Suara Warga

" INDONESIA DI TENGAH PASAR BEBAS "

Artikel terkait : " INDONESIA DI TENGAH PASAR BEBAS "





” Bukanlah Pengecut Orang Yang Tiarap Menghindarkan Peluru Mendesing, Namun Bodohlah Orang Yang Menantang Peluru Hanya Untuk Jatuh Dan Tak Kuasa Bangkit Kembali ” ( Jose Rizal. Sastrawan Filiphina, Dalam Jangan Sentuh Aku )



Dalam peradaban baru dunia global. Kemajuan tekhnologi dan informasi menjadi sebuah infrastruktur penopang bergeraknya globalisasi dan ekonomi neo liberal. Melalui tekhnologi informasi, pemegang modal raksasa di sektor keuangan dan industri dengan mudah memindahkan modalnya dari satu negara ke negara yang lain hanya dengan memencet mouse komputer.


Selain tekhnologi informasi, sistem moneter dan pengetahuan juga dikuasai oleh pemodal raksasa dari/dan negara-negara dunia pertama. Tanpa menutup optimisme, andai kita jujur, Indonesia dalam posisi terkunci dalam gerak kenyataan global. Sebabnya, dalam konsep international division of labour teori world system, negara-negara dunia pertamalah yang menguasai sistem dunia saat ini sebagai negara-negara pusat ( core )- muara aliran surplus ekonomi yang bersumber dari negeri-negeri periphery dan semi-periphery.


Negara-negara pusat memainkan peran strategis dalam setiap perumusan aturan internasional melalui lembaga-lembaga internasional. Sebagai contoh adalah ISO ( Internasional Standar Organization ) yang menjadi salah satu aturan internasional dalam perdagangan barang lintas negara. Cara pandang penetapan aturan ISO mengacu pada cara pandang negara dunia pertama, dan jauh berbeda dengan cara pandang negara-negara dunia ketiga. aturan tersebut banyak merugikan negara-negara dunia ketiga karena cenderung menghadapkan negara dunia ketiga pada hukum besi mekanisme pasar.


Mekanisme pasar sejauh membuka kesempatan kepada semua pihak untuk berinteraksi secara setara, sesungguhnya dapat diterima. Tetapi dalam kenyataan sistem neo liberal saat ini, prinsip kesetaraan hanya mimpi belaka. Prinsip perdagangan bebas yang dipandu dengan sistem moneter hampir-hampir tidak menyisakan ruang bagi ekonomi negara dunia ke tiga untuk bertahan, apalagi menangguk laba. Dalam sistem dunia saat ini para pemilik modal besarlah yang mengambil untung.


Sementara indonesia berada persis ditengah pasar bebas dan terikat dengan berbagai perjanjian dagang baik di level regional maupun internasional. Kita telah menanda tangani keanggotaan WTO yang akan membentuk dunia sebagai satu pasar pada tahun 2025. Dalam jangka yang lebih pendek, selain telah membangun komitmen untuk mewujudkan asia tenggara sebagai pasar bebas pada tahun 2015, indonesia juga berkomitmen dalam perjanjian serupa dengan negara-negara asia pasifik ( APEC ). Dengan kesepakatan-kesepakatan tersebut, kemudian mencermati situasi sosial, politik, dan ekonomi domestik saat ini, tak seorangpun yang tidak akan gelisah membayangkan Indonesia kedepan.


Apabila kita melihat sejarah panjang Indonesia ( 1945-2006 ),tampak bahwa negeri ini belum pernah sekalipun melakukan upaya serius untuk mengkonsolidasikan kekuatan sosial, politik, dan ekonominya menghadapi situasi dunia pasca perang dingin. Dalam setiap kurun sejarah, telah terbukti indonesia menjadi bulan-bulanan negara-negara core yang berebut sumber-sumber ekonomi untuk kepentingan survival mereka sendiri. Upaya serius untuk menghitung bandul gerak kenyataan global dan mencuri moment demi kepentingan bangsa seperti pernah dilakukan tahun 1945, belum pernah terjadi. Bahkan dalam setiap moment “ perubahan “ penting di Indonesia ( 1966,1998 ), kita sama sekali tidak memiliki skenario. Bila dicermati sungguh-sungguh baik pada tahun 1966 maupun 1998, kita dihadapkan pada situasi yang secara faktual tidak kita mengerti sepenuhnya sehingga kita tidak siap mengambil kendali.


Fakta tersebut, menurut penulis, menunjukkan bahwa sampai hari ini cara pandang kita sebagai bagian dari bangsa masih belum mumpuni, kurang luas dan kurang awas dibanding kaum pergerakan generasi awal abad XX. Generasi terdahulu, meski bukan tetap contoh sempurna, membaca gerak dunia sambil mempersiapkan diri untuk mengambil kesempatan di ‘ tikungan sejarah ‘. Sementara kita cenderung membaca gerak dunia dalam perdebatan teoritik yang kental, dan terhisap dalam perdebatan teoritik itu sendiri. Sehingga problem survival bangsa tidak kunjung diantisipasi. Apabila fakta ini tetap dipertahankan, maka kita tidak boleh marah atau mengeluh apabila 10.15,20, tahun kedepan, peran-peran kepemimpinan yang menentukan survival bangsa kembali didominasi oleh kaum teknokrat. Kita tidak boleh marah apabila kaum pergerakan yang ( merasa ) memiliki pertaruhan nasib survival bangsa dalam jangka panjang justru dipinggirkan. Dan memang kita tidak perlu marah apabila posisi tersebut merupakan pilihan yang diambil secara sadar. Namun, tentu saja tidaklah demikian.


Andai saja saat ini adalah 50 tahun silam dan kita telah memiliki keawasan seperti saat ini, niscaya kita akan mengikuti mao tse tung dan tan malaka yang memiliki kemerdekaan sepenuh-penuhnya, bukan negosiated independence seperti yang sudah kita pilih. Dengan merdeka sepenuhnya kita memiliki kesempatan untuk berbenah diri kedalam tanpa harus mengintegrasikan diri ( tanpa persiapan ) dalam interaksi global yang asimetris sekarang ini. Disitu, politik isolasi adalah pilihan yang mengandung konsekuensi tidak ringan. Bentuknya adalah seperti apa yang dilakukan cina ( RRC ), selama beberapa dekade sibuk berbenah diri melakukan reformasi struktur internal dan kemudian dalam hitungan dekade kelima telah mampu bersaing dengan hegemon dunia. Cina telah membuktikan, there is an alternative ( TIA ) selain blue print AS yang telah jadi pakem bagi negeri-negeri pinggiran ( periphery ).


Konsolidasi politik negara-negara penganut liberal ( eropa dan amerika ) pasca perang dunia kedua ditujukan untuk menciptakan format baru penjajahan dari bentuk lama kolonialisme dan impreliasme. Konsolidasi tersebut memunculkan imperium global yang di ikuti dengan perkembangan diplomasi multilateral, regulasi ekonomi internasional dan pembentukan institusi-institusi global, seperti PBB, WTO, IMF dan institusi regional seperti UNI EROPA dan NAFTA. Institusi-institusi internasional inilah yang menciptakan aturan main politik skala global khususnya yang menyangkut isu-isu perdagangan dan keamanan internasional. Perkembangan politik internasional tersebut telah menggerogoti batas-batas teritori negara sehingga potensial untuk memunculkan rezim internasional yang berpengaruh dalam menentukan negara-negara yang lain. Dampak lanjutannya, peran negara atas warganya semakin kecil, diganti oleh sebuah rezim global yang mampu menggerakkan struktur sosial dan politik sebuah negara,


Indonesia saat ini tidak akan mungkin terhindar dari proses politik internasional tersebut, apalagi dengan posisi geografis indonesia dikawasan asia pasifik yang strategis baik secara politik maupun ekonomi. Tanpa keawasan dan strategi jitu, indonesia akan kehilangan banyak peran dan hanya menjadi aktor kecil dalam pentas dunia. Sementara, aktor non negara mulai dari kalangan bisnis hingga organisasi-organisasi non profit akan semakin memainkan peranan penting dalam lingkup nasional maupun internasional.


Oleh karena itu dipandang perlu bagi PMII dalam menyikapi hal tersebut, untuk mengeluarkan rekomendasi eksternal yang dapat dirumuskan berdasarkan fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara. Rekomendasi ini bertujuan memberikan presure kepada pihak-pihak eksternal PMII seperti eksekutif, lrgislatif, lembaga negara, ormas, dan lain sebagainya. Adapun secara rinci sebagai berikut :


Pokok-Pokok Pikiran Dan Rekomendasi PMII Dalam Menghadapi Pasar Bebas. ( ASEAN +9 YOUTH ASSEMBLY FOR ASEAN COMMUNITY 2015 Jakarta, Indonesia , 26-29 Agustus 2013 )


PENGANTAR


1. Kami, lebih dari 75 pemuda dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam, Pakistan, Amerika Serikat, dan China, telah berkumpul di Jakarta, Indonesia pada tanggal 26-29 Agustus 2013 untuk ASEAN 9 Youth Assembly untuk Masyarakat ASEAN 2015 yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII ) Dan di hadiri dari unsur PKC, dan delegasi pemuda asean untuk membahas tiga pilar ASEAN yaitu Politik-Keamanan, Komunitas Ekonomi dan Sosial-Budaya, tantangan dan solusi yang mungkin dijalankan, serta peran kaum muda dalam Masyarakat ASEAN.


2. Kami meyakini bahwa ASEAN harus memberikan manfaat bagi kepentingan pemuda di semua tingkat dan setiap status, dalam membangun Komunitas terpadu pada tahun 2015.


3. Kami menyerukan untuk ASEAN dan negara-negara anggota untuk mengakui pentingnya peran dan partisipasi kaum muda dalam pembangunan Masyarakat ASEAN. Kami menyadari bahwa kebijakan yang dilakukan saat ini sangat mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari, sekarang, besok dan di masa depan. Kami juga percaya bahwa kontribusi kami untuk pembangunan Masyarakat ASEAN akan membentuk masa depan ASEAN. Oleh karena itu kita harus disertakan dalam proses pengambilan keputusan sedini mungkin, untuk mengambil alih obor kepemimpinan dalam pengembangan dan kemajuan.


4. Kami kecewa bahwa ASEAN masih beroperasi dengan cara negara-sentris. Kami mendesak ASEAN untuk menyebarluaskan informasi mengenai perkembangan terbaru dari kerjasama ASEAN yang akan mempromosikan keterlibatan intensif ” antar-individu ” kerjasama dalam kerangka ASEAN, sehingga program dan agenda ASEAN untuk tahun 2015 akan lebih inklusif, yang melibatkan tidak hanya pemerintah dan elit tetapi juga pemangku kepentingan lain yang bersangkutan.


5. Kami menyaksikan perlakuan tidak manusiawi di sekitar kita yang melintasi semua pilar ASEAN. Kami percaya bahwa pemerintah ASEAN harus mengadopsi hak asasi manusia yang lebih holistik, adil, dan yang sama pendekatan pembangunan. ASEAN harus memastikan bahwa proyek-proyek pembangunan yang tidak akan semakin memperburuk masalah lingkungan di wilayah tersebut. Bahkan, ASEAN harus mengambil langkah cepat untuk menemukan solusi yang sesuai dengan masalah yang diangkat.


6. Kami menghargai upaya penyelenggara ASEAN 9 Youth Assembly untuk Masyarakat ASEAN 2015 dan berharap bahwa platform akan dilakukan setiap tahun dan mengambil tempat yang berbeda di negara-negara anggota ASEAN.


7. Kami berkomitmen untuk mendukung pembangunan Masyarakat ASEAN pada 31 Desember 2015 dan untuk berkontribusi pada perumusan Masyarakat ASEAN pasca 2015. Berikut ini adalah keprihatinan kami, rekomendasi, dan komitmen mengenai tiga pilar ASEAN, yakni politik-keamanan, ekonomi dan Komunitas Sosial - Budaya.


KOMUNITAS POLITIK-KEAMANAN


8. Sementara menghargai keragaman ASEAN, kami juga khawatir bahwa perbedaan-perbedaan ini akan memprovokasi konflik antar dan intra-negara di negara-negara anggota ASEAN. Kami percaya bahwa keragaman suku, agama, bahasa, geografis dan sumber daya akan menjadi kekuatan ASEAN yang akan menyatukan semua anggotanya. Oleh karena itu kami mendesak pemerintah ASEAN untuk mempercepat operasionalisasi Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN (AIPR) dan meningkatkan saling pengertian melalui dialog pemangku kepentingan di luar urusan diplomatik dalam sengketa perbatasan. Kami juga percaya bahwa Sengketa Sidang Pengadilan atau mekanisme lain resolusi konflik diperlukan untuk membantu memecahkan sengketa perbatasan di ASEAN.


9. Kami merekomendasikan bahwa ASEAN membuat skema beasiswa bagi kaum muda untuk memiliki berbagai program pertukaran pemuda di negara-negara ASEAN untuk belajar perdamaian, rekonsiliasi dan manajemen konflik, serta membangun Jaringan Pemuda Pembangunan Perdamaian di ASEAN.


10. Kami memuji pembentukan mekanisme regional hak asasi manusia di ASEAN, yaitu: Komite ASEAN untuk Pelaksanaan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-Hak Pekerja Migran ( ACMW ) pada tahun 2008 , ASEAN Komisi Antar Pemerintah mengenai Hak Asasi Manusia ( AICHR ) pada tahun 2009 , dan Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak ( ACWC ) pada tahun 2010 . Namun demikian , kita mempertanyakan fungsi badan ini dalam melindungi hak-hak semua orang di ASEAN, karena kami terus melihat pelanggaran hak asasi manusia dibiarkan belum terselesaikan, kejadian kekerasan andcorresponding konsekuensi, isu lintas batas seperti pengungsi, pekerja migran, perdagangan, dan pelanggaran hak-hak minoritas.


11. Kami yakin bahwa jika ASEAN terus lalai dalam merespon pelanggaran hak asasi manusia, tujuan Masyarakat ASEAN tidak akan tercapai karena tantangan stabilitas ekonomi dan keamanan kawasan dan menghalangi proses demokratisasi di negara-negara anggota ASEAN. Kami mendesak AICHR, ACWC, ACMW, dan organisasi ASEAN pada umumnya, untuk meningkatkan kesadaran tentang universalitas hak asasi manusia kepada orang-orang di ASEAN. Selain itu, kami mendesak mekanisme untuk mengambil upaya yang diperlukan untuk melindungi minoritas dan mempromosikan multikulturalisme dan keragaman, termasuk partisipasi kaum muda dalam pelaksanaannya.


12. Kami mengamati semakin tingginya tingkat korupsi di Masyarakat ASEAN yang menghasilkan respon yang berbeda dalam Kebijakan-Kebijakan di setiap negara, kami mendorong setiap negara untuk melawan praktek-praktek ini, dengan memberikan pendidikan moral mulai dari tingkat dasar, baik formal maupun informal , mengangkat duta moral, dan menilai tingkat hukuman yang sesuai dengan derajat yang berbeda kejahatan.


13. Kami menyadari bahwa Masyarakat ASEAN menghadapi sejumlah kejahatan transnasional, antara lain termasuk terorisme, penangkapan ikan ilegal, perdagangan manusia, dan obat-obatan terlarang. Kami menyerukan pembentukan jaringan advokasi pemuda untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu mengatakan melalui penggunaan berbagai komunikasi kreatif berarti seperti situs jejaring sosial, poster, dan buku panduan. Selain itu, strategi lain seperti dialog antarbudaya dan antaragama untuk mempromosikan saling pengertian antara pihak terkait.


KOMUNITAS EKONOMI


14. Kami mengakui bahwa negara-negara di kawasan ASEAN memiliki kepentingan ekonomi yang berbeda karena beragam sumber daya alam dan potensi yang tersedia. Situasi ini membuat adanya saling ketergantungan di antara negara-negara tetangga ASEAN. Kami yakin bahwa untuk mencapai kolaborasi ekonomi, sangat penting bahwa para pemangku kepentingan yang relevan diikutsertakan dalam proses integrasi ekonomi.


15. Kami mengumpulkan bahwa kesenjangan ekonomi disebabkan kesenjangan sosial seperti buta huruf, pengangguran, brain drain, dan korupsi. Untuk mempersempit kesenjangan ekonomi dan meningkatkan standar hidup, kami mempertimbangkan peluang jangka panjang seperti pendidikan atau pelatihan kejuruan untuk memberikan keterampilan dan alat untuk pemain untuk terlibat aktif dalam proses ekonomi dan transaksi sosial. Selain itu, pemerintah harus menyoroti pentingnya mendukung usaha kecil -menengah dan pengusaha.


16. Kami telah mengamati bahwa kurangnya integrasi ekonomi berlabuh pada konsep dari berbagai kepentingan nasional dan kesenjangan daerah khususnya dalam hal Produk Domestik Bruto (PDB) dan pendapatan. Kami mendorong terciptanya Southeast Asia Development Bank (SDB) di ASEAN, untuk membantu memberikan pinjaman kepada negara-negara yang belum berkembang.


17. Kami prihatin bahwa mayoritas petani dan penduduk desa miskin dalam kepemilikan kurangnya Asia Tenggara dan pengelolaan lahan pertanian. Meskipun dimungkinkan untuk memiliki lahan , pemerintah belum mengakui dan membatasi kepemilikan . Hukum kuno dating kembali ke kolonisasi menghambat pemerintah dari mengalokasikan dukungan keuangan , documental , dan hukum untuk petani . Terakhir, kami menyerukan pelaksanaan reformasi luas tanah dan masuknya petani mengingat bahwa monopoli dan eksploitasi masih terjadi di sektor pertanian.


18. Kami prihatin bahwa tingkat kepemilikan lahan dan kemampuan manajemen lahan mayoritas petani dan penduduk desa miskin sangat rendah. Meskipun dimungkinkan untuk memiliki lahan, pemerintah belum mengakui dan membatasi kepemilikan. Hukum kuno yang mengacu pada hukum kolonial menghambat pemerintah dari pengalokasian dukungan keuangan, dokumental, dan hukum bagi para petani. Terakhir, kami menyerukan pelaksanaan reformasi tanah dan keikutsertaan petani mengingat bahwa monopoli dan eksploitasi masih terjadi di sektor pertanian.


19. Dalam baris ini , kami sangat dianjurkan ASEAN untuk memulai aturan regional tentang reformasi tanah dan perlindungan hak-hak petani. Pembentukan badan otonom nasional atau representasi kelompok aksi tanah rakyat perlu untuk mempromosikan akuntabilitas antara pemerintah masing-masing negara.


KOMUNITAS SOSIAL-BUDAYA


20. Kesenjangan sosial dan ekonomi, ketimpangan, pandangan sempit nasionalisme, dan pemaksaan budaya akan menghalangi pembentukan identitas ASEAN yang bersatu. Sebagai respon terhadap ini, kami menyerukan apresiasi budaya antara anggota ASEAN melalui sarana pertukaran budaya sektor-sektor tertentu dalam bidang pendidikan, kesehatan, pertanian, serta kesenian.


21. Pelanggaran hak asasi manusia dan korban kelompok marjinal seperti perempuan dan anak-anak merupakan masalah di kawasan ASEAN. Kemiskinan, aktivitas kriminal, kurangnya kesempatan ekonomi, dan diskriminasi sosial telah terang-terangan menyebabkan perdagangan manusia. Untuk mengatasi tantangan ini, kami menyerukan peluang ekonomi yang layak seperti penciptaan lapangan kerja serta gaji dan upah yang sesuai, pendidikan migrasi yang aman, kewaspadaan, kelompok pendukung korban, penegakan hukum tentang perdagangan manusia, dan pembangunan sumber daya manusia yang kapabel.


22. Kami mengakui adanya masalah keuangan yang mempengaruhi pembangunan model kemitraan ASEAN, yang berasal dari kurangnya dukungan pemerintah dan partisipasi masyarakat sipil termasuk pemuda. Komunikasi antara pemerintah dan penyelenggara sangat penting untuk memahami permasalahan tersebut. Di sisi lain, perencanaan yang tidak memadai dan pelaksanaan yang tidak efektif karena masalah komitmen bersama dalam organisasi dapat diselesaikan dengan menerapkan struktur yang sistematis.


PERAN PEMUDA DI ASEAN


23. Kami mendesak ASEAN dan negara anggotanya untuk mengambil upaya-upaya yang diperlukan untuk menyediakan beasiswa, pendidikan, pelatihan serta ruang untuk para pemuda, untuk mempromosikan keterlibatan partisipatif dengan ASEAN dan kesempatan untuk mengambil beberapa tanggung jawab dalam pembangunan Masyarakat ASEAN. Kami percaya bahwa para pemuda adalah individu yang mampu memberikan perspektif, dan keahlian jangka panjang serta tujuan yang jelas bagi Masyarakat ASEAN.


24. Kami menuntut ASEAN dan negara-negara anggotanya untuk memfasilitasi tempat bagi para pemuda di wilayah di dalam dan di luar ASEAN untuk saling terhubung, berinteraksi, dan berkolaborasi dengan satu sama lain dan dengan aktor utama lainnya dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan seluruh pilar Masyarakat ASEAN.


25. Kami menyerukan kepada ASEAN dan negara-negara anggotanya untuk memfasilitasi para pemuda untuk mendefinisikan dan membentuk identitas ASEAN kita dalam konteks perspektif dan pengalaman kita sendiri






Sumber : http://ift.tt/1tyr9VH

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz