Suara Warga

Rhenald Kasali : The story behind pemilihan calon komisioner KPK

Artikel terkait : Rhenald Kasali : The story behind pemilihan calon komisioner KPK


Isi tidak ditambah dan tidak dikurangi .. tulisan bersumber dari twitter akun milik pak Rhenald Kasali @Rhenald_kasali


1413515278922150119


Selamat pagi. Dua nama calon pengganti komisioner KPK sudah diumumkan kemarin. Mau tahu the story behind? Ini ceritanya..


Kita tentu tak ingin hny menangkap pelakunya sj, tetapi terus muncul generasi barunya. Ibarat hama, mkn diberantas, mkn imun


Maka, indonesia perlu mencari figur yg bukan cuma pandai menangkap, mengungkap dan menyeret, tetapi jg pandai mencegah


Sayangnya, lembaga KPK telah dipersepsikan sebg lembaga penangkap koruptor. Mata wartawan hny diarahkan pd siapa yg datang


dan yg datang di gdg, kl bukan dukun yg melakukan ritual, pasti calon tersangka, saksi, pelaku tangkap tangan, pengacara dst


Padahal KPK juga butuh ahli prilaku, sistem, audit, strategic management, IT, social marketing, dst


Nah, dgn persepsi sbg lembaga penangkap koruptor, maka terjadilah keengganan bagi para ahli pencegahan utk ikut bergabung


Ahli pencegahan ini bukanlah penegak hukum yg biasa dekat dengan masalah hukum, jadi mencarinya tidak mudah


Kl didiamkan, mk KPK tidak akn prnh menuntaskan karyanya, kita hny akan menyaksikan keributan & trus lahirnya koruptor2 baru


Maka penting bagi kita memikirkan/melakukan pencegahan, merubah mental, bangun sistem dan perbaiki rs percy diri & gaji pegawai


Nah kesadaran itu ada di antara anggota Pansel KPK. Tetapi mencarinya tidak mudah. Setiap ada calon dibidik, mrk menolak..


Ada yang ilmunya bagus, tetapi begitu diuji ternyata mentalnya tidak kuat, agak melankolis


Begitu pengumuman dibuka, pansel langsung pasang mata. Tak dpt dihindari sll terdapat “pencari kerja” yg selalu ikut proses seleksi


Pendaftar cukup banyak, di atas 100 untuk mencari hanya dua orang calon. Jadi tingkat selektifitasnya ckp bagus


Nah, Pansel KPK, diantara pansel-pansel lain yg sy pernah terlibat, kelihatannya sudah pny pola yg bagus. Sy sdh jd pansel KPK 4 kali


Setiap kali dilibatkan selalu ada perbaikan. Dari tanpa pola, menjadi berpola atas dasar ilmu pengetahuan dan pengalaman


Tadinya kami dibantu oleh banyak aktivis sbg pembaca makalah independen. Tetapi kt perbaiki krn bnyk aktivis pny kepentingan


Pembaca makalah independen kita tata, kita cari yg lebih akademik. Kt juga kunci dgn perjanjian kerahasiaan


Nama-nama peserta jg disembunyikan. Kl aktivis, entah bagaimana, wl dirahasiakan mrk bisa tahu siapa yg mbuat makalah tanpa nama itu…


dan kalau sdh pny kepentingan, maka kegaduhan pun terjadi .. Yg tidak lolos, namanya sdh beredar sblm diumumkan.


Maka kerja profesional, memegang teguh nilai-nilai etika, sadar peran, dan jaga kerahasiaan kita pagari, kt buat sistem baru


Kl berperang trlalu bsemangat, nanti semua anak bangsa bisa dianggap musuh & tak ada lagi yg mau ikut seleksi krn unfair treatment


Maka kerja profesional & disiplin mutlak dipegang siapapun yg menjadi anggota & pimpinan pansel…ini amanah bg ms depan bangsa


Pembaca makalah independen pun ternyata punya masalah lain. Penilaian satu makalah oleh tiga orang ternyata banyak variannya..


Bahkan tak jarang gapnya besar sekali, satu reviewer beri nilai 100, dua lainnya beri angka 40 dan 60. Ini biasa dihadapi pansel…


Maka pattern penilaian para reviewer pun perlu dibaca…dicari tendensinya. Lalu kalau ada gap, pansel harus ikut membaca…


Seru juga membaca karya ilmiah yang logikanya macam-macam. Kadang membuat kami mumet dan tak bisa tidur…


Ada yg tulisannya tak bisa dibaca sm sekali, ada yang sistematis tetapi miskin gagasan. Ada yg emosinya tinggi sekali, ada jg yg datar


Nah singkat cerita memangkas siapa yang lolos dan tak lolos dari seleksi makalah pun makan waktu, perlu sistem dan ilmu juga


Kami jg terus memelototi CV mrk, dalami lagi perjalanan hidup mrk. Kadang ada yg CVnya bagus ternyt papernya jelek. Km evaluasi lagi


Jadi prosesnya tdk linear, habis A maka B, lalu C. Kadang sdh sampai D kita balik lagi ke B, periksa lagi dokumennya & angkat telfon


Sementara Undang-Undang yg membatasi waktu kerja dan persyaratan ada di tangan kanan kami. Blm lagi respons publik dan KPK sendiri


Khusus pansel kali ini, di awal km bekerja, kami langsung berhadapan dgn orang2 yg pernah kami pilih sendiri dan sdh ada di KPK…


Ampun deh..mereka menghajar pansel yg dulu memilih mereka, lewat media massa pula. Tp dalam hati sy bangga dgn mereka.


Di satu pihak kesel juga…hehe, tapi sy paham, pemberantasan korupsi ini amat dinamis. Semua orang menghadapi tekanan lingkungan


Komisioner KPK menolak kerja pansel, dan mereka memberikan logic-nya, Busyro Muqodas sdh kerja bagus, one team one spirit..jadi.


Jd buat apa diganti? Diperpanjang saja. “Mas Rhenald tahu kami butuh 2 thn lbh utk bangun rs percaya & spirit team di sini?,” ujar mrk


Kami datangi komisioner KPK, dialog di sore hari. Kami dengarkan apa yg terucap dan apa yang tak terucap…pak Busyro sendiri tdk ikut


Yg kami dengar, jg ada kalimat yg kurang enak, tetapi mereka tetap santun. Persoalannya jelas. Tetapi km tak ingin berpolemik di media


Maklum Pansel ini jg representasi kpercyaan publik. Ada 3 akademisi UI: Sy, Prof Harkristuti & Imam Prasojo. Jg ada mas


Kl kami terus berhadap-hadapan maka publik akan bingung dan menjadi pelemahan thd KPK. Padahal pegangan kita adalah UU


Tetapi harus diakui, di abad kamera ini semua orang ingin terlihat gagah, berani, pandai berdebat, menentang, pny gagasan dst


Kuncinya cuma: ambil hatinya, buat mereka kembali menjadi seperti aselinya, dan beri pengakuan, tumbuhkan kepercayaan di balik kamera


Akhirnya kami jd mengerti alasan keributan: KPK sdh lama menulis surat ke presiden ttg gagasannya, tetapi tidak direspons…


Mrk komplain soal etika surat-menyurat..& krn Pansel dibentuk dg SK Prsidn…bginilah jadinya…ya sudahlah itu urusan seskab dgn mrk.


Singkat cerita kt lembutkan hati KPK, krn 2 hal: Pertama, kalau ingin pengganti BM adalah BM, biarkan ybs ikut Seleksi


Kedua, kl ingin sekeksi ini lancar, maka jgn berpolemik seakan-akan Pansel tdk sah, krn akan menghalangi orang baik utk ikut sekeksi


Kerja ini lumayan berhasil, meski ada jg LSM yg terus ngompori agar terlihat heroik krn mrk ingin konsisten dgn gagasannya ..


Alhamdulilah minggu berikutnya BM mendaftar last minute, pendaftar lain yg lumayan bagus jg berdatangan…pansel lega…


Setelah itu mulailah babak-babak seleksi..alhamdulilah tahun ini gejolaknya tak seberat dulu kecuali masalah tadi..mungkin…


Mungkin syahwat perang demokrasi sedang diarahkan ke arah lain, soal UU Pilkada, pemilihan ketua DPR/MPR, dst…


Mulailah seleksi dilakukan, dari administrasi sampai wawancara dan muncul dua nama yg kami serahkan kpd Presiden SBY kemarin


Dalam seleksi ini kami juga meminta peserta membuat paper individu yg secara bawah sadar akan mengungkapkan kehidupan mrk


soal kehidupan itu adalah rahasia jiwa masing-masing orang, yg kl manusia melepaskan image dan logiknya, akan mengalir bak mata air


ttg hal ini, jam terbang anggota pansel akan sangat menentukan apa yg ditemukan dari apa yg ditulis dgn perasaan olh calon komisioner


Kerja pansel kali ini paling hanya diganggu ancaman2 kecil dr demo yang tak terlalu mengganggu. Mrk sdh puas diterima oleh sekretariat


Refleksi sedikit ke belakang: banyak juga tokoh publik yang tak bisa dipercaya, ternyata. Mengapa? Ini pengalaman saya.


Begini, kt tentu tahu siapa2 sj musuh masyarakat. Anda tahu ada pengacara yg mulutnya kotor, snang adudomba & sering “menjual” agama


Sejak mendaftar, wl pun ybs itu punya hak sbg warganegara, mata kami tentu selalu penuh kewaspadaan…kita smua tak ingin KPK dirusak


Kita tak ingin negri ini dipimpin orang2 luka batin dgn syahwat kebencian dan keserakahan yang kuat tentunya…


maka kami benar-benar pasang mata dan telinga, baik thd calon yg dikenal publik, maupun yg latent..


nah menarik, ketika ybs mendaftar ( sekali lagi ini cerita bbrp tahun lalu) ia sdh siapkan pasukan nasi bungkus yg mukanya garang…


Dalam suratnya untuk berdemo, disebutkan saat mendaftar nanti akan ada pengawalan oleh seribu orang…nyatanya hanya beberapa puluh..


tetapi orang2 itu sdh dipasang di halaman parkir kementrian beberapa hari sbelumnya…tetapi alamaaak….


Meski gemar menonjolkan spirit keagamaan, maaf, itu hny topeng. Pasukannya makan sembarangan di karpet mushala dan sampahnya ..


dan…begitu jagoannya tiba…mereka menyambutnya bak pahlawan perang yang dielu-elukan…dan mulailah drama kamera….


Lupakah mrk dgn sampah yg dibiarkan di karpet yg akan dipakai orang utk sembahyang? Saya tak tahu persis, tp langkah mrk sy amati terus


di depan kamera, mrk mulai mencari-cari kesalahan…kl sekretariat kurang cekatan pasti dibuatnya ribut..


sampai ketika seorang yang dihormati masyarakat mendaftar dan disalami bnyk org antre, bahkan diberi jalan duluan..ia pun protes keras


dan anehnya…kamera tivi berebut menangkap momen itu…dan semakin lampu kamera menyala, semakin bersemangat ia berakting…


alhasil…drama lain yg dibawa pendaftar lain pun tenggelam…


drama lain itu, misalnya pendaftar yg kurang dikenal publik datang menyerahkan berkas sambil membawa rombongan pengusung peti mati


waktu di tanya…sambil berapi-api ia mengatakan “Sy siap mati kl terpilih…” Tapi mhsiswa sy yg sy minta belajar observasi mengatakan


mhsiswa sy mengatakan “Kayanya ngga harus gitu-gitu amat deh…” Tapi begitulah, ini peradapan kamera, smua orang ber-akting


Kembali ke tokoh gebrak meja yg bawa pasukan nasi bungkus tadi, karena ketaklengkapan berkas maka ia pun gugur dalam tahap awal..


ini yg mau sy katakan, tokoh publik bnyk yg juga tak bisa dipercaya. Sewaktu ditolak, sekretariat km diteror habis sejumlah tokoh


Tokoh publik sprti itu sejatinya adalah orang yg saya hormati, ia terlihat baik di hadapan publik…saya pun melakukan pengecekan


dan ternyata ia mengakui dialah yg menelefon sekretariat dan memberi ancaman….


ini menarik, Krn hampir tak mungkin dr personality publiknya tokoh spt ini berpihak pd musuh publik. Org ini tdk credibel utk msk KPK


nadanya santun, tetapi pd sekretariat yg bersahaja taringnya pun keluar…dari segi nasionalismenya pun sehrsnya ia mnolak org itu


Sy jd berpikir, ada apa dgn Republik ini? Apakah sudah tak ada lagi karakter yg berdiri tegak? Begitu kuatkah kepentingan & transaksi?


tapi itu sudah berlalu…..tahun ini kerja pansel relatif tak seberat tahun-tahun sblumnya, mungkin krn km sdh berpengalaman


tetapi psywar lewat media, secara kecil2an tetap tampak…dan drama kecil di depan kamera tetap terlihat..


masih ada peserta yang membawa pasukan, berseragam pula, artinya cukup dimodali bukan? Bahkan mempunyai kartunama gerakan


ada yang mempunyai yel-yel, dan minta ijin bernyanyi saat wawancara berlangsung atau akan berlangsung…


namun semua sudah ada perangkatnya. Tata tertib jelas, bahkan terpampang di layar depan. Lagi pula


lagi pula, percuma saja akting dihadapan pansel yang terdiri dari kalangan rasional…kami jg pernah duduk di depan sana…


saran saya, ke depan, anda yg ingin ikut seleksi spt ini baiknya berprilaku apa adanya..tak perlu dibuat-buat..be yourself…namun…


namun…selain ada yang melakukannya bukan utk menang (biasanya utk menjual ketenaran agar law firmnya makin laku)


biasanya ada juga yang melakukan itu karena kurang pede, atau terperangkap oleh kebiasaan membentuk opini publik


nah…sekarang terpilihlah dua orang, sdr BM saya kira semua sudah tahu track record dan kapabilitasnya..bagaimana Satunya?


Msh banyak yang bertanya, Why Robby. Why not Subagyo (internal KPK), Jamin Ginting (UPH), Wayan (mantan DPD), Taufik (wartawan)?


semua mereka bagus2, tapi kami telisik leadership, kapabilitas, integritas dan independensi semuanya…


kami juga dibantu data dari PPATK yg kami jaga kerahasiaannya, juga laporan dari berbagai pihak..


Km melakukan tracking, dibantu kepolisian, kejaksaan dan intelejen, tapi juga pihak independen kl bukan dikatakan private investigator


semua kehidupan mereka dipotret: rumah, keluarga, network, kebiasaan, pekerjaan, bayaran bulanan, gaya hidup, disiplin, hubungan2 ds


semua dilakukan dengan persetujuan mereka. Dan data kami jaga kerahasiaannya. Kali ini agak dibatasi pihak yg terlibat karena…


karena pernah terjadi dimasa lalu ketika dilibatkan aktivis, mereka melakukan press conference kepd pers sblm dilaporkan kpd kami…


akibatnya, bnyk kehidupan pribadi yg terungkap. Dan ini tidak sehat..sudah tak terpilih jadi gunjingan pula. discouraged good people


Harus dipahami tak smua laporan yg masuk itu benar adanya. Banyak juga jegal-menjegal dan fitnah…


maka mulai tahun ini kami perbaiki aturannya, digunakan pasal UU KIP. Dibuat perjanjian tertulis pd pihak penelisik agar jaga etika


so why Robby? Singkatnya, ia tegas. Lihatlah baru jd calon sh sekarang bicaranya sudah jauh. Mungkin ia harus sdikit menahan diri juga


maksud sy ia sudah buru2 menjelaskan bahwa ia bukan titipan SBY walau berkarier lama di seskab. Bahkan ia jelaskan dirinya mungkin..


dirinya mungkin menjengkelkan bagi SBY…karena kerap selalu membangkang. Mungkin ini ia lakukan utk cepat2 menjelaskan…


bahwa ia bukan “orang dalam” istana, meski kerjanya di istana…


terhadap hal ini, ia juga telah minta agar pansel membuka kesempatan dirinya berdebat dengan BM di hadapan komisi 3 DPR


tentu sy berharap tak ada polemik berkepanjangan…keberanian hrs ditunjukkan dgn kecerdasan bukan adu omongan.


Benar, BM adalah lawan yg tangguh, ia punya track record. Kl diajak debat, dia bukan pendebat yg ulung, tp mberantas korupsi okelah


Mgnkn krn lawannya tangguh & integritasnya kuat, Robby jd terpancing…saran sy be cool…ingat kalian akan berhadapan dgn politisi


simpan energi kalian… Sekali salah ucap bisa berbahaya bagi kesatuan KPK, juga bg ms depan pemberantasan korupsi


Tapi itulah Robby. Tanpa tedeng aling-aling. Bicaranya lepas, lepas sekali. Sy kira itulah yg disaksikan publik dlm wwcr terbuka


Mungkin dalam soal kontrol emosi & ucpn ke4 kandidat lain ada yg lbh bagus, cm krg independensi, leadership atau kapabilitasnya


nah thd kekhawatiran krn ia bekerja di seskab, kami sdh mengeceknya bahwa ia bukan titipan presiden…


ada banyak jalur yg bisa ditelusuri dan itu sudah dilakukan secr cross


nah lantas yg juga menarik adalah dua hal berikut ini: bagaimana sikap SBY dan bagaimana political game di parlemen..


Kita bahas dulu yg pertama ya…


Empat kali sy mnjd pansel KPK sy bisa pastikan bhw SBY tak pernah menanyakan Why si A, why si B.. SBY hanya menerima dan meneruskan


Ia juga tak pernah minta nama2 dikoreksi. Utk hal ini harus kita apresiasi karena begitulah bunyi undang2… Pansel benar2 independen


Bedanya dengan pansel sy yg keempat kali ini dalam menghadap presiden hanya dua hal ini: yaitu waktu dan wartawan…


Soal waktu, kemarin itu presiden berada hny 4 hari sblm ms jabatannya berakhir. Ia tak punya waktu utk menahan suratnya ke DPR


UU menyatakan presiden punya waktu 14 hari sebg batas waktu utk mengirim nama calon komisioner beserta suratnya ke DPR utk dipilih


dan dimasa lalu Presiden selalu memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya sampai rakyat gemes menunggu..hehe…maaf


sedemikian rupa, warga ini mmg mkn tak sabaran & penuh cutiga..jangan2 ada lobi2atau sngaja parlemen memetakan mrk agar pny waktu


Lihat sj, janji kami pd press utk menyerahkan ke2 nama hr Senin yg tidak jadi itu pun smpat dicurigai aktivis sbg “masuk angin”


Padahal itu cuma masalah teknis…tp untung juga tak jadi senin krn sy sedang diutus negara utk urusan ASEAN di Myanmar


Sy pun sgr pulang Senin malam tnp smpt istirht, lgsg konsolidasi. Ttp sy lbh bnyk mnrm SMS wartawan ktimbang agenda dr kantor presiden


Lalu setelah sekretariat dan mentri mengurus berkali2 keluarlah agenda kemarin…dilakukan stlh rapat paripurna presiden


Semua agenda terpaksa sy geser krn beberapa anggota pansel berhalangan, tentu tak baik bagi persepsi publik. Apalgi ini dadakan


Di ruang tunggu, kami diterima oleh Menko Polkam, dan sahabat sy Kapolri dan jaksa Agung yg juga pernah menjadi Pansel KPK


perbincangan santai seputar persiapan upacara pengalihan kepemimpinan kpd presiden Joko Widodo dan persiapan pensiun


Lalu tibalah kami memasuki ruang utama, betemu SBY yg pagi itu kantung matanya sdh mulai kembali spt biasa, agak segar, dan tanpa beban


nah di sinilah bedanya…saya langsung merasa agak berbeda…wartawan dibiarkan mendengar pembicaraan kami dalam ruangan


Biasanya kameraman hny memotret, lalu keluar. Km bcr pd presiden, melaporkan tugas, lalu keluar, press conference, nama kami umumkan


Sy mengapresiasi SBY, meski kita smua sering gemes dibuatnya…mungkin kita sj yg kurang sabaran. Kali ini sangat transparan


Transparannya pembicaraan dgn presiden di hadapan press ini sangat membantu kredibilitas pansel..masyarakat jd tahu km ini independen


Media massa bisa merekam, menyaksikan, bhw nama yg kami berikan kami bacakan, dan itu pula yg akan dikirim presiden ke DPR


Semua pembicaraan direkam media…dan begitu laporan selesai, baru wartawan keluar…kami berbincang2 soal lain….


Misalnya km bertukar pikiran soal masadepan negri ini, soal Prabowo & Jokowidodo, soal Ibu Megawati, koalisi, dan tentu sj KPK ke depan


Diceritakan kronologis kejadian smp muncul Perpu & niatnya ktm ketua partai PDIP yg sdh belasan kali difasilitasi alm TK dan putrinya


Km berbincang soal macam2 kejadian & mengkalrifikasi sikap presiden. Ia terlihat segar, hanya Julian (jubir) terlihat amat letih


dan akhirnya ajudan mmberi kode, pekerjaan lain menunggu..kami pun menuju ruang konferensi pers sampai anda menerima info


Soal konferensi pers ini kali ini tak ada yg sepesial, tp sy mau cerita yg lebih seru saat mengajukan nama2 Abraham Samad dkk yg lalu


Saat ini DPR msh baru, kelengkapan & kelembagaannya blm terbentuk. Mrk hrs kerja cepat krn ini ada batas waktunya mnrut UU


Nah saat itu DPR sdh solid, mrk juga sdg tengkar dgn KPK krn bnyk temannya yg ditangkap, jd mrk banyk memberi ancaman lewat media massa


tahun sbelumnya mereka meng-grounded Bambang Wijoyanto yg saat itu ternyata menjd “darling” media utk pemberantasan korupsi


Mlht track record-nya, terlihat bnyk anggota DPR yg grogi menerima BW. Tp pansel sependapat dg rakyat: BW lah kandidat terbaik


sementara aktivis terus “bermain” dgn opini, menolak kandidat dari kepolisian dan kejaksaan, meski yg kami pilih sdh yg terbaik


Ada kebiasaan buruk, “pokoknya”. Pokoknya tidak kejaksaan, kepolisian, TNI dst…aktivis tak percy lembaga & orang dr institusi itu


Sementr DPR terus melakukan konsolidasi dan opini mereka pun hingar bingar terdengar…ditambah waktu penyerahan yg lama dr Presiden


akibatnya bola panas beredar, perlawanan thd gerakan kelembagaan pemberantasan korupsi pun terancam…kt berkelahi sesama kita


Di pansel, timbul gagasan menyusun ranking yg akan dibacakan kpd publik…mengapa demikian?


dari naga2nya terlihat jelas oknum anggota DPR yg berpengaruh terus menyebarkan penolakan thd kandidat2 yg bagus…


Kita pernah ajukan Yunus Husein yang kuat dengan data dari PPATK, juga sbelumnya mrk grounded. Juga nama2 bagus lainnya


maka ibarat bermain catur, kami pun hrs memberi keyakinan publik bahwa hak mereka terpejuangkan..


Dengan memberikan ranking, kalau DPR mengambil, maka kami hampir pastikan, mereka akan cari calon yg lemah..yaitu nomor sepatu


ini benar2 dilematis. Tp kl nomor jadi tak mrk ambil, maka mrk akan dihujat publik. Dgn kata lain bgmn menjaga agar orang bagus lolos


dan bagaimana memaksa DPR (Komisi3) agar bekerja transparan. Ini game antara politik dengan akademik..


maka akhirnya ranking kami buat. Ini tak ada di ketentuan, tapi juga tak dilarang


nah saat konferensi pers…salah satu anggota pansel tiba2 saat ditanya pers menyebut tak ada pemeringkatan….gegerlah kami…


di situlah kami minta berbicara…dan kami luruskan…ada pemeringkatan…dan kami sampaikan..


Benar saja…besoknya sejumlah anggota parlemen gusar…mrk protes tentang pemeringkatan..dan mengatakan tak akan memakainya


Kelihatan skl mrk tak menerima, dan banyak ancaman kata-kata…tetapi ranking sdh beredar di publik…diakui atau tdk bukan masalah


Yang jelas..sejak saat itu publik dan media bisa mengontrol mereka….dan benar saja…mereka menjadi lebih objektif walaupun.


Wlpun ada yg bagus tak masuk jg, tapi saya kira bnyk orang bagus yg masuk. Dan ternyata ranking itu bekerja dgn baik…terimaksih Tuhan








Sumber : http://ift.tt/ZwUIzE

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz