perlawanan melalui jalur hukum untuk menaklukkan lawan politik jauh lebih elegan dan beradab ketimbang melakukan politik bumi hangus, dalam arti kalau bukan saya, maka lawan politik harus dihabisi.
Bersikap Kesatria dan Percayakan MK
Salah satu sikap mulia yang harus dipegang teguh oleh mereka yang mengaku kesatria adalah “sikap menerima kekalahan” dalam bertanding. Hal ini penting karena pilpres adalah bentuk lain dari pertandingan untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Pertanyaannya, bagaimana menerima kekalahan dengan penuh kecurangan yang bersifat TSM (Terstruktur, Sistimatis dan Masif)?
Konstitusi kita mengatur, kalau ada dugaan kecurangan dalam pemilihan Presiden (pilpres), maka gugatan dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadilinya. Bawalah semua bukti untuk membuktikan tuduhannya bahwa pilpres penuh kecurangan yang TSM.
Melalui proses pengadilan di MK, insya Allah ditemukan keadilan. Apapun putusan MK harus diterima karena putusannya adalah bersifat final dan mengikat.
Dalam proses pengadilan di MK, semua pihak harus menjaga suasana damai dan tertib. Hakim MK jangan dipaksa memutus sengketa pilpres dibawah todongan pemaksaan.
Kalau hal itu yang terjadi, maka ketika yang memaksakan kehendak dimenangkan, maka pihak lain yang dikalahkan juga akan mengerahkan massa untuk menekan hakim MK untuk menganulir putusan yang sudah ditetapkan.
Jika itu yang terjadi, maka negara yang kita cintai ini akan mengalami kekacauan. Oleh karena itu, pengerahan massa, pemaksaan dan tindakan melawan hukum harus dicegah.
Sekali lagi jangan amalkan politik bumi hangus dalam pilpres 2014 karena akhirnya yang akan rugi adalah rakyat dan kita semua. Maka kita semua harus ikut bertanggungjawab untuk memelihara, menjaga dan turut menciptakan suasana damai, tertib dan tenang di negara yang kita cintai ini.
Wallahu a’lam bisshawab
Sumber : http://ift.tt/1sp1jGn
Akan tetapi pandangan semacam itu tidak sepenuhnya benar. Kalau politik itu jahat, maka pasti Nabi Muhammad SAW tidak melakoni politik dan membangun sebuah negara yang disebut “Madinah Al Munawwarah”.
Sejatinya politik menurut saya adalah seni untuk menaklukkan hati, perasaan dan pikiran setiap orang. Kalau hati, perasaan dan pikiran sudah ditaklukkan, maka mereka akan melakukan partisipasi otonom untuk memberi dukungan kepada calon pemimpin atau calon wakil mereka di parlemen.
Di zaman sekarang yang serba terbuka dan setiap orang bisa menggunakan media sosial, maka lebih mudah berhubungan dan mempengaruhi setiap orang.
Maka untuk meraih dukungan publik dan mengalahkan lawan politik, bisa ditempuh dengan cara-cara persuasif, komunikasi dan dialog. Sudah saatnya dijauhi cara-cara yang vulgar dan kasar dengan melawan hukum untuk menaklukkan lawan politik.
Oleh karena itu, politik bumi hangus, pasti tidak akan berhasil, karena cepat atau lambat lawan politik akan mendapat simpati dan dukungan publik yang semakin luas dan masif.
Sementara yang melakukan politik bumi hangus, dukungan yang diperoleh lambat laun akan berkurang seiring dengan perjalanan waktu karena berbagai sebab.
Pertama, publik akan bersikap rasional.
Kedua, publik cepat atau lambat akan bersikap pragmatis.
Ketiga, publik akan mengikuti kelompok yang legal dan diakui oleh negara.
Keempat, publik akan jenuh dan realistis.
Oleh karena itu, perlawanan melalui jalur hukum untuk menaklukkan lawan politik jauh lebih elegan dan beradab ketimbang melakukan politik bumi hangus, dalam arti kalau bukan saya, maka lawan politik harus dihabisi.
Bersikap Kesatria dan Percayakan MK
Salah satu sikap mulia yang harus dipegang teguh oleh mereka yang mengaku kesatria adalah “sikap menerima kekalahan” dalam bertanding. Hal ini penting karena pilpres adalah bentuk lain dari pertandingan untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Pertanyaannya, bagaimana menerima kekalahan dengan penuh kecurangan yang bersifat TSM (Terstruktur, Sistimatis dan Masif)?
Konstitusi kita mengatur, kalau ada dugaan kecurangan dalam pemilihan Presiden (pilpres), maka gugatan dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadilinya. Bawalah semua bukti untuk membuktikan tuduhannya bahwa pilpres penuh kecurangan yang TSM.
Melalui proses pengadilan di MK, insya Allah ditemukan keadilan. Apapun putusan MK harus diterima karena putusannya adalah bersifat final dan mengikat.
Dalam proses pengadilan di MK, semua pihak harus menjaga suasana damai dan tertib. Hakim MK jangan dipaksa memutus sengketa pilpres dibawah todongan pemaksaan.
Kalau hal itu yang terjadi, maka ketika yang memaksakan kehendak dimenangkan, maka pihak lain yang dikalahkan juga akan mengerahkan massa untuk menekan hakim MK untuk menganulir putusan yang sudah ditetapkan.
Jika itu yang terjadi, maka negara yang kita cintai ini akan mengalami kekacauan. Oleh karena itu, pengerahan massa, pemaksaan dan tindakan melawan hukum harus dicegah.
Sekali lagi jangan amalkan politik bumi hangus dalam pilpres 2014 karena akhirnya yang akan rugi adalah rakyat dan kita semua. Maka kita semua harus ikut bertanggungjawab untuk memelihara, menjaga dan turut menciptakan suasana damai, tertib dan tenang di negara yang kita cintai ini.
Wallahu a’lam bisshawab
Sumber : http://ift.tt/1sp1jGn