Jelang Pertemuan SBY-Jokowi di Bali, Subsidi Jadi Saksi
Sebenarnya koruptor kakap di negeri ini bukan yang telah berhasil di tangkap oleh KPK, macam Akil Mokhtar, Gayus, Nazarudin, Ratu Atut dst. Melainkan koruptor sesungguhnya di republic ini bernama : SUBSIDI!
Subsidi merupakan biang kerok rakyat terus miskin. Inilah sektor yang mendapat subsidi negara :

Sektor Energy mendapat subsidi Rp.363 T, subsidi BBM Rp.291 T dan subsidi Listrik Rp.72 T. Jadi total untuk subsidi Rp.726 T. Sementara total anggaran yang diterima negara Rp.2.020 T.
Setelah dikurangi subsidi, sisa anggaran tinggal Rp.1.294 T. Dengan sisa anggaran 64%, pemerintah dituntut untuk membangun infrastruktur, gaji pegawai, bayar cicilan utang dan pokok.
Tahukah anda, republk ini punya utang Rp.2.177 T, berapa cicilannya yang mesti dibayar?
Dikutip dari data Kementerian Keuangan, Jumat (20/9/2013), jumlah cicilan utang yang dibayar pemerintah baik pokok atau bunganya selama 8 bulan di 2013 ini adalah Rp 175,427 T atau 58,53% dari target cicilan utang yang akan dibayar pemerintah tahun ini.
Rinciannya, untuk cicilan pokok utang Januari-Agustus 2013 mencapai Rp 102,822 triliun, sementara cicilan bunga utangnya mencapai Rp 72,605 triliun.
Dari kalkulasi demikian, total anggaran Rp.2.177 T yang diterima pemerintah nyaris separonya habis hanya untuk subsidi dan bayar utang!
Celakanya subsidi ini merupakan kebijakan salah sasaran.
Subsidi salah sasaran ini berdampak pada jalan rusak yang tak juga diperbaiki. Jembatan ambrol dibiarkan bertahun-tahun. Angkutan umum mahal meskipun mobilnya bobrok. Anak usia sekolah tidak bisa bersekolah karena pergi bekerja manambah penghasilan untuk membantu keluarga. Orang miskin sakit tak mampu berobat.
Lalu siapa penikmat subsidi?
Jelas, mereka yang mampu beli mobil dan rumah pribadi serta pengusaha hitam. BBM subsidi dinikmati oleh orang yang berpengasilan min. Rp.60 juta/thn. Mana mungkin buruh dengan upah UMR mampu kredit mobil? Untuk kebutuhan dasar-hidup saja pas-pasan. Begitu pula pabrik-pabrik yang mencuri ribuan liter solar subsidi tiap hari guna menjalankan mesin-mesinnya.
Merujuk Sensus Penduduk 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak 34,7 juta jiwa dan sebanyak 26,13 juta rumah tangga bekerja dalam sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, sekitar 36,5 persen (41,20 juta orang) dari 112,80 juta penduduk yang bekerja pada Februari 2012 menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Jika dikalkulasi pada tahun 2012, jumlah buruh di Indonesia mencapai 118,1 juta.
Kini diakhir pemerinthan SBY, sudah seminggu ini rakyat sengsara karena BBM subsidi dibatasi. Hanya untuk 10 liter BBM subsidi, para nelayan di pantura sampai antri hingga berhari-hari. Begitu pula saudara kita di Sumatra, dipaksa beli premium/solar Rp.10 ribu hingga rp.20.000 per liter di luar SPBU.
Kebijakan subsidi salah sasaran ini, celakanya diterapkan oleh semua Presiden-presiden RI terdahulu. Dampaknya rakyat yang paling disengsarakan dan negara dirugikan. Fakta terang benderang adalah semakin banyaknya infrastruktur rusak dan hilang. Data dari Kementerian Pekerjaan Umum menyebutkan, saat ini secara keseluruhan kondisi jalan rusak di Indonesia mencapai 3.800 kilometer atau 10 persen jika dibandingkan dengan total panjang jalan nasional yang mencapai 38.500 kilometer.
Data Kementerian PU mungkin bisa bohong. Coba suruh rakyat audit dan cek jalan didepan rumah masing-masing. Mulus atau bolong-bolong?
Lalu lihat rel kereta api yang panjangnya tidak bertambah signifikan. Juga jembatan-jembatan kokoh warisan pemerintah colonial Belanda, sedangkan yang gampang ambruk bikinan kontraktor yang lahir di jaman merdeka.
Subsidi salah sasaran ini bikin orang miskin bertambah miskin dan yang kaya bertambah kaya. Majalah Forbes mencatat, pada 2014 dari urutan 40 besar, Indonesia menyumbang 19 orang paling tajir.
Maka pada pertemuan Jokowi dan SBY di Bali nanti, kualitas kepemimpinan presiden ke 7 ini akan di uji. Apakah Jokowi mampu melakukan negosiasi tentang APBN 2015 yang “terlanjur” disusun pemerintahan SBY?
Sementara Jokowi sebagai presiden baru tentu mesti membuktikan janji-janjinya kepada rakyat yang memilihnya. Rakyat jelas menunggu program kartu-kartu yang dijanjikan Jokowi. Menunggu terealisasinya tol laut. Subsidi tepat sasaran dan seterusnya. Celakanya program-program cerdas Jokowi ini jelas tak terakomodir dalam APBN 2015.
Integritas presiden ke 7 di uji. Apakah akan meneruskan kebijakan pemberian subsidi yang salah sasaran ini ataukah benar-benar menjalankan revolusi mental?
Bapak Presiden Jokowi, harapan 245 juta rakyat untuk bebas dari kesengsaraan ada di pundakmu. Semoga rakyat tak salah memilihmu.
Sumber : http://ift.tt/1AQerrM
Subsidi merupakan biang kerok rakyat terus miskin. Inilah sektor yang mendapat subsidi negara :
Sektor Energy mendapat subsidi Rp.363 T, subsidi BBM Rp.291 T dan subsidi Listrik Rp.72 T. Jadi total untuk subsidi Rp.726 T. Sementara total anggaran yang diterima negara Rp.2.020 T.
Setelah dikurangi subsidi, sisa anggaran tinggal Rp.1.294 T. Dengan sisa anggaran 64%, pemerintah dituntut untuk membangun infrastruktur, gaji pegawai, bayar cicilan utang dan pokok.
Tahukah anda, republk ini punya utang Rp.2.177 T, berapa cicilannya yang mesti dibayar?
Dikutip dari data Kementerian Keuangan, Jumat (20/9/2013), jumlah cicilan utang yang dibayar pemerintah baik pokok atau bunganya selama 8 bulan di 2013 ini adalah Rp 175,427 T atau 58,53% dari target cicilan utang yang akan dibayar pemerintah tahun ini.
Rinciannya, untuk cicilan pokok utang Januari-Agustus 2013 mencapai Rp 102,822 triliun, sementara cicilan bunga utangnya mencapai Rp 72,605 triliun.
Dari kalkulasi demikian, total anggaran Rp.2.177 T yang diterima pemerintah nyaris separonya habis hanya untuk subsidi dan bayar utang!
Celakanya subsidi ini merupakan kebijakan salah sasaran.
Subsidi salah sasaran ini berdampak pada jalan rusak yang tak juga diperbaiki. Jembatan ambrol dibiarkan bertahun-tahun. Angkutan umum mahal meskipun mobilnya bobrok. Anak usia sekolah tidak bisa bersekolah karena pergi bekerja manambah penghasilan untuk membantu keluarga. Orang miskin sakit tak mampu berobat.
Lalu siapa penikmat subsidi?
Jelas, mereka yang mampu beli mobil dan rumah pribadi serta pengusaha hitam. BBM subsidi dinikmati oleh orang yang berpengasilan min. Rp.60 juta/thn. Mana mungkin buruh dengan upah UMR mampu kredit mobil? Untuk kebutuhan dasar-hidup saja pas-pasan. Begitu pula pabrik-pabrik yang mencuri ribuan liter solar subsidi tiap hari guna menjalankan mesin-mesinnya.
Merujuk Sensus Penduduk 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak 34,7 juta jiwa dan sebanyak 26,13 juta rumah tangga bekerja dalam sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, sekitar 36,5 persen (41,20 juta orang) dari 112,80 juta penduduk yang bekerja pada Februari 2012 menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Jika dikalkulasi pada tahun 2012, jumlah buruh di Indonesia mencapai 118,1 juta.
Kini diakhir pemerinthan SBY, sudah seminggu ini rakyat sengsara karena BBM subsidi dibatasi. Hanya untuk 10 liter BBM subsidi, para nelayan di pantura sampai antri hingga berhari-hari. Begitu pula saudara kita di Sumatra, dipaksa beli premium/solar Rp.10 ribu hingga rp.20.000 per liter di luar SPBU.
Kebijakan subsidi salah sasaran ini, celakanya diterapkan oleh semua Presiden-presiden RI terdahulu. Dampaknya rakyat yang paling disengsarakan dan negara dirugikan. Fakta terang benderang adalah semakin banyaknya infrastruktur rusak dan hilang. Data dari Kementerian Pekerjaan Umum menyebutkan, saat ini secara keseluruhan kondisi jalan rusak di Indonesia mencapai 3.800 kilometer atau 10 persen jika dibandingkan dengan total panjang jalan nasional yang mencapai 38.500 kilometer.
Data Kementerian PU mungkin bisa bohong. Coba suruh rakyat audit dan cek jalan didepan rumah masing-masing. Mulus atau bolong-bolong?
Lalu lihat rel kereta api yang panjangnya tidak bertambah signifikan. Juga jembatan-jembatan kokoh warisan pemerintah colonial Belanda, sedangkan yang gampang ambruk bikinan kontraktor yang lahir di jaman merdeka.
Subsidi salah sasaran ini bikin orang miskin bertambah miskin dan yang kaya bertambah kaya. Majalah Forbes mencatat, pada 2014 dari urutan 40 besar, Indonesia menyumbang 19 orang paling tajir.
Maka pada pertemuan Jokowi dan SBY di Bali nanti, kualitas kepemimpinan presiden ke 7 ini akan di uji. Apakah Jokowi mampu melakukan negosiasi tentang APBN 2015 yang “terlanjur” disusun pemerintahan SBY?
Sementara Jokowi sebagai presiden baru tentu mesti membuktikan janji-janjinya kepada rakyat yang memilihnya. Rakyat jelas menunggu program kartu-kartu yang dijanjikan Jokowi. Menunggu terealisasinya tol laut. Subsidi tepat sasaran dan seterusnya. Celakanya program-program cerdas Jokowi ini jelas tak terakomodir dalam APBN 2015.
Integritas presiden ke 7 di uji. Apakah akan meneruskan kebijakan pemberian subsidi yang salah sasaran ini ataukah benar-benar menjalankan revolusi mental?
Bapak Presiden Jokowi, harapan 245 juta rakyat untuk bebas dari kesengsaraan ada di pundakmu. Semoga rakyat tak salah memilihmu.
Sumber : http://ift.tt/1AQerrM