Suara Warga

Tabayyun(?)

Artikel terkait : Tabayyun(?)

Positive thinking itu ada tempatnya. Ada kaidahnya. Ada persyaratannya. Nggak boleh dipakai sembarangan. Nggak layak untuk diobral. Mengapa? Karena seorang mukmin wajib melindungi dirinya dan orang lain.

Misalkan, yang sering kita lihat di sekitar kita nih, ada berbagai nasihat bertebaran soal tabayyun. Semoga saja itu bukan sekedar untuk membela diri atau siapa pun yang sedang diduga melakukan keburukan, tapi motivasinya adalah menyebarkan kebaikan. Amin.



Adapun ayat al-Quran yang sering dikutip, adalah yang ini…

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

(QS.49:6)

Pertama-tama, ayat itu ditujukan pada orang beriman. Artinya jika kita mengaku beriman, maka ayat ini adalah perintah bagi kita.

Kedua, disebutkan di situ “orang fasik”. Bukan -misalkan- orang munafik. Ini ada penjelasannya. Yang disebut fasik adalah mereka yang suka berbuat kerusakan, keburukan, kejahatan, dsj. Maknanya, reputasi sang penyampai kabar itu menjadi kriteria untuk melakukan apa yang diperintahkan selanjutnya. Sering saya dapati, karena terlalu lugu, akhirnya beberapa di antara kita langsung ambil saja kabar yang didapat. Ini dilarang.

Ketiga, di situ disebutkan “suatu berita”. Tidak ada kata-kata “jelek”, “buruk” dsj. Maka tidak hanya kabar negatif yang layak diperiksa, tapi juga yang positif. Faktanya memang di masa kini, hampir setiap hari kita temui berita bagus… dan saat dicek beneran, ternyata penuh kepalsuan.

Keempat, perintahnya adalah periksalah dengan teliti. Pertanyaannya, siapa yang diperiksa? Misal si X dikabarkan korupsi, apakah kita diperintahkan untuk beramai-ramai mengerubungi X untuk minta klarifikasi? Tidak. Cara memeriksanya adalah menanyai si fasik yang membawa berita tadi. Jangan dibalik. Yang reputasinya bagus dibuat repot, yang reputasi jelek malah ketawa-ketawa liat kita sibuk.

Kelima, ditegaskan bahwa ini semua adalah untuk kebaikan kita sendiri. Ngecek atau nunggu konfirmasi berita mungkin bikin gak sabar, tapi itu harga yang harus dibayar agar hati tetap tenteram. Jangan sampai, berdasarkan kabar dari orang fasik, kita melakukan sesuatu yang berakibat penderitaan kita sendiri atau pihak lain. Inilah cara untuk melindungi diri dan orang lain.



Secara singkat dan sangat sederhana, demikianlah yang bisa dipetik. Tentu saja untuk memahami ini semua perlu mengaitkan dengan asbabun nuzul (sejarah turunnya ayat), berbagai hadits, hingga pemaknaan para ulama. Tidak mungkin itu semua ditulis di sini.

Saya sering mengkritik media mainstream, tidak lain dan tidak bukan karena sering sekali mereka menyajikan kebohongan yang dipermak sedemikian hingga seolah tampak sebagai fakta. Saya pribadi mengkategorikan sebagian besar dari media mainstream sebagai fasik, dengan kadar yang berbeda-beda. Tetap ada kebenaran di sana-sini, jelas. Maka dari itu kita harus selektif.

Beberapa kali, kita temui fenomena nasihat untuk tabayyun ini disampaikan justru dalam bentuk serangan. Jika seseorang merasa pihaknya (atau yang didukungnya) dirugikan, muncullah ia dengan penuh ketegasan, bersenjatakan kata ini. Sebaliknya, ketika posisinya berbalik, tiba-tiba tampak pura-pura lupa dengan nasihatnya sendiri. Tidak hanya satu “kubu”, mungkin di hampir semuanya ada. Dan di titik ini, jatuhlah murka Allah, na’udzubillah.

Terakhir, beda pendapat boleh dan silakan disampaikan. Kalo saya, pemahaman inilah yang berusaha saya pegang erat-erat, dan tulisan ini sekaligus sebagai nasihat untuk diri sendiri. Di status bertema “debu hoax” beberapa bulan lalu sudah saya sampaikan bahwa jaman ini sangat sulit menghindari jebakan. Satu-dua kali terpeleset itu semacam bisa dimaklumi…

~ asal gak hobi

-Nug-

http://ift.tt/1zTaZ0r




Sumber : http://ift.tt/1wxAD8B

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz