Mari Bersatu Membangun Riau
D etik-detik peringatan hari ulang tahun (HUT) Provinsi Riau ke-57 yang jatuh pada Sabtu, 9 Agustus 2014 lalu, benar-benar dimanfaatkan Gubernur Riau (Gubri) H Annas Maamun untuk mengajak seluruh komponen masyarakat Riau agar bersatu padu membangun Negeri Lancang Kuning.
Gubri bahkan mengajak seluruh masyarakat untuk mengingat dan membaca kembali sejarah perjuangan pembentukan Provinsi Riau yang penuh liku-liku. Tidak kurang dari enam tahun, berbagai tantangan datang silih berganti. Bahkan nyawapun harus dikorbankan. Tapi, dengan tekad yang sangat kuat serta dibentengi persatuan dan kesatuan masyarakat Riau yang begitu kokoh, akhirnya pada 9 Agustus 1957, Provinsi Riau resmi berdiri.
Spirit itu harusnya tetap terjaga hingga hari ini. Sebab, tanpa persatuan dan kesatuan, akan selalu muncul polemik dan pertentangan, hingga pada akhirnya pembangunan sulit untuk berjalan. Tapi dengan persatuan yang kuat, tiada yang mustahil. Pembangunan Riau pasti akan berjaya. Apalagi, Riau adalah negeri kaya dengan berjuta potensi.
Di umurnya yang sudah tidak lagi muda, berbagai capaian pembangunan memang sudah dirasakan masyarakat Riau. Namun, harapan akan Riau yang lebih baik dan lebih maju juga menjadi impian jutaan masyarakat Riau. Itulah sebabnya, kini di bawah kepemimpinan Gubri H Annas Maamun dan Wagubri H Arsyadjuliandi Rachman, sudah disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2014-2019.
RPJMD itu memiliki visi: “Terwujudnya Provinsi Riau yang maju, masyarakat sejahtera dan berdaya saing tinggi, menurunnya kemiskinan, tersedianya lapangan kerja serta pemantapan aparatur”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, dibuatlah program unggulan, antara lain: Pertama, membangun jaringan irigasi sepanjang 608 km sampai 2018. Kedua, memenuhi cakupan layanan air bersih dan ketersediaan listrik pedesaan. Ketiga, membangun sekolah kejuruan dan sekolah terpadu/boarding school di masing-masing kabupaten/kota. Keempat, memberikan beasiswa S1 bagi guru SD dan SMP sebanyak 400 orang serta memberikan beasiswa S2 bagi guru SMA dan SMK sebanyak 400 orang. Kelima, memberikan dukungan bantuan siswa miskin (BSM) SMA dan SMK sebanyak 3.060 orang. Keenam, meningkatkan kelengkapan puskesmas dan sarana alat kesehatan. Ketujuh, pembangunan rumah layak huni sebanyak 18.428 unit serta pengembangan pekarangan produktif rumah layak huni. Kedelapan, penguatan usaha ekonomi masyarakat. Kesembilan, peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa dan kelurahan. Kesepuluh, pengembangan pusat-pusat budaya Melayu melalui pembangunan gedung seni dan pusat warga (civic centre) serta ruang terbuka hijau. Kesebelas, mewujudkan kemandirian desa melalui kedaulatan pangan dengan meningkatkan ketersediaan pangan. Keduabelas, meningkatkan sarana dan prasarana destinasi wisata serta mengembangkan desa wisata. Ketigabelas, meningkatkan jumlah pelaku ekonomi kreatif dan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Terakhir, meningkatkan iklim investasi dan partisipasi angkatan kerja.
Dalam kurun waktu lima tahun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 12,87 persen, diperkirakan total anggaran pembangunan yang diperlukan sebesar Rp. 55 triliun. Ini diharapkan dapat mencapai target indikator makro pembangunan Provinsi Riau, yakni: Pertama, meningkatkan IPM dari 77,46 pada 2013 menjadi 80,01 pada 2018. Kedua, menurunkan indeks gini dari 0,37 pada 2013 menjadi 0,29 pada 2018. Ketiga, menurunkan angka inflasi dari 9 persen menjadi 5,99 persen pada 2018. Keempat, menurunkan persentase pengangguran sebesar 5,50 persen pada 2013 menjadi 3,94 persen pada 2018. Kelima, menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 8,42 persen pada 2013 menjadi 5,84 persen pada 2018. Keenam, meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa migas sebesar 6,13 persen pada 2013 menjadi 7,24 persen pada 2018. Terakhir, meningkatkan kualitas lingkungan dengan pencapaian indeks lingkungan hidup sebesar 56,23 pada 2013 menjadi 71,70 pada 2018.
Tuntut Keadilan dari Pusat
Gubri Annas sangat menyadari bahwa tidaklah mudah mewujudkan RPJMD tersebut. Selain berbagai masalah internal yang menghadang, masalah eksternal juga tidak sedikit. Misalnya saja, hingga kini Riau yang tersohor sebagai daerah yang kaya minyak. Di atas minyak di bawah minyak, namun masih belum mendapatkan bagian atau dana bagi hasil (DBH) yang berkeadilan dari Pemerintah Pusat. Padahal, DBH yang memadai tentu saja dapat memacu pembangunan Provinsi Riau.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua dengan UU Otsus-nya mendapat DBH minyak mencapai 75 persen. Sementara Riau hanya 15,5 persen. Ada perbedaan yang sangat mencolok. Seharusnya, sekalipun ada perbedaan tapi rentangnya jangan terlalu jauh.
Selain tidak pernah dilibatkan dalam penetapan besaran DBH migas, Riau sebagai daerah penghasil juga tidak diberikan kewenangan untuk mengakses data perkembangan hasil eksplorasi maupun eksploitasi migas seperti data produksi, lifting, cost recovery dan pajak lainnya. Sehingga seorang gubernur pun tidak tahu berapa sesungguhnya hasil produksi migas di daerahnya, termasuk perkembangan harganya.
Padahal kuat dugaan, telah terjadi penyimpangan terhadap penghitungan besaran DBH. Hal ini antara lain terlihat dari perbedaan pencatatan lifting antara SKK Migas dengan KKKS. Pada 2010 misalnya, perbedaan itu mencapai Rp.226 miliar. Sedangkan pada 2011 sebesar Rp. 248 miliar.
Diperparah lagi, daerah penghasil migas tidak menjadi prioritas dalam mendapatkan porsi APBN. Ini terbukti dari APBN untuk Riau yang dari tahun ke tahun belum menggembirakan. Padahal sebagai daerah penyumbang devisa bagi negara, daerah penghasil migas seyogyanya mendapat porsi APBN lebih besar untuk menumbuhkan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru.
Perlakuan yang tidak berkeadilan ini sudah bertahun-tahun dirasakan Provinsi Riau dan sudah bertahun-tahun pula masyarakat Riau menuntut keadilan itu. Namun sayangnya, sampai hari ini belum mendapat respon yang positif dari Pemerintah Pusat.
Tekad Provinsi Riau untuk mengelola sendiri blok migas melalui BUMD yang sudah berakhir masa kontraknya, juga sering mendapat rintangan. Padahal, salah satu BUMD Riau yang sudah dipercaya mengelola suatu blok migas di Riau telah berhasil membuktikan diri mampu dengan meningkatkan produksi mencapai 300 persen dalam kurun waktu tiga tahun pengelolaan.
Ke depan, sangat diharapkan keberpihakan Pemerintah Pusat kepada daerah penghasil migas seperti Riau, agar Riau dapat memacu pembangunan dalam berbagai bidang, sehingga bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. (Tulisan ini disarikan dari pidato Gubernur Riau saat HUT Riau ke-57 di depan sidang paripurna istimewa DPRD Riau. Tulisan ini juga dimuat di www.detik.com dan akan dimuat di Media Indonesia edisi Sabtu, 16 Agustus 2014 )
Sumber : http://ift.tt/1ozhmlS
Gubri bahkan mengajak seluruh masyarakat untuk mengingat dan membaca kembali sejarah perjuangan pembentukan Provinsi Riau yang penuh liku-liku. Tidak kurang dari enam tahun, berbagai tantangan datang silih berganti. Bahkan nyawapun harus dikorbankan. Tapi, dengan tekad yang sangat kuat serta dibentengi persatuan dan kesatuan masyarakat Riau yang begitu kokoh, akhirnya pada 9 Agustus 1957, Provinsi Riau resmi berdiri.
Spirit itu harusnya tetap terjaga hingga hari ini. Sebab, tanpa persatuan dan kesatuan, akan selalu muncul polemik dan pertentangan, hingga pada akhirnya pembangunan sulit untuk berjalan. Tapi dengan persatuan yang kuat, tiada yang mustahil. Pembangunan Riau pasti akan berjaya. Apalagi, Riau adalah negeri kaya dengan berjuta potensi.
Di umurnya yang sudah tidak lagi muda, berbagai capaian pembangunan memang sudah dirasakan masyarakat Riau. Namun, harapan akan Riau yang lebih baik dan lebih maju juga menjadi impian jutaan masyarakat Riau. Itulah sebabnya, kini di bawah kepemimpinan Gubri H Annas Maamun dan Wagubri H Arsyadjuliandi Rachman, sudah disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2014-2019.
RPJMD itu memiliki visi: “Terwujudnya Provinsi Riau yang maju, masyarakat sejahtera dan berdaya saing tinggi, menurunnya kemiskinan, tersedianya lapangan kerja serta pemantapan aparatur”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, dibuatlah program unggulan, antara lain: Pertama, membangun jaringan irigasi sepanjang 608 km sampai 2018. Kedua, memenuhi cakupan layanan air bersih dan ketersediaan listrik pedesaan. Ketiga, membangun sekolah kejuruan dan sekolah terpadu/boarding school di masing-masing kabupaten/kota. Keempat, memberikan beasiswa S1 bagi guru SD dan SMP sebanyak 400 orang serta memberikan beasiswa S2 bagi guru SMA dan SMK sebanyak 400 orang. Kelima, memberikan dukungan bantuan siswa miskin (BSM) SMA dan SMK sebanyak 3.060 orang. Keenam, meningkatkan kelengkapan puskesmas dan sarana alat kesehatan. Ketujuh, pembangunan rumah layak huni sebanyak 18.428 unit serta pengembangan pekarangan produktif rumah layak huni. Kedelapan, penguatan usaha ekonomi masyarakat. Kesembilan, peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa dan kelurahan. Kesepuluh, pengembangan pusat-pusat budaya Melayu melalui pembangunan gedung seni dan pusat warga (civic centre) serta ruang terbuka hijau. Kesebelas, mewujudkan kemandirian desa melalui kedaulatan pangan dengan meningkatkan ketersediaan pangan. Keduabelas, meningkatkan sarana dan prasarana destinasi wisata serta mengembangkan desa wisata. Ketigabelas, meningkatkan jumlah pelaku ekonomi kreatif dan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Terakhir, meningkatkan iklim investasi dan partisipasi angkatan kerja.
Dalam kurun waktu lima tahun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 12,87 persen, diperkirakan total anggaran pembangunan yang diperlukan sebesar Rp. 55 triliun. Ini diharapkan dapat mencapai target indikator makro pembangunan Provinsi Riau, yakni: Pertama, meningkatkan IPM dari 77,46 pada 2013 menjadi 80,01 pada 2018. Kedua, menurunkan indeks gini dari 0,37 pada 2013 menjadi 0,29 pada 2018. Ketiga, menurunkan angka inflasi dari 9 persen menjadi 5,99 persen pada 2018. Keempat, menurunkan persentase pengangguran sebesar 5,50 persen pada 2013 menjadi 3,94 persen pada 2018. Kelima, menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 8,42 persen pada 2013 menjadi 5,84 persen pada 2018. Keenam, meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa migas sebesar 6,13 persen pada 2013 menjadi 7,24 persen pada 2018. Terakhir, meningkatkan kualitas lingkungan dengan pencapaian indeks lingkungan hidup sebesar 56,23 pada 2013 menjadi 71,70 pada 2018.
Tuntut Keadilan dari Pusat
Gubri Annas sangat menyadari bahwa tidaklah mudah mewujudkan RPJMD tersebut. Selain berbagai masalah internal yang menghadang, masalah eksternal juga tidak sedikit. Misalnya saja, hingga kini Riau yang tersohor sebagai daerah yang kaya minyak. Di atas minyak di bawah minyak, namun masih belum mendapatkan bagian atau dana bagi hasil (DBH) yang berkeadilan dari Pemerintah Pusat. Padahal, DBH yang memadai tentu saja dapat memacu pembangunan Provinsi Riau.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua dengan UU Otsus-nya mendapat DBH minyak mencapai 75 persen. Sementara Riau hanya 15,5 persen. Ada perbedaan yang sangat mencolok. Seharusnya, sekalipun ada perbedaan tapi rentangnya jangan terlalu jauh.
Selain tidak pernah dilibatkan dalam penetapan besaran DBH migas, Riau sebagai daerah penghasil juga tidak diberikan kewenangan untuk mengakses data perkembangan hasil eksplorasi maupun eksploitasi migas seperti data produksi, lifting, cost recovery dan pajak lainnya. Sehingga seorang gubernur pun tidak tahu berapa sesungguhnya hasil produksi migas di daerahnya, termasuk perkembangan harganya.
Padahal kuat dugaan, telah terjadi penyimpangan terhadap penghitungan besaran DBH. Hal ini antara lain terlihat dari perbedaan pencatatan lifting antara SKK Migas dengan KKKS. Pada 2010 misalnya, perbedaan itu mencapai Rp.226 miliar. Sedangkan pada 2011 sebesar Rp. 248 miliar.
Diperparah lagi, daerah penghasil migas tidak menjadi prioritas dalam mendapatkan porsi APBN. Ini terbukti dari APBN untuk Riau yang dari tahun ke tahun belum menggembirakan. Padahal sebagai daerah penyumbang devisa bagi negara, daerah penghasil migas seyogyanya mendapat porsi APBN lebih besar untuk menumbuhkan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru.
Perlakuan yang tidak berkeadilan ini sudah bertahun-tahun dirasakan Provinsi Riau dan sudah bertahun-tahun pula masyarakat Riau menuntut keadilan itu. Namun sayangnya, sampai hari ini belum mendapat respon yang positif dari Pemerintah Pusat.
Tekad Provinsi Riau untuk mengelola sendiri blok migas melalui BUMD yang sudah berakhir masa kontraknya, juga sering mendapat rintangan. Padahal, salah satu BUMD Riau yang sudah dipercaya mengelola suatu blok migas di Riau telah berhasil membuktikan diri mampu dengan meningkatkan produksi mencapai 300 persen dalam kurun waktu tiga tahun pengelolaan.
Ke depan, sangat diharapkan keberpihakan Pemerintah Pusat kepada daerah penghasil migas seperti Riau, agar Riau dapat memacu pembangunan dalam berbagai bidang, sehingga bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. (Tulisan ini disarikan dari pidato Gubernur Riau saat HUT Riau ke-57 di depan sidang paripurna istimewa DPRD Riau. Tulisan ini juga dimuat di www.detik.com dan akan dimuat di Media Indonesia edisi Sabtu, 16 Agustus 2014 )
Sumber : http://ift.tt/1ozhmlS