Tidak Mudah Menjadi Jokowi.
Lukmanul Hakim, manusia biasa yang namanya tertera dalam Kitab Suci itu ingin mengajarkan makna kehidupan kepada anaknya. Pada satu kesempatan, Lukmanul Hakim mengajak anaknya keluar masuk pedesaan dengan menuntun seekor Keledai. Ketika melalui pedesaan pertama, salah seorang warga desa menegur mereka berdua. Di sinilah, pelajaran tentang kehidupan itu dimulai.
“Bukankah Keledaimu itu bisa kalian tunggangi?!” ujar warga desa pertama.
Tanpa pikir panjang, bapak dan anak itu kemudian menaiki Keledai yang berjalan terseok-seok. Memasuki pedesaan kedua, Lukmanul Hakim kembali mendapat teguran:
“Ya Tuhan, betapa kalian tak menaruh belas kasihan terhadap mahluk ciptaanNya!”
Lukmanul Hakim pun langsung turun, sementara anaknya tetap berada di atas punggung Keledai. Memasuki pedesaan ketiga, teguran pun kembali mereka terima.
“Alangkah tak tahu diri! Si anak duduk di atas pelana bagaikan raja, si bapak menunutn Keledai seumpama punggawa,” ucap warga desa ketiga.
Sekarang, si anak menggantikan posisi ayahnya dengan menuntun Keledai ketika memasuki pedesaan keempat. Teguran pun kembali mereka terima.
“Oh, ayah seperti apa yang membiarkan anaknya menuntun Keledai, sementara dirinya terkantuk-kantuk di atas pelana?” ujar warga desa keempat.
Dinaiki si anak salah, dinaiki bapak salah, dinaiki berdua salah, tak dinaiki salah. Akhirnya Lukmanul Hakim memutuskan untuk memikul saja Keledai malang itu. Apa komentar warga desa kelima?
“Apakah aku tidak salah melihat? Bukankah Keledaimu itu bermanfaat?”
***
Sahabat, Lukmanul Hakim mengajarkan kepada anaknya, betapa menjalani kehidupan di tengah masyarakat itu tidaklah mudah. Akan selalu ada komentar atau gunjingan yang mampu membuat telinga kita memerah.
Lantas apa hubungannya dengan judul artikel di atas?
Maaf, saya hanya akan menyamakan dilema “kehidupan” yang dialami Lukmanul Hakim dan Jokowi, ketika Presiden RI yang baru saja dilantik itu mendapat “sorotan” dari para oknum anggota DPR, pengamat politik, bahkan juga dari berbagai awak media, atas keterlambatan mengumumkan susunan kabinetnya. Komentar para “kutu busuk” itu seolah melebihi kepandaian siapapun, bahkan kepandaian Tuhan.
Ketika Jokowi berusaha mencari para menteri yang akan membantunya bekerja untuk lima tahun kedepan dengan sangat berhati-hati, para “kutu busuk” itu sibuk dengan pendapatnya sendiri. Mencibir, lebay, sotoy!! Sungguh, tidak mudah menjadi Jokowi.
- Selamat pagi Indonesia!
Sumber : http://ift.tt/1FJSQox
“Bukankah Keledaimu itu bisa kalian tunggangi?!” ujar warga desa pertama.
Tanpa pikir panjang, bapak dan anak itu kemudian menaiki Keledai yang berjalan terseok-seok. Memasuki pedesaan kedua, Lukmanul Hakim kembali mendapat teguran:
“Ya Tuhan, betapa kalian tak menaruh belas kasihan terhadap mahluk ciptaanNya!”
Lukmanul Hakim pun langsung turun, sementara anaknya tetap berada di atas punggung Keledai. Memasuki pedesaan ketiga, teguran pun kembali mereka terima.
“Alangkah tak tahu diri! Si anak duduk di atas pelana bagaikan raja, si bapak menunutn Keledai seumpama punggawa,” ucap warga desa ketiga.
Sekarang, si anak menggantikan posisi ayahnya dengan menuntun Keledai ketika memasuki pedesaan keempat. Teguran pun kembali mereka terima.
“Oh, ayah seperti apa yang membiarkan anaknya menuntun Keledai, sementara dirinya terkantuk-kantuk di atas pelana?” ujar warga desa keempat.
Dinaiki si anak salah, dinaiki bapak salah, dinaiki berdua salah, tak dinaiki salah. Akhirnya Lukmanul Hakim memutuskan untuk memikul saja Keledai malang itu. Apa komentar warga desa kelima?
“Apakah aku tidak salah melihat? Bukankah Keledaimu itu bermanfaat?”
***
Sahabat, Lukmanul Hakim mengajarkan kepada anaknya, betapa menjalani kehidupan di tengah masyarakat itu tidaklah mudah. Akan selalu ada komentar atau gunjingan yang mampu membuat telinga kita memerah.
Lantas apa hubungannya dengan judul artikel di atas?
Maaf, saya hanya akan menyamakan dilema “kehidupan” yang dialami Lukmanul Hakim dan Jokowi, ketika Presiden RI yang baru saja dilantik itu mendapat “sorotan” dari para oknum anggota DPR, pengamat politik, bahkan juga dari berbagai awak media, atas keterlambatan mengumumkan susunan kabinetnya. Komentar para “kutu busuk” itu seolah melebihi kepandaian siapapun, bahkan kepandaian Tuhan.
Ketika Jokowi berusaha mencari para menteri yang akan membantunya bekerja untuk lima tahun kedepan dengan sangat berhati-hati, para “kutu busuk” itu sibuk dengan pendapatnya sendiri. Mencibir, lebay, sotoy!! Sungguh, tidak mudah menjadi Jokowi.
- Selamat pagi Indonesia!
Sumber : http://ift.tt/1FJSQox