Suara Warga

MenKumHam versus PTUN untuk PPP.

Artikel terkait : MenKumHam versus PTUN untuk PPP.


1415487419958615287Gambar kreasi dari sumber yang jelas.


MenKumHam versus PTUN untuk PPP.


Menyaksikan “ debat kusir “ antara dua kubu PPP yang bersengketa yang disiarkan TV suasta membuat hati ini semakin trenyuh. Apa lagi bila mendengarkan alasan Menteri Hukum dan HAM dalam menanggapi keputusan PTUN tersebut.


Debat kusir memutar balikkan hukum antara dua kubu yang bertikai, dalam mencari pembenaran untuk kepentingan kelompoknya masih bisa ditolerir, karena seburuk apapun itu merupakan satu perjuangan untuk menang. Akan tetapi dalih muter-muter yang dipergunakan oleh seorang Menteri Hukum dan HAM yang dalam segala tindakannya mewakili Presiden yang harus dipertanggung jawabkan Presiden Jokowi kepada selutuh rakyat Indonesia, menjadikan apa yang dilakukan oleh Men Kum Ham mencoreng muka Presiden Jokowi.


Seorang Menteri Hukum dan HAM mestinya telah memahami Undang-undang dibawah ini :


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK



Yang tertuang dalam perubahan ke 10 dan ke 11 sebagai berikut :



10. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:



Pasal 32


(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.


(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.


(3) Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian.


(4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari.


(5) Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.



11. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) diubah sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:



Pasal 33


(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.


(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.


Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30.


Itulah mengapa Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan dengan menetapkan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Menkumham No. M.HH-07.AH.11.01 sebagaimana dituangkan dalam Penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 217/G/2014/PTUN-JKT tertanggal 6 November 2014, dengan amar sebagai berikut,’


MENETAPKAN :

1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan yang diajukan oleh Penggugat;


2. Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung sampai dengan putusan dalam perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap;


3. Memerintahkan kepada Tergugat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan Pejabat Tata Usaha Negara lainnya, yang berhubungan dengan Keputusan Tata Usaha Negara (objek sengketa), termasuk dalam hal ini penerbitan Surat-surat Keputusan Tata Usaha Negara yang baru mengenai hal yang sama, sampai dengan adanya islah diantara para elite PPP yang bersengketa;


4. Menunda pembebanan biaya perkara yang timbul karena adanya Penetapan Penundaan ini bersama dengan Putusan Akhir;


5. Memerintahkan kepada Panitera atau Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan dan memberitahukan berlakunya penetapan ini kepada pihak-pihak yang bersengketa, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.”


Yang menjadi bahasan berikutnya adalah, layakkan seorang Menteri Hukum dan HAM tidak memperhatikan UU tentang Partai Politik yang berlaku di Indonesia, dengan tidak melaksanakan anamah UU yang terkandung dalam pasal 33 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 yang dengan tegas menyatakan :


(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.


(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.


Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30.


Layakkah bila seorang Menteri Hukum dan HAM kemudian mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang jelas mempunyai dasar hukum yang kuat ?


Bahwa dalam amar putusan ditetapkan dengan sangat jelas :


MENETAPKAN :

1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan yang diajukan oleh Penggugat;


2. Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung sampai dengan putusan dalam perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap;


3. Memerintahkan kepada Tergugat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan Pejabat Tata Usaha Negara lainnya, yang berhubungan dengan Keputusan Tata Usaha Negara (objek sengketa), termasuk dalam hal ini penerbitan Surat-surat Keputusan Tata Usaha Negara yang baru mengenai hal yang sama, sampai dengan adanya islah diantara para elite PPP yang bersengketa;


4. Menunda pembebanan biaya perkara yang timbul karena adanya Penetapan Penundaan ini bersama dengan Putusan Akhir;


5. Memerintahkan kepada Panitera atau Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan dan memberitahukan berlakunya penetapan ini kepada pihak-pihak yang bersengketa, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.”


Adalah sama sekali tidak bisa dibenarkan alasan kekosongan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan menjadi beban Pemerintah yang harus segera diputuskan.


Maka dengan jelas perintah Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung sampai dengan putusan dalam perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap;


Artinya, Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, belum mempunyai kekuatan hukum sampai ada keputusan islah atau ada putusan pengadilan yang tetap sebagai pelaksanaan dari pasal 33 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011.


Mengandung pengertian setelah ada putusan pengadilan yang tetap ( oleh Mahkamah Agung ) bila :


- Pihak Romi dinyatakan yang menang, maka Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan baru dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum.


- Sebaliknya bila pihak Romi dinyatakan kalah, maka Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan harus dicabut dan diganti dengan surat keputusan yang baru sesuai dengan ketentuan Pengadilan yang telah tetap.


Kemudian kepada yang bertikai perlu dijelaskan bahwa :


Pada item 5 amar putusan berbunyi :


Memerintahkan kepada Panitera atau Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan dan memberitahukan berlakunya penetapan ini kepada pihak-pihak yang bersengketa, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.”


Artinya keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara ini berlaku pula untuk dua kubu yang bersengketa, yaitu TIDAK ADA KEPENGURUSAN YANG BISA DISAHKAN oleh Menteri Hukum dan HAM setelah ditundanya pengesahan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, sampai ada islah dari dua belah pihak yang bersengketa atau sudah ada Keputusan Pengadilan yang bersifat Inkrah.


Bagaimana dengan nasib para anggota Dewan yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan ?


Bahwa perselisihan yang terjadi dalam kepengurusan adalah diluar tanggung jawab Anggota Dewan yang dipilih secara langsung oleh konstituennya. Dengan kosongnya kepengurusan Partai sampai adanya kepurusan pengadilan yang tetap Anggota Dewan tetap berhak untuk mewakili konstituennya tanpa harus bergantung kepada Kepengurusan pada Partai Politiknya.


Tidak adanya fraksi PPP dalam Dewan Perwakilan Rakyat, tidak menghalangi anggota Dewan yang berasal dari PPP untuk bergabung dengan fraksi yang ada secara individual sampai terbentuknya Fraksi PPP dalam Dewan Perwakilan Rakyat.


Akan tetapi adalah sangat bijaksana bila sambil menunggu Islah atau adanya ketetapan hukum yang final tentang Kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan, anggota Dewan yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan membuat Islah kecil sesama anggota Dewan dalam satu Partai dengan tetap membentuk fraksi dan melepaskan diri dari koalisi Politik. Untuk sementara tidak perlu bergabung dengan koalisi Merah Putih maupun Koalisi Indonesia Hebat.


Salam Prihatin untuk Partai Persatuan Pembangunan.







Sumber : http://ift.tt/1w1nO3u

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz