Astaghfirullah, Kebohongan Jokowi Berjamaah
Kebohongan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ternyata diikuti para pembantunya alias anggota kabinetnya terkait anggaran tiga kartu sakti Jokowi.
Jokowi mengatakan, tiga kartu sakti itu dari anggaran APBN 2014 di era SBY di mana ada program BPJS. Padahal kalau dilihat kartu dan BPJS itu sistemnya sangat berbeda.
Kalau BPJS itu sistemnya asuransi setiap warga iuran tiap bulan, dan bila mengalami sakit bisa diklaim. Bila orang yang tidak sakit, uang itu hangus karena diperbantukkan untuk yang sakit. BPJS itu sistemnya lebih pada gotong royong.
Sedangkan Kartu Sakti itu rakyat hanya mengemis tanpa diminta untuk membantu kepada warga lainnya. Hal ini menyebabkan jebolnya anggaran negara.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengikuti bosnya alias Jokowi yang berbohong, bahwa anggaran itu diambil dari APBN 2014.
Puan yang cupu dan bego pun ikut-ikutan berbohong, bahwa anggaran itu diambil di era Presiden SBY dengan program BPJS.
Dan polemik ini mengemuka saat Mensesneg Pratikno mengatakan, anggaran tiga kartu Jokowi itu diambil dari CSR BUMN.
Padahal CSR BUMN itu harus jelas pertanggungjawabannya. Karena perusahaan plat merah itu juga milik negara. Untuk CSR pun harus ada landasan hukumnya.
Kuatnya dana tiga kartu sakti itu dari CSR terlihat dari pengakuan perusahaan yang mendapat tender untuk membuat kartu itu.
Anehnya, Jokowi hanya menyerahkan sebuah CV bernama Grammi Communication Technology. Dari pengadaan kartu yang tanpa tender penuh korupsi dan kolusi.
Dasar presiden pencitraan. Bukan kerja, kerja, kerja. Tetapi Kera,kera, kera
SUMBER TULISAN
Sumber : http://ift.tt/1xjAMxy
Jokowi mengatakan, tiga kartu sakti itu dari anggaran APBN 2014 di era SBY di mana ada program BPJS. Padahal kalau dilihat kartu dan BPJS itu sistemnya sangat berbeda.
Kalau BPJS itu sistemnya asuransi setiap warga iuran tiap bulan, dan bila mengalami sakit bisa diklaim. Bila orang yang tidak sakit, uang itu hangus karena diperbantukkan untuk yang sakit. BPJS itu sistemnya lebih pada gotong royong.
Sedangkan Kartu Sakti itu rakyat hanya mengemis tanpa diminta untuk membantu kepada warga lainnya. Hal ini menyebabkan jebolnya anggaran negara.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengikuti bosnya alias Jokowi yang berbohong, bahwa anggaran itu diambil dari APBN 2014.
Puan yang cupu dan bego pun ikut-ikutan berbohong, bahwa anggaran itu diambil di era Presiden SBY dengan program BPJS.
Dan polemik ini mengemuka saat Mensesneg Pratikno mengatakan, anggaran tiga kartu Jokowi itu diambil dari CSR BUMN.
Padahal CSR BUMN itu harus jelas pertanggungjawabannya. Karena perusahaan plat merah itu juga milik negara. Untuk CSR pun harus ada landasan hukumnya.
Kuatnya dana tiga kartu sakti itu dari CSR terlihat dari pengakuan perusahaan yang mendapat tender untuk membuat kartu itu.
Anehnya, Jokowi hanya menyerahkan sebuah CV bernama Grammi Communication Technology. Dari pengadaan kartu yang tanpa tender penuh korupsi dan kolusi.
Dasar presiden pencitraan. Bukan kerja, kerja, kerja. Tetapi Kera,kera, kera
SUMBER TULISAN
Sumber : http://ift.tt/1xjAMxy