Suara Warga

Hamdan Putuskan Hubungan Berkaitan dengan Pekerjaan

Artikel terkait : Hamdan Putuskan Hubungan Berkaitan dengan Pekerjaan

Desember 2012 di Balai Kartini Jakarta, saya bertemu dengan sekelompok anak-anak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) asal Makassar. Mereka rupanya hendak bertemu dengan Hamdan Zoelva, seniornya di HMI yang sedang menghadiri peluncuran buku di gedung itu. Saya yang sedang berada di Jakarta dan baru menyelesaikan menulis buku Pertamina bersama teman-teman di ibu kota, menelepon Pak Saman, driver Hamdan. Saya sampaikan, akan bermalam di Lebak Bulus dan bertanya, di mana Bapak sekarang?

‘’Bapak sedang di Balai Kartini,’’ jawab Pak Saman.

‘’Oke, saya akan menelepon langsung Pak Haji Hamdan,’’ begitu saya biasa menyapa anak kandung ke-4 tante saya itu.

Saya pun menelepon langsung Hamdan dan memberitahu rencana bermalam di Lebak Bulus, kediaman pribadinya. Dia menyampaikan agar bergabung saja di Balai Kartini, nanti bareng ke rumah.

Sambil menunggu Hamdan keluar dari acara peluncuran buku, kepada adik-adik anggota HMI asal Makassar saya bertanya.

‘’Mengapa jagoan kalian gagal jadi Ketua MK?,’’ tanya saya perihal prosesi pemilihan Ketua MK yang baru lewat beberapa hari.

Mereka menjelaskan berbagai sebab yang tentu saja mungkin hanya rumor saja. Tetapi ada juga realitas yang terjadi. Saya hanya sampaikan kepada adik-adik itu, ambil saja hikmahnya. Tuhan akan memberi yang terbaik buat Hamdan.

Usai mengikuti Kongres Bahasa Indonesia di Hotel Sahid Jaya Jakarta, Oktober 2013, bertepatan dengan pemilihan Ketua MK, mencari figur yang menggantikan Akil Muchtar yang terjerat kasus korupsi, saya pun mengagendakan menginap di Lebak Bulus lagi. Adik saya dari Mataram, Sofwan, bergabung ke penginapan saya, kemudian bersama-sama ke Lebak Bulus, memberi ucapan selamat kepada Hamdan atas terpilihnya sebagai Ketua MK. Saya batal bermalam, karena Sofwan akan berangkat pulang lebih awal ke Mataram. Hamdan menahan kami bermalam, tetapi tetap ditampik dengan alasan yang disebutkan itu.

Ikut bergabung di Lebak Bulus, Prof.Dr.H.Ahmad Thib Raya, M.A., kakak sulungnya yang selalu didengar nasihatnya oleh Hamdan selain orangtuanya dan kakak-kakaknya yang lain. Saya pun ditempatkan sebagai kakak oleh dia.

Setelah berdoa bersama di lantai bawah rumahnya yang tidak pernah berubah sejak hampir 10 tahun terakhir ini, Raya, begitu biasa saya sapa, memimpin doa bagi keselamatan Hamdan Zoelva atas terpilihnya sebagai Ketua MK dan dalam mengemban amanah memimpin mahkamah itu. Usai berdoa, Raya dan saya menyampaikan kepada beberapa orang keluarga di Jakarta yang hadir, agar memutus hubungan dengan Hamdan berkaitan dengan pekerjaannya. Maksudnya, jangan pernah mengganggu dia yang berhubungan dengan urusan pekerjaannya. Silaturahim dengan dalam hubungan kekeluargaan tetap berjalan, namun silaturahim berkaitan dengan amanah yang diembankan negara kepadanya sudah ada ‘garis polisi’.

Oleh sebab itu, sering juga teman-teman bercanda kepada saya (karena mengetahui saya bersepupu sekali dengan dia) berbasa-basi perihal masalah sengketa pmeilihan legislatif atau pemilihan kepala daerah. Saya selalu menjelaskan hasil kesepakatan tidak tertulis di antara keluarga tersebut.

Pada malam itu, saya sempat mengontak RRI Makassar agar dapat menghubungi saya yang kebetulan sedang di kediaman pribadi Ketua MK yang baru. Ternyata, teman-teman di RRI Makassar ‘menugaskan’ RRI Pro 3 Jakarta – yang sudah biasa mengontak saya – menghubungi saya.

Dalam wawancara singkat dengan RRI Pro 3 Jakarta, Hamdan menegaskan kembali posisinya berkaitan dengan pandangan miring banyak orang yang melihatnya sebagai mantan orang partai politik. Dia mengatakan, begitu melangkahkan kaki masuk ke pintu kantor MK, dia sudah mencopot statusnya sebagai orang politik (partai politik) dan menjadi orang profesional di MK.

‘’Saya pun memutuskan hubungan dengan keluarga berkaitan dengan pekerjaan saya,’’ Hamdan menegaskan kembali.

Oleh sebab itu, dalam setiap pertemuan kami, tidak pernah sekali pun menyebut urusan berkaitan dengan pekerjaannya. Termasuk masalah menghadapi gugatan Pilpres, ketika Hamdan dan Nina, istrinya, transit lima jam di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, dari Bima ke Jakarta, 2 Agustus 2014.

Saya pun sempat berbicara dengan K.H.Muhammad Hasan, B.A., ayahnya yang juga paman saya agar mendukung secara moral dan spiritual pada Hamdan menghadapi tugas berat yang dimulai 6 Agustus 2014. Bahkan, pada kesempatan itu, ayahnya yang juga seorang kiai besar di Nusa Tenggara Barat itu, juga meminta seluruh keluarga ikut mendoakan Hamdan agar tegar dan kuat dalam menghadapi berbagai cobaan selama melaksanakan tugasnya, lebih khusus berkaitan dengan sengketa Pilpres 2014.

Hamdan 30 Juli 2014 memang pulang mudik ke Bima dengan anggota rombongan enam orang terdiri atas, seorang anak bungsu, dua ajudan, dan seorang protokol. Di Pesantren Al Mukhlisshin, milik keluarga, Hamdan menghelat silaturahim dengan warga Parado, desa kelahirannya. (*).



Kaitan




Sumber : http://ift.tt/1omA9Ri

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz