WANTED: DPR Versi Baru!
DUALISME di DPR saat ini sungguh memalukan. Anggota DPR ini sungguh tidak layak menyandang status sebagai wakil rakyat yang terhormat. Mereka tidak lebih para pecundang yang hanya mementingkan diri sendiri, kelompok sendiri, dan perut sendiri.
Baik kubu KLH maupun KMP sama-sama tidak bernilai. KMP rakus, serakah karena ngotot sapu bersih semua posisi di DPR. KLH juga mestinya legowo dan sadar kebodohan sendiri. KLH dimotori oleh partai pemenang pemilu, tapi kok tidak bisa berbuat apa-apa di DPR? Artinya bodoh, dan layak tidak mendapat apa-apa karena memang gampang dikibuli oleh KMP. Maka mestinya KMP diam saja untuk belajar. Jangan mau dikibuli terus. Tahun 1999 menang telak dalam pemilu tetapi dikangkangi dalam pilpres.
Melihat wajah DPR saat ini, mungkin kita perlu mengevaluasi keberadaan lembaga ini: perlukah? Era teformasi adalah era perbaikan di segala lini. Kalau DPR memang tidak diperlukan untuk apa keberadaannya? Menghabiskan anggaran negara saja.
Penulis, sebagai orang awam dalam politik, suka bertanya-tanya. Apa saja tugas dan fungsi DPR? Katanya sih antara lain membuat undang-undang. Undang-undang apa? Sepertinya ada target tentang jumlah UU yang harus dihasilkan DPR dalam setiap periode? Memang apakah setiap periode perlu UU? Kan sudah banyak UU, dan rasanya itu cukup. Kok masih dibuat lagi?
Perlukah DPR? Pertanyaan ini semakin menggelora di pikiran terlebih menyaksikan ulah beberapa anggotanya yang menyebalkan, memuakkan. Atas nama rakyat mengolok-olok pemerintah. Sok ingin mengganjal pemerintah yang niatnya untuk bekerja bagi kemajuan bangsa dan rakyat. Bahkan ulah seorang oknum ketua DPR yang sok pahlawan membela seorang penghina presiden, sangat memicu emosi. Kualitas oknum bertubuh tambun ini sangat tidak layak karena tidak mengerti apa-apa. Orang bilang dia berat di badan, isi kepala (otak) kosong.
Keberadaan DPR perlu ditinjau kembali. DPR dipilih lewat pemilu oleh rakyat. Parpol-parpol adalah pensuplai (calon) wakil rakyat. Banyak calon wakil rakyat yang tadinya tidak jelas juntrungannya. Namun karena nasibnya baik, populer, jadilah wakil rakyat. Akhirnya hanya mejeng saja. Yang lebih enak tentu orang yang menjadi wakil rakyat sebagai pekerjaan, cari nafkah, karena tadinya tidak jelas statusnya.
Maka ke depan, perlu dipikirkan agar tokoh-tokoh yang mewakili rakyat—apapun namanya nanti—tidak usahlah dipilih lewat pemilu. Cukuplah misalnya, para pejabat, tokoh-tokoh yang ada di daerah, seperti gubernur, bupati, walikota, petinggi perusahaan, dsb… sekaligus menjadi wakil rakyat dari daerah yang siap sedia apabila dipanggil semua untuk berkumpul di Senayan, untuk bersidang membuat peraturan, misalnya. Sebab toh mereka lebih mengerti kondisi di daerah / rakyat masing-masing.
Nah, tokoh-tokoh di setiap daerah, yang jelas status dan posisinya, dan prestasinya, itulah yang merangkap jadi wakil rakyat. Bukan dipilih lewat pemilu lagi. Semoga ide ini bisa menjadi wacana demi tercapainya wakil rakyat yang sejati.
Nah, apakah DPR sekarang ini berani membuat RUU tentang DPR versi baru, mulai tahun 2019?
Sumber : http://ift.tt/1o7Rcap