Mursida, Kesempatan dalam Kesempitan
Kasus tukang tusuk sate yang dituntut oleh Henry Yosodiningrat cukup menyita secara paksa perhatian publik. Bukan saja muncul hashtag #savetukangsate, tapi tiba-tiba TV dipenuhi oleh adegan isak tangi ibu dari pelaku tindakan pornografi dan penghinaan kepala negara tersebut.
Yang lebih eneg lagi adalah, para pengambil kesempatan dalam kesempitan seperti Fadli Zonk yang tiba-tiba datang menemui ibu dari pelaku tersebut. Lulusan sastra rusia ini jelas, tidak jelas juntrungannya tiba-tiba memberikan bantuan hukum kepada pelaku dan sampai pasang badan. Dalam kapasitas apa seorang legislatif datang dan menawarkan jaminan pasang badan untuk penangguhan penahanan? Ini hanya tindakan oportunis mencari muka dan mencari keuntungan pribadi, seakan akan muncul sebagai dewa penolong di siang bolong.
Mursida, si ibu pelaku juga turut mencari kesempatan dalam kesempitan. Setelah diterima oleh Presiden di istana dan datang meminta maaf, lalu diberikan sangu oleh ibu negara. Esoknya datang di wawancara TV yang selalu beda, mengatakan kalau pada saat itu sebenarnya terbersit keinginan untuk meminta pekerjaaan dari Presiden.
Kesedihannya sudah tidak terlihat lagi ketika wawancara TV tersebut, mungkin karena sudah dikasih sangu. Akan tetapi, sore harinya ketika kerabatnya datang, tiba-tiba keluar lagi adegan isak tangis ibu pelaku yang disorot oleh TV yang ada. Jangan heran, kalau nanti Bu Mursida ini minta peran main sinetron kepada TV yang meliputnya.
Kesempatan dalam kesempitan, baik Fadli Zonk maupun Ibu Mursida ini mengambil kesempatan dalam kesempitan di tengah perilaku yang tidak benar.
Lepaskan dari atribut penghinaan kepada Presiden, selaku kepala negara. Kalau orang tua anda diambil gambar kepalanya dan dipasangkan kegambar orang yg sedang berhubungan badan, saya yakin 90% orang, juga akan melakukan tuntutan hukum kepada tukang tusuk sate ini, walaupun katanya hanya copy paste gambar. Pelaku pembuat gambar aslinya pun akan saya tuntut, kalau orang tua saya dibegitukan, apalagi kepala negara.
Jadi tindakan Presiden memaafkan adalah tindakan antar manusia yang seharusnya terjadi, tapi penangguhan penahanan adalah ranah berbeda, dan polisi harus berani menolak permintaan penangguhan penahahan bahkan dari Presiden tersebut. Tindakan Heny Yosodiningrat menolak mencabut gugatan adalah benar, karena tindakan menarik gugatan akan bertentangan dengan hukum dan menimbulkan preseden hukum yang buruk., yakni hukum akan selesai apabila pelaku kejahatan meminta maaf.
Kita berkembang di zaman dimana tidak hanya tukang tusuk sate yang bisa menggunakan internet, tapi anak umur 4 tahun juga sudah bisa menggunakan gadget. Dan karenanya kita harus belajar untuk bertanggung jawab terhadap seluruh hal yang kita ucapkan di dunia maya, kalau tidak mau melihat generasi ke depan yang berbicara semaunya dan menilai dirinya aman karena di dunia maya mereka adalah superman yang tidak bisa tersentuh hukum.
UU ITE adalah undang-undang yang tepat, untuk melindungi warga negara dari kejahatan bullying dan memaksa warga negara untuk saling menghormati di dunia maya. UU ITE bukan UU karet, seperti UU Haatzai Artikelen di era Orde baru, yang sering digunakan untuk menangkap lawan politik. Siapa yang tidak mengerti pasal –pasal Haatzai Artikelen (pasal-pasal penebar kebencian) silakan googling di internet.
Jadi Bu Mursida, anak anda sudah dimaafkan Presiden, dan mungkin penahanan akan ditangguhkan, walaupun mungkin proses hukum terus berjalan. Saatnya berhenti lebay dan hentikan uraian air mata itu. Gunakan uang sangu yang diberikan Fadli Zonk dan ibu negara sebagai modal usaha, tidak perlu minta pekerjaan lagi kepada Presiden, dan didik anak ibu agar tidak sembarangan posting gambar porno, karena mungkin keponakan kami yang melihat postingan tersebut dan apabila itu terjadi lagi, saya akan pastikan untuk menuntut kembali anak ibu dengan UU ITE.
Media juga, hentikan memaksa kami melihat drama tidak penting Mursida dan anaknya, dan berikan liputan berita yang lebih penting karena itu tugas anda yang sesungguhnya.
Sekian dan terima kasih.
Sumber : http://ift.tt/1GawFYQ
Yang lebih eneg lagi adalah, para pengambil kesempatan dalam kesempitan seperti Fadli Zonk yang tiba-tiba datang menemui ibu dari pelaku tersebut. Lulusan sastra rusia ini jelas, tidak jelas juntrungannya tiba-tiba memberikan bantuan hukum kepada pelaku dan sampai pasang badan. Dalam kapasitas apa seorang legislatif datang dan menawarkan jaminan pasang badan untuk penangguhan penahanan? Ini hanya tindakan oportunis mencari muka dan mencari keuntungan pribadi, seakan akan muncul sebagai dewa penolong di siang bolong.
Mursida, si ibu pelaku juga turut mencari kesempatan dalam kesempitan. Setelah diterima oleh Presiden di istana dan datang meminta maaf, lalu diberikan sangu oleh ibu negara. Esoknya datang di wawancara TV yang selalu beda, mengatakan kalau pada saat itu sebenarnya terbersit keinginan untuk meminta pekerjaaan dari Presiden.
Kesedihannya sudah tidak terlihat lagi ketika wawancara TV tersebut, mungkin karena sudah dikasih sangu. Akan tetapi, sore harinya ketika kerabatnya datang, tiba-tiba keluar lagi adegan isak tangis ibu pelaku yang disorot oleh TV yang ada. Jangan heran, kalau nanti Bu Mursida ini minta peran main sinetron kepada TV yang meliputnya.
Kesempatan dalam kesempitan, baik Fadli Zonk maupun Ibu Mursida ini mengambil kesempatan dalam kesempitan di tengah perilaku yang tidak benar.
Lepaskan dari atribut penghinaan kepada Presiden, selaku kepala negara. Kalau orang tua anda diambil gambar kepalanya dan dipasangkan kegambar orang yg sedang berhubungan badan, saya yakin 90% orang, juga akan melakukan tuntutan hukum kepada tukang tusuk sate ini, walaupun katanya hanya copy paste gambar. Pelaku pembuat gambar aslinya pun akan saya tuntut, kalau orang tua saya dibegitukan, apalagi kepala negara.
Jadi tindakan Presiden memaafkan adalah tindakan antar manusia yang seharusnya terjadi, tapi penangguhan penahanan adalah ranah berbeda, dan polisi harus berani menolak permintaan penangguhan penahahan bahkan dari Presiden tersebut. Tindakan Heny Yosodiningrat menolak mencabut gugatan adalah benar, karena tindakan menarik gugatan akan bertentangan dengan hukum dan menimbulkan preseden hukum yang buruk., yakni hukum akan selesai apabila pelaku kejahatan meminta maaf.
Kita berkembang di zaman dimana tidak hanya tukang tusuk sate yang bisa menggunakan internet, tapi anak umur 4 tahun juga sudah bisa menggunakan gadget. Dan karenanya kita harus belajar untuk bertanggung jawab terhadap seluruh hal yang kita ucapkan di dunia maya, kalau tidak mau melihat generasi ke depan yang berbicara semaunya dan menilai dirinya aman karena di dunia maya mereka adalah superman yang tidak bisa tersentuh hukum.
UU ITE adalah undang-undang yang tepat, untuk melindungi warga negara dari kejahatan bullying dan memaksa warga negara untuk saling menghormati di dunia maya. UU ITE bukan UU karet, seperti UU Haatzai Artikelen di era Orde baru, yang sering digunakan untuk menangkap lawan politik. Siapa yang tidak mengerti pasal –pasal Haatzai Artikelen (pasal-pasal penebar kebencian) silakan googling di internet.
Jadi Bu Mursida, anak anda sudah dimaafkan Presiden, dan mungkin penahanan akan ditangguhkan, walaupun mungkin proses hukum terus berjalan. Saatnya berhenti lebay dan hentikan uraian air mata itu. Gunakan uang sangu yang diberikan Fadli Zonk dan ibu negara sebagai modal usaha, tidak perlu minta pekerjaan lagi kepada Presiden, dan didik anak ibu agar tidak sembarangan posting gambar porno, karena mungkin keponakan kami yang melihat postingan tersebut dan apabila itu terjadi lagi, saya akan pastikan untuk menuntut kembali anak ibu dengan UU ITE.
Media juga, hentikan memaksa kami melihat drama tidak penting Mursida dan anaknya, dan berikan liputan berita yang lebih penting karena itu tugas anda yang sesungguhnya.
Sekian dan terima kasih.
Sumber : http://ift.tt/1GawFYQ