Ketika Prabowo Curhat di MK.
Rabu, 6 Agustus 2914. Di hadapan para Hakim MK (Mahkamah Konstitusi), Prabowo melontarkan uneg-uneg atau mencurahkan isi hatinya, dengan mengatakan bahwa ia dizolimi oleh Lembaga Penyelenggara Pilpres ‘14, KPU dan BAWASLU. Penzoliman itu (kecurangan dll), menurutnya dilakukan secara terstruktur, sistimatis dan masif.
Curhat yang panjang kali lebar itu (”ngalor ngidul”), terdapat kata-kata: “Ini seperti negara komunis, fasis, totaliter, otoriter, Korut saja yang negara komunis tak terjadi perolehan suara nol, bla bla bla …………… “
Sementara, perolehan suara nol atau nihil bisa saja terjadi, seperti pendapat para pengamat politik atau ahli Hukum Tata Negara:
“Perolehan suara nol atau bahkan 100% bisa dan mungkin saja terjadi karena faktor geografis ataupun idiologis!”
Pada kesempatan lain, ketika ditanya masalah curhatnya Prabowo, Presiden terpilih Joko Widodo hanya berkata ringan:
“Anda tahu ‘kan? Di Madura perolehan suara untuk Prabowo 100%, saya nol. Tapi saya ‘kan nggak ribut.”
Dalam curhatnya, Prabowo juga sempat merajuk:
“Kami didukung oleh koalisi yang sangat besar, tapi ternyata kami kalah!”
Rupanya Prabowo lupa. Koalisi besar tak selamanya dapat memenangkan sebuah pertarungan. Pertarungan Pilgub DKI Jakarta antara Fauzi Bowo dan Jokowi rasanya dapat dijadikan studi banding bagi sebuah pertarungan politik. Jokowi yang hanya didukung oleh segelintir partai koalisi mampu menumbangkan Fauzi Bowo yang didukung oleh begitu banyak partai koalisi.
Lantas, siapa sebenarnya yang menzolimi siapa? Masyarakat tahu pasti, siapa yang paling zolim ketika kampanye Pilpres ‘14 berlangsung. Masyarakat pasti tahu, betapa fitnah yang teramat keji yang ditujukan kepada Jokowi dilakukan secara bertubi-tubi. Bahkan melalui Tabloid abal-abal (Obor Rakyat), kubu Prabowo justru menyerang Jokowi dengan cara yang terstruktur, sistematis dan masif!
Kesewenang-wenangan dalam berkampanye berjalan tak terkendali. Contoh paling kasat mata adalah, bagaimana mungkin kubu Prabowo mampu mendapatkan data valid atas nama guru-guru di Indonesia yang akan dijadikan sasaran ajakan untuk memilih capres nomor urut 1 (satu) itu. Bukankah privasi Guru tak selayaknya diketahui oleh pihak-pihak yang tak memiliki relevansi atau kepentingan dengan para pendidik itu?
Di hadapan para Hakim MK Prabowo CURHAT bahwa dirinya dicurangi oleh para Penyelenggara Pilpres ‘14. Namun masyarakat tahu bahwa, justru Prabowolah yang melakukan pelanggaran dengan menebarkan kampanye HITAM secara terstruktur, sistematis dan masif!
Selamat malam Indonesia!
Sumber : http://ift.tt/1nvE4Ff
Curhat yang panjang kali lebar itu (”ngalor ngidul”), terdapat kata-kata: “Ini seperti negara komunis, fasis, totaliter, otoriter, Korut saja yang negara komunis tak terjadi perolehan suara nol, bla bla bla …………… “
Sementara, perolehan suara nol atau nihil bisa saja terjadi, seperti pendapat para pengamat politik atau ahli Hukum Tata Negara:
“Perolehan suara nol atau bahkan 100% bisa dan mungkin saja terjadi karena faktor geografis ataupun idiologis!”
Pada kesempatan lain, ketika ditanya masalah curhatnya Prabowo, Presiden terpilih Joko Widodo hanya berkata ringan:
“Anda tahu ‘kan? Di Madura perolehan suara untuk Prabowo 100%, saya nol. Tapi saya ‘kan nggak ribut.”
Dalam curhatnya, Prabowo juga sempat merajuk:
“Kami didukung oleh koalisi yang sangat besar, tapi ternyata kami kalah!”
Rupanya Prabowo lupa. Koalisi besar tak selamanya dapat memenangkan sebuah pertarungan. Pertarungan Pilgub DKI Jakarta antara Fauzi Bowo dan Jokowi rasanya dapat dijadikan studi banding bagi sebuah pertarungan politik. Jokowi yang hanya didukung oleh segelintir partai koalisi mampu menumbangkan Fauzi Bowo yang didukung oleh begitu banyak partai koalisi.
Lantas, siapa sebenarnya yang menzolimi siapa? Masyarakat tahu pasti, siapa yang paling zolim ketika kampanye Pilpres ‘14 berlangsung. Masyarakat pasti tahu, betapa fitnah yang teramat keji yang ditujukan kepada Jokowi dilakukan secara bertubi-tubi. Bahkan melalui Tabloid abal-abal (Obor Rakyat), kubu Prabowo justru menyerang Jokowi dengan cara yang terstruktur, sistematis dan masif!
Kesewenang-wenangan dalam berkampanye berjalan tak terkendali. Contoh paling kasat mata adalah, bagaimana mungkin kubu Prabowo mampu mendapatkan data valid atas nama guru-guru di Indonesia yang akan dijadikan sasaran ajakan untuk memilih capres nomor urut 1 (satu) itu. Bukankah privasi Guru tak selayaknya diketahui oleh pihak-pihak yang tak memiliki relevansi atau kepentingan dengan para pendidik itu?
Di hadapan para Hakim MK Prabowo CURHAT bahwa dirinya dicurangi oleh para Penyelenggara Pilpres ‘14. Namun masyarakat tahu bahwa, justru Prabowolah yang melakukan pelanggaran dengan menebarkan kampanye HITAM secara terstruktur, sistematis dan masif!
Selamat malam Indonesia!
Sumber : http://ift.tt/1nvE4Ff