Suara Warga

LANGKAH STRATEGIS MENANGKAL PERKEMBANGAN ISIS DI LAPAS DAN RUTAN

Artikel terkait : LANGKAH STRATEGIS MENANGKAL PERKEMBANGAN ISIS DI LAPAS DAN RUTAN

14072917881423760732

Beberapa hari ini perhatian masyarakat terhadap perkembangan paham ISIS (Islamic State of Iraq an d Syria) semakin membesar. Apalagi setelah muncul video di Youtube yang mengajak warga Indonesia bergabung dalam kelompok itu. Tidak terkecuali dengan jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) yang dikejutkan atas tindakan Abu Bakar Ba’asyir, terpidana kasus terorisme dan 23 narapidana kasus terorisme lainnya yang telah membaiat (mengucapkan sumpah setia) terhadap ISIS (Kompas, 4/8/2014). Baiat tersebut dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Pasir Putih Nusakambangan, tempat dimana selama ini mereka dibina.

Agar paham ISIS tidak semakin berkembang di Lapas dan Rutan, Menkumham sudah memerintahkan secara lisan agar narapidana atau tahanan yang menyatakan dukungannya terhadap ISIS untuk dimasukkan dalam sel isolasi. Selain itu petugas Pemasyarakatan dilarang memberikan fasilitas alat komunikasi atau menggunakan ruangan di Lapas dan Rutan kepada narapidana atau tahanan untuk melakukan kegiatan terkait ISIS. Apabila melanggar, petugas akan diberikan sanksi. Simbol-simbol dan kegiatan-kegiatan terkait ISIS juga tidak boleh ada di Lapas dan Rutan. Selain langkah strategis diatas, jajaran Pemasyarakatan juga telah meningkatkan pengamanan di Lapas Klas IIA Pasir Putih Nusakambangan dan Lapas Klas I Semarang agar tidak terjadi kembali baiat terhadap ISIS.

Dalam pembinaan narapidana terorisme, Kemenkumham sudah melakukan kerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui program deradikalisasi. Nota Kesepahaman Bersama tentang Penanggulangan Terorisme juga sudah ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 23 Juli 2014 yang lalu. Namun program deradikalisasi ini belum berjalan optimal karena tidak adanya anggaran. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Handoyo Sudrajat, “Anggaran di kami tidak ada. Kegiatan yang dilakukan lebih pada kegiatan kemitraan. Yang penting kegiatan rutin hari ke hari.” (Tempo, 05/08/2014).

Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembinaan narapidana terorisme, pemerintah telah meresmikan Pusat Deradikalisasi BNPT di Sentul, Jawa Barat pada tanggal 1 Juli 2014. Pusat deradikalisasi itu merupakan bagian dari Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (Indonesia Peace and Security Center/IPSC) seluas 261 hektar dengan anggaran Rp1,643 triliun. Pusat Deradikalisasi ini memiliki 49 sel hunian dan mampu menampung 147 orang. Adapun jumlah narapidana terorisme per tanggal 23 Juli 2014 sebanyak 288 orang yang tersebar di 27 Lapas di wilayah Indonesia. Namun sampai saat ini operasional Pusat Deradikalisasi ini belum maksimal sehingga narapidana terorisme masih tersebar diberbagai Lapas. Hal tersebut tentunya mengakibatkan pembinaan narapidana terorisme tidak berjalan dengan optimal karena masih bercampur dengan narapidana kasus lainnya. Melihat fenomena perkembangan paham ISIS di Indonesia, optimalisasi fungsi Pusat Deradikalisasi BNPT adalah salah satu jalan keluar.




Sumber : http://ift.tt/1sacoNH

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz