Suara Warga

Perang Proxy (Proxy War)

Artikel terkait : Perang Proxy (Proxy War)

Panglima TNI, Jendral Moeldoko, dan Kapolri berulang kali menjelaskan bahaya perang Proxy (Proxy War). Panglima TNI dan Juga Kapolri berulang kali menjelaskan bahaya Proxy War. Tampaknya Proxy War perlu dijelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana.



Ketika reportase ini ditulis, ada beberapa anak-anak yang bermain petasan. Tanpa bermaksud menduga-duga ini ada kaitannyaa dengan malam tahun baru. Lantas apa dampak Mercon itu?

Pertama membuat lingkungan sekitar terganggu kenyamanannya, malah-malah membuat bayi bisa terbangun dari tidur, merepotkan orang tua dan tenaga medis. Kedua merepotkan aparat keamanan, salah-salah bisa menjadi bondet yang merusak lingkungan biota laut. Ketiga, jika digunakan di lingungan hutan bubuk misiu bisa mencemari lingkungan.

Kedua hal itu membahayakan pembawanya sendiri. Misalkan saja membawa Lithium dan bahan-bahan berbahaya lain dalam kargo pesawat udara, jelas berbahaya. Pada keadaan normal saja percikan api sedikit saja alarm sudah menyala, berulang kali di Bandar Udara Juanda dan Bandar Udara Brunei Darrusalam menuju Timur Tengah, kargo bahkan tas pinggang milik penulis diperiksa secara ketat.





Selama ini kan aman-aman saja, tidak pernah ada kejadian berati. Wong itu hanya khayalan peluangnya sangat-sangat kecil nol koma sekian persen. Iya, tapi kemungkinan nol koma sekian persen itu memang hampir muskil namun bukan tidak mungkin.

Standar keamanan dan standar keselamatan selalu menekankan Zero Tollarance (Toleransi Nol), pada ilmu sains alam (Natural Science) menerapkan toleransi untuk error adalah nol koma diikuiti deretan angka nol. Logika selama ini aman-aman saja,tidak pernah ada kerjadian berarti adalah logika sains sosial (Social Sciences) yang memang ambang batas error adalah 90 persen.

Jika berurusan dengan keamanan dan keselamatan itu dimasukkan dalam natural sciences, sekalipun yang diajarkan adalah ilmu pengetahuan sosial, karena Bumi tidak bisa diputar kembali, istilahnya Cempaka dalam pendekar Tongkat Emas, kalau sudah terjadi sesal dan tangis bahkan air mata tidak akan sanggup memutar jarum waktu. Yang ada hanya ilusi belaka yang disebut dengan gaya hidup semu.

Jika berurusan dengan ilmu sosial seperti kontrak maka bisa diselesaikan dengan negosiasi-negosiasi. Untuk itulah pada kasus-kasus hukum dan budaya ada namanya konsesi, maka dari itu ada istilah pembatalan perkara meskipun sudah sampai Kepolisian dan Kejaksaan. Jika berurusan dengan insitutusi atau lembaga yang melibatkan banyak individu maka perlu energi lebih untuk berdamai.



Ketika terbang dari Juanda menuju Husain Sastra Negara Bandung dan sebaliknya, kru terlihat meliaht ke arah langit, khawatir ada petir yang mengandung muatan elektromagnetik dalam skala massif dan bergerak secara frontal.

Berbeda dengan radiasi yang merupakan gelombang panas secara terstruktur dan sistematis. Gangguan yang dihasilkan dalam memicu dampak lingkungan. Berbeda dengan gelombang elektromagnetik adalah gelombang imbas dari adanya listrik, plus dan minus menghasilkan percikan api diikuti kilatan. Pada bateri kecil tidak akan terasa, namun pada alam semesta akan terasa hebat, dengan jutaan hingga triilluan Megawatt tumbukan.



Pada Mercon saja bisa dibayangkan gangguan yang ditimbulkan, mulai dari komplain dari lingungan hingga keselamatan. Lantas bagaimana dengan gelombang radiasi, ini sudah bisa dikendalikan dengan berbagai macam aturan pertahan dan keamanan. Dampak itu ada gangguan ketidaknyamanan dan gangguan tidur yang memicu underperformance keesokan harinya.

Gelombang elektromagnetik ada pada semua peralatan, termasuk ponsel dan berbagai macam alat-alat lainnya, sifatnya hanya mengacak-acak arus distribusi informasi. Sampai sekarang belum ada yang bisa memanfaatkan gelombang ini untuk kepentingan, hanya sekelompok kecil orang saja yang terampil, entah di masa depan jika ditemukan alat pemancar gelombang elektromagnetik secara massif layaknya petir.



Pertempuran konvensional saja berbasis senjata api sudah mengerikan , apalagi dengan perang Proxy, yang tidak langsung namun daya imbasnya diluar batas kontrol, apalagi sering dinamakan dengan latihan gabungan di perbatasan negara yang suara ledakannya cukup seram.

Jika perang Proxy ini diberi respon yang benar dan tepat, maka situasinya akan lain. Perlu kebijaksaan dan kendali emosi dalam merespon ini. Hal ini membuat kita semua penting untuk bijak dalam bertindak dan merespon sesuatu, lihat dulu kasus dan signigfikasi dalam kehidupan kita. Lain halnya dengan masalah kemanusiaan, membantu semaksimal mungkin sebatas kemampuan itu perlu.



Perang Proxy bisa ditemukan dilihat di mana saja, pihak Kementrian Pertahanan (KEMENHAN) memiliki daftar contoh perang Proxy. Yang pasti kepada generasi muda, belajarlah ke sekolah dan hormati gurumu dan sayangi teman, itulah tanda kau murid Budiman.

Panglima TNI, Jendral Moeldoko, dan Kapolri berulang kali menjelaskan bahaya perang Proxy (Proxy War). Panglima TNI dan Juga Kapolri berulang kali menjelaskan bahaya Proxy War. Tampaknya Proxy War perlu dijelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana.



Ketika reportase ini ditulis, ada beberapa anak-anak yang bermain petasan. Tanpa bermaksud menduga-duga ini ada kaitannyaa dengan malam tahun baru. Lantas apa dampak Mercon itu?

Pertama membuat lingkungan sekitar terganggu kenyamanannya, malah-malah membuat bayi bisa terbangun dari tidur, merepotkan orang tua dan tenaga medis. Kedua merepotkan aparat keamanan, salah-salah bisa menjadi bondet yang merusak lingkungan biota laut. Ketiga, jika digunakan di lingungan hutan bubuk misiu bisa mencemari lingkungan.

Kedua hal itu membahayakan pembawanya sendiri. Misalkan saja membawa Lithium dan bahan-bahan berbahaya lain dalam kargo pesawat udara, jelas berbahaya. Pada keadaan normal saja percikan api sedikit saja alarm sudah menyala, berulang kali di Bandar Udara Juanda dan Bandar Udara Brunei Darrusalam menuju Timur Tengah, kargo bahkan tas pinggang milik penulis diperiksa secara ketat.





Selama ini kan aman-aman saja, tidak pernah ada kejadian berati. Wong itu hanya khayalan peluangnya sangat-sangat kecil nol koma sekian persen. Iya, tapi kemungkinan nol koma sekian persen itu memang hampir muskil namun bukan tidak mungkin.

Standar keamanan dan standar keselamatan selalu menekankan Zero Tollarance (Toleransi Nol), pada ilmu sains alam (Natural Science) menerapkan toleransi untuk error adalah nol koma diikuiti deretan angka nol. Logika selama ini aman-aman saja,tidak pernah ada kerjadian berarti adalah logika sains sosial (Social Sciences) yang memang ambang batas error adalah 90 persen.

Jika berurusan dengan keamanan dan keselamatan itu dimasukkan dalam natural sciences, sekalipun yang diajarkan adalah ilmu pengetahuan sosial, karena Bumi tidak bisa diputar kembali, istilahnya Cempaka dalam pendekar Tongkat Emas, kalau sudah terjadi sesal dan tangis bahkan air mata tidak akan sanggup memutar jarum waktu. Yang ada hanya ilusi belaka yang disebut dengan gaya hidup semu.

Jika berurusan dengan ilmu sosial seperti kontrak maka bisa diselesaikan dengan negosiasi-negosiasi. Untuk itulah pada kasus-kasus hukum dan budaya ada namanya konsesi, maka dari itu ada istilah pembatalan perkara meskipun sudah sampai Kepolisian dan Kejaksaan. Jika berurusan dengan insitutusi atau lembaga yang melibatkan banyak individu maka perlu energi lebih untuk berdamai.



Ketika terbang dari Juanda menuju Husain Sastra Negara Bandung dan sebaliknya, kru terlihat meliaht ke arah langit, khawatir ada petir yang mengandung muatan elektromagnetik dalam skala massif dan bergerak secara frontal.

Berbeda dengan radiasi yang merupakan gelombang panas secara terstruktur dan sistematis. Gangguan yang dihasilkan dalam memicu dampak lingkungan. Berbeda dengan gelombang elektromagnetik adalah gelombang imbas dari adanya listrik, plus dan minus menghasilkan percikan api diikuti kilatan. Pada bateri kecil tidak akan terasa, namun pada alam semesta akan terasa hebat, dengan jutaan hingga triilluan Megawatt tumbukan.



Pada Mercon saja bisa dibayangkan gangguan yang ditimbulkan, mulai dari komplain dari lingungan hingga keselamatan. Lantas bagaimana dengan gelombang radiasi, ini sudah bisa dikendalikan dengan berbagai macam aturan pertahan dan keamanan. Dampak itu ada gangguan ketidaknyamanan dan gangguan tidur yang memicu underperformance keesokan harinya.

Gelombang elektromagnetik ada pada semua peralatan, termasuk ponsel dan berbagai macam alat-alat lainnya, sifatnya hanya mengacak-acak arus distribusi informasi. Sampai sekarang belum ada yang bisa memanfaatkan gelombang ini untuk kepentingan, hanya sekelompok kecil orang saja yang terampil, entah di masa depan jika ditemukan alat pemancar gelombang elektromagnetik secara massif layaknya petir.



Pertempuran konvensional saja berbasis senjata api sudah mengerikan , apalagi dengan perang Proxy, yang tidak langsung namun daya imbasnya diluar batas kontrol, apalagi sering dinamakan dengan latihan gabungan di perbatasan negara yang suara ledakannya cukup seram.

Jika perang Proxy ini diberi respon yang benar dan tepat, maka situasinya akan lain. Perlu kebijaksaan dan kendali emosi dalam merespon ini. Hal ini membuat kita semua penting untuk bijak dalam bertindak dan merespon sesuatu, lihat dulu kasus dan signigfikasi dalam kehidupan kita. Lain halnya dengan masalah kemanusiaan, membantu semaksimal mungkin sebatas kemampuan itu perlu.



Perang Proxy bisa ditemukan dilihat di mana saja, pihak Kementrian Pertahanan (KEMENHAN) memiliki daftar contoh perang Proxy. Yang pasti kepada generasi muda, belajarlah ke sekolah dan hormati gurumu dan sayangi teman, itulah tanda kau murid Budiman.




Sumber : http://hankam.kompasiana.com/2014/12/29/perang-proxy-proxy-war-694109.html

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz