Hambatan dalam penegakkan hukum tindak pidana Narkotika
Penyalahgunaan narkotika sudah mendunia, hal ini karena dampak penyalahgunaan narkotika berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Tahun 1971 Indonesia di duga sebagai negara transit point lalu lintas penyelundupan narkotika internasional dan peredarannya secara gelap mendapat dukungan para pecandunya yang tidak kecil jumlahnya, sebagian besar adalah anak-anak remaja.
Penyalahgunaan narkotika berkembang di semua lapisan masyarakat dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama di kalangan anak-anak (remaja), pelajar dan mahasiswa.Penyalahgunaan narkotika bukan suatu masalah kecil yang bisa di lihat sebelah mata. Jika tidak segera dicari jalan pemecahannya ia akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi Indonesia. Ketentuan Pasal 116, Pasal 121 dan Pasal 126 UU Narkotika terdapat ancaman pidana minimum yaitu 5 (lima) tahun untuk pelanggaran Pasal 116, 4 (empat) tahun untuk pelanggaran Pasal 121, dan 3 (tiga) tahun untuk pelanggaran Pasal 126. Ancaman pidana minimum ini selain diluar konteks aturan umum KUHP yang tidak mengenal ancaman minimum, timbul persoalan karena terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak-anak, berdasarkan ketentuan UU Pengadilan Anak, hakim dalam menjatuhkan pidana tidak boleh lebih dari ancaman hukuman maksimum.
Secara umum, hambatan dalam penegakan penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh karena biaya yang harus dikeluarkan pemerintah sangat besar, sedangkan dana yang dimiliki pemerintah sangat terbatas. Sehingga, masih banyak dijumpai penyimpangan pelaksanaan undang-undang terkait dengan penegakan penyalahgunaan narkotika. Selain itu, upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika di Indonesia, sanksi pidananya sangat ringan. Vonis-vonis semacam itu seolah justru menjadi daya tarik bagi para pemain lain untuk bergabung. Bisnis narkotika di Indonesia menjadi sangat menarik karena menjanjikan keuntungan yang sangat besar dengan resiko yang relatif kecil. Jika pelaku tertangkap paling hanya dijatuhkan pidana penjara yang sangat ringan. Kemudian ternyata dari dalam penjara pun, ada yang masih bisa menjalankan bisnisnya.
Sumber : http://ift.tt/1sQqSAj
Penyalahgunaan narkotika berkembang di semua lapisan masyarakat dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama di kalangan anak-anak (remaja), pelajar dan mahasiswa.Penyalahgunaan narkotika bukan suatu masalah kecil yang bisa di lihat sebelah mata. Jika tidak segera dicari jalan pemecahannya ia akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi Indonesia. Ketentuan Pasal 116, Pasal 121 dan Pasal 126 UU Narkotika terdapat ancaman pidana minimum yaitu 5 (lima) tahun untuk pelanggaran Pasal 116, 4 (empat) tahun untuk pelanggaran Pasal 121, dan 3 (tiga) tahun untuk pelanggaran Pasal 126. Ancaman pidana minimum ini selain diluar konteks aturan umum KUHP yang tidak mengenal ancaman minimum, timbul persoalan karena terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak-anak, berdasarkan ketentuan UU Pengadilan Anak, hakim dalam menjatuhkan pidana tidak boleh lebih dari ancaman hukuman maksimum.
Secara umum, hambatan dalam penegakan penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh karena biaya yang harus dikeluarkan pemerintah sangat besar, sedangkan dana yang dimiliki pemerintah sangat terbatas. Sehingga, masih banyak dijumpai penyimpangan pelaksanaan undang-undang terkait dengan penegakan penyalahgunaan narkotika. Selain itu, upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika di Indonesia, sanksi pidananya sangat ringan. Vonis-vonis semacam itu seolah justru menjadi daya tarik bagi para pemain lain untuk bergabung. Bisnis narkotika di Indonesia menjadi sangat menarik karena menjanjikan keuntungan yang sangat besar dengan resiko yang relatif kecil. Jika pelaku tertangkap paling hanya dijatuhkan pidana penjara yang sangat ringan. Kemudian ternyata dari dalam penjara pun, ada yang masih bisa menjalankan bisnisnya.
Sumber : http://ift.tt/1sQqSAj