Gugatan Pilpres di MK, No Problem!
Banyak persepsi yang menurut saya kurang pas dan tidak proporsional dalam penyelenggaraan Pilpres 2014 yang pada akhirnya berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu persepsi yang menurut saya kurang pas adalah pandangan bahwa tuntutan hasil pilpres ke MK adalah sebuah masalah alias problem.
Pandangan atau persepsi itu di antaranya diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Adi Baiquni. Lebih lanjut Adi menilai masalah yang timbul merupakan tanggung jawab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Baca selengkapnya di: http://ift.tt/1pXa1L9
Adi menilai kisruh pilpres yang berujung tuntutan di MK berpotensi memunculkan dampak sosial yang berkepanjangan dan bisa mengganggu stabilitas nasional. Jika salah satu kubu ditetapkan sebagai pemenang oleh MK, maka akan muncul masalah yang berawal dari ketidakpuasan dari kubu yang kalah.
Adi terlalu paranoid
Menurut saya persepsi Adi agak berlebihan dan terkesan paranoid. Alasannya, proses tuntutan di MK adalah wajar saja dilakukan kubu yang keberatan dengan hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU). Prosedur itu sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Lagipula, ini bukan kali pertama sengketa pilpres berujung dengan proses di MK. Tahun 2009 pun pilpres berujung di MK. Kubu Megawati yang kala itu berpasangan dengan Prabowo, serta kubu Jusuf Kalla yang berpasangan dengan WIranto, juga menuntut hasil pemilu di MK yang dimenangkan oleh kubu SBY. Tidak ada kekisruhan politik yang seperti dikhawatirkan oleh Adi ini.
Saya yakin kali ini pun tidak akan terjadi kekisruhan politik yang mengganggu stabilitas nasional. Saya yakin dengan kematangan kedua kubu capres, mereka bisa menerima hasil keputusan MK dengan legowo. Kuncinya, yang kalah harus legowo dan yang menang tak boleh jumawa dan over acting. Yang harus diingat adalah kepentingan nasional di atas segalanya.
Maka, tidak proporsional juga ketika Adi menunjuk pemerintahan SBY sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas kisruh pilpres. Pertama karena sebenarnya tidak ada kisruh. Kedua, karena kekhawatiran Adi hanyalah bentuk paranoid yang tidak berdasar.
Soal intervensi asing
Baiklah, saya sedikit setuju dengan Adi soal intervensi Asing. Adi menengarai Pilpres 2014 sarat dengan intervensi asing. Intervensi asing, menurut Adi, masuk baik di kubu Jokowi maupun Prabowo. “Mereka masuk di masing-masing capres tanpa mereka sadari. Masyarakat harus menolak intervensi asing dan selamatkan aset dan sumber daya kita,” ingat Adi.
Setuju! “Asing” dalam konteks yang kerap disuarakan selama pilpres, harus ditolak oleh semua elemen masyarakat Indonesia. Saya setuju bahwa kita harus mandiri secara ekonomi dan berdaulat atas seluruh aset sumber daya alam yang ada di bumi Nusantara.
Kepentingan asing yang mencoba masuk melalui kedua kubu capres harus diwaspadai, lalu kemudian diblok agar tidak menguasai hayat hidup orang banyak. Tapi hati-hati, yang mana itu “asing?” Siapa mereka? Mewujud dalam bentuk apa? Jangan pula kita lalu asal tuduh “asing!” Malu kita nanti di hadapan dunia!
Sumber : http://ift.tt/1sQOIys
Pandangan atau persepsi itu di antaranya diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Adi Baiquni. Lebih lanjut Adi menilai masalah yang timbul merupakan tanggung jawab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Baca selengkapnya di: http://ift.tt/1pXa1L9
Adi menilai kisruh pilpres yang berujung tuntutan di MK berpotensi memunculkan dampak sosial yang berkepanjangan dan bisa mengganggu stabilitas nasional. Jika salah satu kubu ditetapkan sebagai pemenang oleh MK, maka akan muncul masalah yang berawal dari ketidakpuasan dari kubu yang kalah.
Adi terlalu paranoid
Menurut saya persepsi Adi agak berlebihan dan terkesan paranoid. Alasannya, proses tuntutan di MK adalah wajar saja dilakukan kubu yang keberatan dengan hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU). Prosedur itu sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Lagipula, ini bukan kali pertama sengketa pilpres berujung dengan proses di MK. Tahun 2009 pun pilpres berujung di MK. Kubu Megawati yang kala itu berpasangan dengan Prabowo, serta kubu Jusuf Kalla yang berpasangan dengan WIranto, juga menuntut hasil pemilu di MK yang dimenangkan oleh kubu SBY. Tidak ada kekisruhan politik yang seperti dikhawatirkan oleh Adi ini.
Saya yakin kali ini pun tidak akan terjadi kekisruhan politik yang mengganggu stabilitas nasional. Saya yakin dengan kematangan kedua kubu capres, mereka bisa menerima hasil keputusan MK dengan legowo. Kuncinya, yang kalah harus legowo dan yang menang tak boleh jumawa dan over acting. Yang harus diingat adalah kepentingan nasional di atas segalanya.
Maka, tidak proporsional juga ketika Adi menunjuk pemerintahan SBY sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas kisruh pilpres. Pertama karena sebenarnya tidak ada kisruh. Kedua, karena kekhawatiran Adi hanyalah bentuk paranoid yang tidak berdasar.
Soal intervensi asing
Baiklah, saya sedikit setuju dengan Adi soal intervensi Asing. Adi menengarai Pilpres 2014 sarat dengan intervensi asing. Intervensi asing, menurut Adi, masuk baik di kubu Jokowi maupun Prabowo. “Mereka masuk di masing-masing capres tanpa mereka sadari. Masyarakat harus menolak intervensi asing dan selamatkan aset dan sumber daya kita,” ingat Adi.
Setuju! “Asing” dalam konteks yang kerap disuarakan selama pilpres, harus ditolak oleh semua elemen masyarakat Indonesia. Saya setuju bahwa kita harus mandiri secara ekonomi dan berdaulat atas seluruh aset sumber daya alam yang ada di bumi Nusantara.
Kepentingan asing yang mencoba masuk melalui kedua kubu capres harus diwaspadai, lalu kemudian diblok agar tidak menguasai hayat hidup orang banyak. Tapi hati-hati, yang mana itu “asing?” Siapa mereka? Mewujud dalam bentuk apa? Jangan pula kita lalu asal tuduh “asing!” Malu kita nanti di hadapan dunia!
Sumber : http://ift.tt/1sQOIys