Suara Warga

Karen Manusia Setengah Dewa

Artikel terkait : Karen Manusia Setengah Dewa



Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 9 s/d 15 Agustus 2014, aku tinggal di Malang untuk suatu keperluan, Selama dua tahun ini memang aku PP - Denpasar - Malang. Ada nuansa yang beda saat kepulangan menunju Denpasar Minggu lalu itu. Fisik dan penampilan seadanya menjadikan aku selama perjalanan seperti orang hilang. Saat masuk kapal di Ketapang menuju Gilimanuk, aku sengaja duduk di dek paling atas untuk menghindari sorot lampu dan perhatian banyak orang yang ada di kapal itu. “Dasar pengecut”, bisik hatiku. “Bukan itu”, kilah batinku. Aku hanya berusaha orang lain lebih nyaman, apabila aku tidak ada di sampingnya.

Akhirnya, aku menuju dek kapal paling atas yang terbuka sembari menikmati nuansa laut menghampar di malam hari. Hanya ada tiga tempat duduk. Begitu lelahnya aku harus mencari tempat duduk yang kebetulan sudah ada satu orang yang duduk di tempat itu. Berdua saja duduk di tempat itu hingga penyeberangan berakhir. Dari postur fisik dan yang melekat pada mode pakaian, ia orang sangat berada. Ia bawa kendaraan roda empat karena untuk keperluan di Jawa Timur dan acara pernikahan di Bali.

Dialog ringan sekedar tegur sapa menjadi perbincangan awal yang renyah. Perjalanan Sekitar 10 menit kemudian berlanjut ia memperkenalkan diri hingga cerita masalah pekerjaan yang selama ini ia digeluti. Aku masih mengambil jarak. Hanya nama saya sebut. Selebihnya saya sampaikan perjalanan dari Malang akan menuju Nusa Dua. Biasa-lah saya ingin mendapatkan pengalaman orang lain yang mungkin akan bermanfaat. Saya sengaja menggali apa kesan yang menghampiri pikirannya dalam melakukan perkerjaan tersebut. Dalam perbincangan yang hangat dan sambung-menyambung, ia tidak percaya profesi saya sebagai penjual jamu. Tapi tetap saya katakan bahwa penjual jamu pun termasuk profesi yang mulia dan membahagiakan.

Ia kemudian melanjutkan ceritanya mengenai pekerjaannya di Jakarta. Kebetulan ia bekerja terkait dengan perminyakan. dari ungkapan-ungkapan yang dapat saya tangkap terkesan bahwa ia termasuk orang yang tidak mudah tergoda dengan bergelimangnya uang dalam lingkaran perminyakan. Sebagai salah satu pimpinan dalam usaha perminyakan tersebut, sempat saya meragukan pengakuannya bahwa dia termasuk orang yang mempunyai posisi pengendali salah satu agen besar minyak di Jakarta. Penasaran dengan pengakuannya saat mau keluar sempat saya intip bahkan saya termasuk penumpang kapal yang paling akhir dari kapal tersebut. Kudapatkan kendaraan yang dipakai bukan sembarangan. “Mengapa tidak by air saja”, telisikku.

Sebagai pengendali perusahaan agen menyak besar antar pulau, ia tahu betul permainan dalam perdagangan perminyakan. Bahkan ia sering melakukan pemecatan di tempat kerja karena gara-gara ratusan ribu liter minyak raib dan mendapat complain dari customer-nya. Sempat diceritakan juga, bagaimana sesungguhnya yang terjadi tentang pengeboran minyak, dan pertambangan emas yang ada di Nusantara ini. Semua persoalan minyak dan pertambangan terkait regulasi, kebijakan sepertinya tidak ada pilihan. Padahal, sesungguhnya semua itu bisa dilakukan oleh bangsa sendiri, dan riilnya memang masih banyak yang harus dibenahi dulu terkait dalam lingkaran kekuasaan. Semua itu terkait dengan berbagai kepentingan. Wah.

Beberapa hari kemudian terdengan santer di berbagai media, bahwa Karen Agustiawan mundur dari jabatan Dirut Pertamana. Opini menghangat, ada apa dengan Karen? Menyimak jejak langkah Karen bukan orang asing di bidang bisnis dan pengendali Pertamina. Banyak spikulasi muncul, tetapi kemudian dijelaskan oleh atasannya dengan alasan akan mengajar di Harvard University di USA, di mana HU itu berdiri sejak wareng saya pun belum lahir, 1636. Tentu tidak sembarang orang yang dapat memasuki kampus yang monumental itu.

Orang awam seperti saya pasti lebih bertanya-tanya lagi, koq masih ada, ya, orang yang bergelimang harta di Pertamina kemudian mundur memilih sebagai pengajar di Harvard. Apakah benar, begitu beratnya ia diajak kompromi? Rasanya, ia termasuk bagian dari orang yang ada di atas dek kapal itu. Sayang saya kehilangan kontak dan tidak perlu saya sebut siapa jati dirinya. Sudah jelas ini PR lagi untuk Pak Jokowi-JK. Wallahu a’lam.




Sumber : http://ift.tt/1mD9fiC

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz