Suara Warga

Nostalgia HUT Kemerdekaan

Artikel terkait : Nostalgia HUT Kemerdekaan

NOSTALGIA HUT KEMERDEKAAN

Saya ingin bernostalgia masalah perayaan hari kemerdekaan indonesia yang dilaksanakan setiap 17 agustus.

Tulisan ini tentu memiliki momen yang tepat karena sisa dua harI lagi kita akan merayakan hut kemerdekaan ke 69. Tulisan ini juga mendapat inspirasi dari tulisan Prana Djaya Rais yang populer disapa Ambo Umang pada masa jaya-jayanya siaran radio amatir tahun 80-an. Banyak yang kenal dengan ambo umang, bahkan saya sering ditanyai khabar mengenai ambo umang dari warga tolitoli yang kuliah di untad, di hasanudin dan warga lainnya di perantaua. status dari ambo umang seperti dibahwah ini :

MANA INDONESIAKU ? Jelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke 69 Tgl. 17 Agustus 2014 sangat” disayangkan dirumah” penduduk Tolitoli Sulteng banyak yang tidak mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Sangat berbeda dengan pelaksanaan Piala Dunia kemarin, rumah penduduk bahkan kendaraan dihiasi dengan berbagai Bendera Negara pesrta Piala Dunia…………………. Dirgahayu RI ke - 69……..MERDEKA !!!

Memang benar apa yang ditulis oleh ambo umang. Itu kondisi riil sekarang. Apa sebabnya, ya tidak usah lah saya menjelaskan panjang lebar, mungkin pembaca yang boleh mengomentari.

Saya hanya sekedar bernostalgia terkait kemeriahan perayaan hut kemerdekaan zaman dulu dan kemeriahan zaman sekarang . perayaan hut kemerdekaan sekarang ini hanya menjadi perayaan elit saja. Rakyat kebanykan sepertinya kurang bersemangat. Kurang bergelora, kurang memeriahkan hut lkemerdekaan.

Ini berita saya kutip dari sku aspirasi rakyat.com (judulnya saja yang saya kutip) : Biaya HUT RI di Istana Merdeka Capai Rp 11,3 Miliar, Sakiti Orang-orang Miskin. Bayangkan saja, 11 milyar hanya untuk perayaan hut kemerdekaan di istana. Bagaimana di kantor gubernur, bagaimana di kantor bupati. Ya… tapi ndak apa-apa lah. Kemerdekaan yang diraih dengan darah dan nyawa kemudian dirayakan secara besar-besaran di di istana dengan biaya milyaran menjadi sesuatu yang bisa dirasionalkan. Namun yang saya sesalkan mengapa tidak ada upaya mendorong agar rakyat kebanykan merayakan hut kemerdekaan dengan meriah. Kalau rakyat memeriahkan hut kemerdekaan pasti tidak akan memakan biaya besar.

Baik, saya ingin menggambarkkan perayaan hut kemerdekaan di tahun 60-an. Sangat meriah dan itu berlangusng lama, puluhan tahun, sampai tahun 90-an hut lkemerdekaan dirayakan secara meriah oleh rakyat. Nanti di-era reformasi ini perayaan hut kemerdekaan tidak meriah (bagi rakyat kebannyakan)

Masih sebulan tanggan 17 agustus, pemerintah sudah mulai melakukan kegiatan olah raga. Mulai dari pertandingan sepak bola, voley , lari marathon, balap sepeda, lari karung, tarik tambang,. Mulai dari tingkat sd sampai perguruan tinggi serta masyarakat umum. Tiba hari kemerdekaan diadakan perayaan besar-besaran yang dipusatkan di tengah lapangan terbuka. Disitu hadir unsur muspida, dinas, anak sekolah, pramuka, abri, warga kebanyakan. bendera partai politik berkibar ditengah lapangan. Setelah orang nomor satu membrikan pidato , bergantian ketua partai politik menyampaikan orasi. Ada ketua pni, ketua pki, ketua ipki, ketua psii, ketua parkindo, ketua partindo, ketua perti, ketua nu. Masing-masing menyampaikan orasi. Setelah itu dilasakanan penghormatan terhadap muspida meleweati panggung kehormatan dilanjutkan pawai keliling kota. Malam sebelum 17 agustus diadakan pawai lampion warna warni. Ada yang bawa obor, ada yang bawa lampion. Seminggu setelah 17 agustus pun masih dirayakan dengan berbagai kesenian .

Maksud saya, ada perasaan gembira, suka cita, terharus ampai menitiiskan air mata apabila mengikuti perayaan hut kemerdekaan. Berbeda dengan sekarang, rasa gersang, kering kerontang tak bermakna . masih meriah perpisahan tahu ketimbang hut kemerdekaan

Tentu kita tak bisa menarik jarum jam sejarah. Ndak mungkin kitab hendak kembali pada amsa puluhan tahun silam. Namun menjadi kwajiban kita untuk menengok sejarah masa lampau untuk menjadi pelajaran, menjadi motivasi , mendorong kita untuk memeriksa diri, ada apa sih sehingga rakyat kebanyakan tidaks eperti zaman dahulu dimana perayaan hut kemerdekaan dirayakan dengan meriah mulai dari istana sampai di gang-gang berbecek. Tentu ada yang salah, atau ada semangat yang mengendor. Mudah-mudahan bukan tanda dari kendornya jiwa nasionalsime




Sumber : http://ift.tt/1yDKJU1

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz