Ziqin “Bantal politik”
Orang punya banyak banyak gaya depan tv. Sahabat saya Khoiru Raziqin (Ziqin), punya kebiasaan unik. Ka
lau depan tv ia menggunakan kaca mata. Entah jarak pandang yang terganggu, atau itu cara dia meninggikan gaya hidup. Saya hanya melihat ia berkacamata kalau depan tv. Sebagai staf di DPR-RI, kalau membaca nomenklatur anggaran dan angka-angka gelondongan di APBN yang kecil-kecil font size nya, ia telanjang mata dan melek. Entah kenapa?
Ia punya dua handphone bermerek blackberry torch dan Samsung. Sebelum tidur, kedua HP itu di-setting alarm. Kalau pagi menjelang subuh, kedua HP nya melengking tajam. Tapi dengan modal alarm itu, shalat subuhnya selalu tepat waktu. Tepat jam tuju pagi !
Kalau tidur ia teratur. Posisi lekuk bantal sedikit pun tak berubah dan terletak rapi di belakang otak kecilnya. Dan itu gaya tidur terbaik yang saya lihat. Dan satu lagi, ia acap kali tidur sampai pagi, dengan kaca mata yang menempel di dua bola matanya.
Asal usul Ziqin dari Lamongan. Makanya pilihan makanannya tak bergeser dari selera etniknya, yaitu pecel ayam; lele, bakso dan bakmi. Ia tak begitu akrab dengan nasi Padang seperti saya dan kawan-kawan lainnya. Ia kerap megolok-olok saya dan beberapa rekan lainnya dari NTT yang masih makan jagung dan ikan kering. Tapi tentang makan jagung ini, sudah saya luruskan, bahwa jagung adalah pangan primer kami di NTT. Bukan beras. Maka orang NTT dibilang krisis pangan, sesungguhnya tidak. Cuma tidak makan beras !
Saya, Ziqin dan beberapa rekan lainnya aktif di sebuah organisasi sayap partai. Kami dari berbagai asal dan basis budaya. Pun asal organisasi kemahasiswaan. Ada dari IMM, HMI, PMII dan KAMMI. Basis agama pun dari berbagai kultur, ada NU, ada Muhammadiyah. Ziqin ini selalu mengibarkan bandera NU-nya. Ia selalu menyoalkan shalat tanpa qunut. Ia juga sewot dengan bacaan al fatiha dalam solat dengan bacaan bismillah yang diucapkan lirih. Tapi dengan sindiran sindiran yang halus tapi menohok.
Dengan basis NU nya yang kental, meski tidak kental-kental sekali, ia kerap mengkrtisi hadits yang sering dijadikan basis argument beberapa kawan-kawan dalam debat soal agama. Mengandalkan blackberry torch, ia acap kali googling hadits-hadits yang diduganya lemah (dhaif). NU nya Ziqin cuma parkir di soal qunut dan non qunut. Atau cuma soal baca al fatiha dengan suara jelas atau lirih dalam shalat.
Apapun itu, letupan-letupan Ziqin selalu memuntahkan tawa. Di markas Tebet-Jaksel tempat kami berkumpul, saya selalu menganggap Ziqin seperti kata-kata dalam iklan Sampoerna Hijau: “Ga ada lu ga rame”. Ia selalu memecahkan kebekuan. Diam saja ia mampu memompa tawa apalagi mengeluarkan kata-kata.
Aktif di organisasi sayap partai dengan segala dinamika internal dan eksternal, saya merasa perlu punya banyak stok orang seperti Ziqin. Ia seperti bantal yang mengalas kepalanya. Tempat otak kembali dan bersandar setelah lelah beraktivitas. Maka Ziqin ini bantal politik (pillow of politic). Ia tempat kembali dan bersandar yang tepat ketika mumet berpolitik bagi mereka yang tensi politiknya cepat terpompa. Obrolan politik yang berat, segerah terasa enteng dan empuk dengan elaborasi Ziqin dengan letupan-letupan kecilnya yang jenaka. Maka Ziqin membikin obrolan politik jadi empuk, dan tidak membikin tegang. Seperti bantal di kepalanya. Bantal politik !
Sumber : http://ift.tt/1FJSTk9