Kebangkitan Kekhalifahan, Utopia atau Realistis?
Khalifah pertama adalah Abu Bakar Assidiq RA yang mulai memerintah pada tahun 632 M sedangkan Khalifah terakhir adalah Abdul Hamid II yang berhenti pada tahun 1924 saat dimana kekhalifahan dibubarkan. Jadi eksistensi Kekhalifahan telah hidup selama 1292 tahun, dan jika sekarang tahun 2014 maka kekosongan kekhalifahan “baru” terjadi selama 90 tahun. Masa eksisnya kekhalifahan dibandingkan dengan masa kosongnya kekhalifahan jelas lebih lama masa eksisnya kekhalifahan.
Pernyataan salah satu tokoh MUI/Muhammadiyah yang dikutip metrotvnews.com yang menyatakan bahwa kekhalifahan tidak ada dalam sejarah jelas salah dan mengada-mengada. Kalau tidak percaya silahkan ketik saja kata “kekhalifahan” di mbah google, disitu akan ditemukan dengan jelas berbagai artikel mengenai sejarah kekhalifahan dari awal sampai akhir, lengkap dengan nama-nama khalifah dan pencapaiannya. Bukti fisik, baik berupa bangunan, dokumen, dsb tersebar di berbagai negara dan dan dapat ditemukan dengan mudahnya. Meskipun memang sejarah mengenai kekhalifahan tidak diajarkan di buku teks sejarah sekolah. Di buku teks resmi yang diajarkan adalah sejarah mesir, Cina, Kekaisaran Romawi lalu loncat ke kebangkitan eropa. Untuk lebih jelasnya silahkan sekali-kali baca buku sejarah, jangan baca koran melulu.
Romantisme akan eksistensi dan kejayaan masa kekhalifahan jelas akan menimbulkan keinginan sebagian orang Islam membangkitkan kembali kekhalifahan, hampir semua organisasi Islam di dunia mencita-citakan berdirinya kembali kekhalifahan sebagai tujuan organisasinya, Secara historis, di Indonesiapun pernah terbentuk CCC (Central Comite Chilafah) pada tanggal 4 Agustus 1924 yang dibentuk oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, PUI, dll. CCC dibentuk sebagai reaksi atas dibubarkannya kekhalifahan pada bulan Maret 1924.
Nubuwah tentang berdirinya kembali kekhalifahan juga terdapat dalam hadits Nabi, silahkan cari sendiri haditsnya disertai tafsir para ulama tentang hadist ini. Nubuwah tentang bangkitnya kembali kristus yang sudah tidak ada lebih dari 1000 tahun saja dipercaya dan diharapkan banyak orang. Apalagi nubuwah tentang bangkitnya kembali kekhalifahan yang hanya “baru hilang” selama 90 tahun. Bahkan di Al-Quran terdapat banyak perintah yang hanya bisa dijalankan oleh negara bukan oleh individu atau yayasan, seperti kata “menarik” zakat, hukum qishos, hukum waris dll. Karena Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah muslim, maka sebagian hukum Quran tersebut diadopsi dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia walaupun hanya setengah-setengah saja.
Nah berbicara tentang kekhalifahan yang lagi ngetrend sekarang adalah tentang munculnya kelompok ISIS di Irak dan Syiria. ISIS adalah singkatan dari Ikatan Suami Istri Satu, eh salah ya. Istri Sholehah Idaman Suami, salah juga, terserahlah apapun artinya. Kemunculan kelompok ISIS segera menuai pro kontra di dunia perpolitikan sampai dunia keagamaan. Dukungan (secara individu) terhadap kelompok ini mengalir dari berbagai negara, mulai dari warga london sampai warga libanon. Mulai dari orang Turkis sampai parangteritis menyatakan dukungan terhadap organisasi ini. Tidak sedikit pula yang menolak mendukung ISIS termasuk para ulama yang selama ini getol menyuarakan tentang pentingnya mendirikan kembali kekhalifahan Islam.
Tentu saja konsep kekhalifahan akan bertentangan dengan konsep negara kebangsaan dan negara nasional, berarti sekaligus bertentangan dengan negara Pancasila. Dipandang dari sudut manapun mendirikan kekhalifahan akan bertentangan dengan kepentingan negara. Jika kekhalifahan dipaksa didirikan maka negara-negara nasional akan runtuh, karena negara khalifah tidak mengenal sekat-sekat nasionalisme. Sebaliknya jika ingin tetap mempertahankan negara nasional termasuk NKRI maka ide mendirikan negara khalifah harus dibuang jauh-jauh dari benak orang (Islam) Indonesia yang (sayangnya) berarti harus mengabaikan (sebagian) perintah agama.
Pertanyaannya haruskah kita mendukung ISIS atau menolaknya?, saya sendiri tidak tahu jawabannya. Tapi menurut saya, kita orang Nusantara telah sepakat untuk mendirikan Negara Indonesia Raya, kesepakatan itu tertuang dalam sebuah kontrak yang disebut proklamasi dan pembukaan UUD 1945 yang ditandatangani oleh wakil bangsa Indonesia, Soekarno dan Hatta. Kita telah merasakan manfaat berdirinya negara ini berupa kedamaian dan kesejahteraan. Dengan kedamaian tanpa adanya perang, kita bisa tenang dalam beribadah, mencari nafkah dan membuat anak keturunan sesuai dengan cita-cita proklamasi. Bukankah ini tujuan dibentuknya suatu negara? Termasuk negara khalifah sekalipun? Yaitu untuk memelihara ibadah, memelihara jiwa, memelihara persatuan, memelihara harta, dan memelihara keadilan. Jika itu telah kita dapatkan semua di negara ini, mengapa kita harus mendirikan negara lain apalagi dengan cara kekerasan. Bukankah perang akan merusak segala yang dicita-citakan tadi?. Patut dimaklumi jika para petinggi negara kita, Presiden, Kapolri, termasuk para ulama menolak ISIS, karena akan mengancam negara, merusak kedamaian dan tatanan yang sudah ada.
Dialog yang paling saya sukai dalam film Mahabarata adalah ketika terjadi pernikahan antara Arjuna dan Subadra, disitu diceritakan Bisma yang Agung memarahi Basudewa Krisna karena telah melanggar tradisi bangsa Arya. Krisna menjawab ”dulu tradisi digunakan untuk melestarikan hal-hal yang baik, sekarang tradisi digunakan untuk menindas yang lemah, dinasti-dinasti lama akan runtuh, tradisi-tradisi baru akan mengantikan tradisi lama yang usang dan buruk”. Eyang Bisma berkata “lalu siapa yang berhak mengatakan tradisi itu baik atau buruk?” Krisna menjawab “waktu yang akan menentukannya”. Mungkin runtuhnya kekhalifahan pada tahun 1924 karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan waktu/jaman sekarang hingga munculah negara-negara nasionalis di dunia Islam yang mengantikan negara kekhalifahan. Saat ini negara nasionalislah yang dianggap paling cocok dengan keadaan saat ini.
Tapi,
Bila negara nasionalis sudah tidak mampu memelihara agama
Bila Negara nasionalis sudah tidak mampu memelihara jiwa
Bila negara nasionalis sudah tidak mampu memelihara persatuan dan kedamaian
Bila negara nasionalis sudah tidak bisa menyatukan kesepakatan dalam permusyawarahan.
Bila negara nasionalis sudah tidak bisa memelihara keadilan dan kesejahteraan
Maka perkataan Basudewa Krisna akan terulang kembali, dinasti-dinasti lama akan runtuh digantikan oleh dinasti baru, tradisi (tatanan lama) akan digantikan oleh tradisi (tatanan) yang baru, waktu yang akan menjawabnya. Model dinasti baru itu seperti apa, kita tidak tahu, sekali lagi waktu yang akan menjawabnya.
Semoga para pemimpin Indonesia bisa memelihara amanah dan mengantarkan rakyat Indonesia mencapai cita-cita kemerdekaan. Sehingga negara ini bisa jaya selalu.
Semoga Indonesia selalu damai dan jaya. Amien!!
Sumber : http://ift.tt/1nCJgXS
Pernyataan salah satu tokoh MUI/Muhammadiyah yang dikutip metrotvnews.com yang menyatakan bahwa kekhalifahan tidak ada dalam sejarah jelas salah dan mengada-mengada. Kalau tidak percaya silahkan ketik saja kata “kekhalifahan” di mbah google, disitu akan ditemukan dengan jelas berbagai artikel mengenai sejarah kekhalifahan dari awal sampai akhir, lengkap dengan nama-nama khalifah dan pencapaiannya. Bukti fisik, baik berupa bangunan, dokumen, dsb tersebar di berbagai negara dan dan dapat ditemukan dengan mudahnya. Meskipun memang sejarah mengenai kekhalifahan tidak diajarkan di buku teks sejarah sekolah. Di buku teks resmi yang diajarkan adalah sejarah mesir, Cina, Kekaisaran Romawi lalu loncat ke kebangkitan eropa. Untuk lebih jelasnya silahkan sekali-kali baca buku sejarah, jangan baca koran melulu.
Romantisme akan eksistensi dan kejayaan masa kekhalifahan jelas akan menimbulkan keinginan sebagian orang Islam membangkitkan kembali kekhalifahan, hampir semua organisasi Islam di dunia mencita-citakan berdirinya kembali kekhalifahan sebagai tujuan organisasinya, Secara historis, di Indonesiapun pernah terbentuk CCC (Central Comite Chilafah) pada tanggal 4 Agustus 1924 yang dibentuk oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, PUI, dll. CCC dibentuk sebagai reaksi atas dibubarkannya kekhalifahan pada bulan Maret 1924.
Nubuwah tentang berdirinya kembali kekhalifahan juga terdapat dalam hadits Nabi, silahkan cari sendiri haditsnya disertai tafsir para ulama tentang hadist ini. Nubuwah tentang bangkitnya kembali kristus yang sudah tidak ada lebih dari 1000 tahun saja dipercaya dan diharapkan banyak orang. Apalagi nubuwah tentang bangkitnya kembali kekhalifahan yang hanya “baru hilang” selama 90 tahun. Bahkan di Al-Quran terdapat banyak perintah yang hanya bisa dijalankan oleh negara bukan oleh individu atau yayasan, seperti kata “menarik” zakat, hukum qishos, hukum waris dll. Karena Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah muslim, maka sebagian hukum Quran tersebut diadopsi dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia walaupun hanya setengah-setengah saja.
Nah berbicara tentang kekhalifahan yang lagi ngetrend sekarang adalah tentang munculnya kelompok ISIS di Irak dan Syiria. ISIS adalah singkatan dari Ikatan Suami Istri Satu, eh salah ya. Istri Sholehah Idaman Suami, salah juga, terserahlah apapun artinya. Kemunculan kelompok ISIS segera menuai pro kontra di dunia perpolitikan sampai dunia keagamaan. Dukungan (secara individu) terhadap kelompok ini mengalir dari berbagai negara, mulai dari warga london sampai warga libanon. Mulai dari orang Turkis sampai parangteritis menyatakan dukungan terhadap organisasi ini. Tidak sedikit pula yang menolak mendukung ISIS termasuk para ulama yang selama ini getol menyuarakan tentang pentingnya mendirikan kembali kekhalifahan Islam.
Tentu saja konsep kekhalifahan akan bertentangan dengan konsep negara kebangsaan dan negara nasional, berarti sekaligus bertentangan dengan negara Pancasila. Dipandang dari sudut manapun mendirikan kekhalifahan akan bertentangan dengan kepentingan negara. Jika kekhalifahan dipaksa didirikan maka negara-negara nasional akan runtuh, karena negara khalifah tidak mengenal sekat-sekat nasionalisme. Sebaliknya jika ingin tetap mempertahankan negara nasional termasuk NKRI maka ide mendirikan negara khalifah harus dibuang jauh-jauh dari benak orang (Islam) Indonesia yang (sayangnya) berarti harus mengabaikan (sebagian) perintah agama.
Pertanyaannya haruskah kita mendukung ISIS atau menolaknya?, saya sendiri tidak tahu jawabannya. Tapi menurut saya, kita orang Nusantara telah sepakat untuk mendirikan Negara Indonesia Raya, kesepakatan itu tertuang dalam sebuah kontrak yang disebut proklamasi dan pembukaan UUD 1945 yang ditandatangani oleh wakil bangsa Indonesia, Soekarno dan Hatta. Kita telah merasakan manfaat berdirinya negara ini berupa kedamaian dan kesejahteraan. Dengan kedamaian tanpa adanya perang, kita bisa tenang dalam beribadah, mencari nafkah dan membuat anak keturunan sesuai dengan cita-cita proklamasi. Bukankah ini tujuan dibentuknya suatu negara? Termasuk negara khalifah sekalipun? Yaitu untuk memelihara ibadah, memelihara jiwa, memelihara persatuan, memelihara harta, dan memelihara keadilan. Jika itu telah kita dapatkan semua di negara ini, mengapa kita harus mendirikan negara lain apalagi dengan cara kekerasan. Bukankah perang akan merusak segala yang dicita-citakan tadi?. Patut dimaklumi jika para petinggi negara kita, Presiden, Kapolri, termasuk para ulama menolak ISIS, karena akan mengancam negara, merusak kedamaian dan tatanan yang sudah ada.
Dialog yang paling saya sukai dalam film Mahabarata adalah ketika terjadi pernikahan antara Arjuna dan Subadra, disitu diceritakan Bisma yang Agung memarahi Basudewa Krisna karena telah melanggar tradisi bangsa Arya. Krisna menjawab ”dulu tradisi digunakan untuk melestarikan hal-hal yang baik, sekarang tradisi digunakan untuk menindas yang lemah, dinasti-dinasti lama akan runtuh, tradisi-tradisi baru akan mengantikan tradisi lama yang usang dan buruk”. Eyang Bisma berkata “lalu siapa yang berhak mengatakan tradisi itu baik atau buruk?” Krisna menjawab “waktu yang akan menentukannya”. Mungkin runtuhnya kekhalifahan pada tahun 1924 karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan waktu/jaman sekarang hingga munculah negara-negara nasionalis di dunia Islam yang mengantikan negara kekhalifahan. Saat ini negara nasionalislah yang dianggap paling cocok dengan keadaan saat ini.
Tapi,
Bila negara nasionalis sudah tidak mampu memelihara agama
Bila Negara nasionalis sudah tidak mampu memelihara jiwa
Bila negara nasionalis sudah tidak mampu memelihara persatuan dan kedamaian
Bila negara nasionalis sudah tidak bisa menyatukan kesepakatan dalam permusyawarahan.
Bila negara nasionalis sudah tidak bisa memelihara keadilan dan kesejahteraan
Maka perkataan Basudewa Krisna akan terulang kembali, dinasti-dinasti lama akan runtuh digantikan oleh dinasti baru, tradisi (tatanan lama) akan digantikan oleh tradisi (tatanan) yang baru, waktu yang akan menjawabnya. Model dinasti baru itu seperti apa, kita tidak tahu, sekali lagi waktu yang akan menjawabnya.
Semoga para pemimpin Indonesia bisa memelihara amanah dan mengantarkan rakyat Indonesia mencapai cita-cita kemerdekaan. Sehingga negara ini bisa jaya selalu.
Semoga Indonesia selalu damai dan jaya. Amien!!
Sumber : http://ift.tt/1nCJgXS