5 Kejanggalan Penembakan Dayak Meratus
Tanah Bumbu, 29 Oktober 2014 - Berdasarkan keterangan dan bukti-bukti yg terkumpul di lapangan, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) temukan 5 kejanggalan atas peristiwa penembakan oleh oknum aparat Kepolisian Polres Tanah Bumbu pada tanggal 22 Oktober 2014 dinihari waktu setempat hingga menewaskan INUS dan 16 lainnya luka-luka warga komunitas adat Dayak Meratus Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, yakni:
1). Penembakan itu tidak memiliki cukup dasar dan alasan hukum yang jelas dan kuat, karena INUS dkk tidak sedang terlibat dalam tindak kejahatan apapun, melainkan mereka hanya bermaksud menemui dan mempertanyakan penangkapan terhadap 7 orang warga desa Batung yang dituduh melakukan penebangan kayu di lokasi perusahaan. Sebagaimana diketahui bahwa setibanya di tempat kejadian penangkapan 7 orang warga, INUS dkk dihadang aparat kepolisian yang berjumlah lebih dari 30 orang yang langsung berteriak jangan bergerak dan melakukan penembakan, karena merasa terancam INUS dkk dengan mengendarai mobil jenis pickup langsung berbalik arah hingga dikejar aparat polisi dengan terus melakukan penembakan hingga akhirnya INUS tewas luka tembak sebanyak 3 lubang masing-masing di paha, di pinggang hampir tembus, dan kepala hampir tembus;
2). Adanya pertemuan musyawarah yang dipimpin langsung oleh Bupati yang mengarahkan perdamaian dengan pihak keluarga korban INUS. Pertemuan pertama dihadiri Bupati Tanah Bumbu, Kapolres, Dandim, keluarga korban, dan tokoh masyarakat/damang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2014 sore di hari yang sama terjadinya peristiwa penembakan, dan pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2014 di kantor Bupati Tanah Bumbu dipimpin langsung oleh Bupati lengkap bersama unsur muspida Kapolres, Dandim, Kepala Kejaksaan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri, dengan mengundang keluarga korban, dan perwakilan lembaga adat. Keputusannya keluarga korban diberikan uang santunan dari Bupati Tanah Bumbu juga dari Polres Tanah Bumbu, dan permasalahan dianggap telah selesai. Pertanyaannya adalah aneh atas peristiwa pidana yang bukan menjadi kewenangannya, Bupati dengan cepat memimpin langsung musyawarah perdamaian dengan melibatkan unsur muspida tanpa terkecuali, dan tidak satupun institusi penegak hukum yang mengikuti rapat ini mendorong agar proses hukum harus tetap dijalankan sesuai hukum yang berlaku;
3). Bahwa dengan alasan sudah adanya perdamaian dengan pihak keluarga korban, aparat kepolisian Polres Tanah Bumbu tidak lagi melakukan proses hukum atas tindakan kekerasan dan penembakan yang menyebabkan tewasnya INUS dan 16 orang lainnya yang luka-luka. Hal ini tentu bertentangan dengan ketentuan hukum pidana, bahwa tidak satupun aturan hukum yang mengatur perbuatan pidana dapat hapus oleh karena adanya perdamaian kecuali delik aduan;
4). Pihak Kepolisian berdalih bahwa penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap warga merupakan kegiatan operasi penangkapan pelaku illegal logging, tapi pada faktanya dari setiap penangkapan yang dilakukan, tidak satupun yang diproses hukum secara serius menurut hukum hingga ke pengadilan melainkan selalu dilepas setelah dimintai pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan;
5). Bahwa diatas wilayah-wilayah yang menjadi target operasi penangkapan pelaku illegal logging oleh aparat kepolisian disinyalir kuat merupakan wilayah izin konsesi pengusahaan hutan, dan HTI atas nama PT. Kodeco Timber yang sudah beroperasi sejak tahun 1968 yang izinnya diperpanjang pada tahun 1998, didalamnya juga terdapat aktifitas usaha perkebunan kelapa sawit milik perusahaan, dan praktek tambang batubara illegal yang diorganisir pemodal dengan menyingkirkan hak masyarakat adat setempat. Tercatat sejak tahun 2011, aparat kepolisian seringkali melakukan intimidasi kepada warga untuk tidak melakukan kegiatan apapun di dalam wilayah konsesi PT. Kodeco, bahkan terlibat mengawal tindakan penggusuran terhadap ladang, kebun, dan pondok-pondok masyarakat adat setempat.
Berdasarkan pada keadaan diatas, maka terindikasi kuat adanya konflik menahun antara izin usaha perusahaan swasta dengan hak wilayah adat, yg sengaja dibiarkan negara.
Sumber : http://ift.tt/1xc3eAm