Menggugat Keabsahan Pimpinan DPR 2014 - 2019
Susunan Pimpinan DPR RI 2014 - 2019 tidak mengejutkan, mengingat solidnya Koalisi Merah Putih belakangan ini dalam memporak - porandakan Koalisi Indonesia Hebat dipercaturan politik Tanah Air.
Berikut adalah daftar Pimpinan DPR yang menurut saya ditunjuk secara tidak demokratis dan menyalahi aturan Tatib DPR 2014.
1. Setya Novanto (Fraksi Partai Golkar) Ketua DPR RI
2. Fadli Zon (Fraksi Partai Gerindra) Wakil Ketua DPR RI
3. Fahri Hamzah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) Wakil Ketua DPR RI
4. Taufik Kurniawan (Fraksi Partai Amanat Nasional) Wakil Ketua DPR RI
5. Agus Hermawan (Fraksi Partai Demokrat) Wakil Ketua DPR RI
Penunjukan dan penetapan kelima pimpinan partai ini secara tatib bisa dikatakan Tidak Sah!
Dalam Tatib disebutkan adalah Pemilihan bukan penetapan, dari segi bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan pemilihan berarti harus ada lebih dari satu calon, atau paket calon ketua DPR. Kalau hanya ada satu paket calon, maka Tatib harus diubah terlebih dahulu, atau sekurang - kurangnya direvisi, dengan penambahan kata pemilihan/penetapan. Melanggar Tatib ini, perlu menjadi bahan pertimbangan bagi DPR RI ataupun MK dalam menganulir pimpinan DPR RI yang sudah terbentuk sejak rabu malam hingga kamis 2 Oktober 2014.
Disamping itu, penetapan Pimpinan DPR RI ini juga menciderai asas Demokrasi di Indonesia. Dimana empat fraksi, PDI - P, Nasional Demokrat, Hanura, dan PKB mengadakan walk out saat penetapan pimpinan DPR. Secara peta politik yang terbentuk sampai saat ini, artinya hanya satu kubu yang setuju dengan Penetapan Pimpinan DPR tersebut. Meski jumlah Anggota mencukupi untuk diadakan sidang, adalah kesalahan besar dengan melupakan empat Fraksi Partai lain yang juga memiliki hak yang sama di DPR RI.
Yang perlu dicatat adalah, bahwa dalam tatib secara tersirat namun tampak jelas, bahwa anggota DPR tidak memiliki hak dalam memilih pimpinannya, hak sepenuhnya diberikan kepada Fraksi yang ditunggangi oleh pemimpin partai masing - masing.
PARIPURNA OTORITER
Rapat Paripurna yang terjadi setidaknya rabu malam 1 Oktober 2014, mencerminkan sikap otoriter pimpinan sementara DPR. Tidak dipedulikannya suara intrupsi yang menghujani gedung DPR, menjadikan rapat itu sebagai sebuah pemaksaan kehendak. Bahwa pimpinan sidang sudah berusia 70an tahun dan harus dihormati adalah sebuah kekeliruan luar biasa, sebab setiap anggota punya hak sama di Indonesia tercinta ini. Perlu dicermati bahwa Popong Otje adalah politisi Partai Golkar, yang juga termasuk dalam Koalisi Pendukung Prabowo. Sehingga menjadi wajar, ketika suara - suara KIH, tidak diperdulikan, dan Rapat Paripurna bisa dikatakan hanya sebagai seremonial dramatis kekalahan KIH.
Rabu malam, masih dari gedung DPR, tampak politisi PDI - P, Puan Maharani, Rieke Dyah Pitaloka dan yang lain menahan hasrat untuk menyuarakan kehendak mereka. Wajah Puan yang lembut, berubah tegas, sorotan matanya menjadi tajam saat chaos terjadi di Gedung DPR RI.
Dari apa yang dipertontonkan rabu malam, dalam sidang paripurna DPR, bisa dikatakan bahwa POPONG OTJE TIDAK LAYAK MENJADI PIMPINAN DPR meski hanya sementara.
SBY dan DEMOKRAT Si PEMBUAL BESAR!
SBY bersama partainya berkali - kalai menegaskan bahwa mereka berada dipihak netral. Dua kejadian beruntun justru menunjukkan bahwa SBY dan demokratnya sedang membohongi publik. Dengan Walk Out dari rapat paripurna mengenai pengesahan RUU Pilkada, tercermin sikap dukungan SBY dan demokrat kepada koalisi pendukung prabowo. Sedang, dengan menerima menjadi satu paket dalam pimpinan DPR semalam, semakin menegaskan bahwa selama ini demokrat melakukan pembualan publik secara besar - besaran.
Setidaknya apa yang telah terjadi selama kurang lebih Dua Puluhan Jam ini mencerminkan bahwa Indonesia sedang bergerak menuju Orde Baru versi Baru.
Hanya saja penting untuk diketahui bahwa Hak Legislatif Presiden adalah sama dengan setengah jumlah Anggota DPR RI. Dengan kata lain, kita masih bisa berharap pada Jokowi untuk memilih mentri (pembantunya kelak) dengan cermat dan mementingkan hak rakyat. Orang - orang yang mampu mengatakan TIDAK! dalam sidang paripurna, jika kebijakan yang akan diambl justru akan “membunuh” rakyat Indonesia.
Salam Hangat Dari Pemuda Bangsa Yang Terkhianati Oleh Tua - Tua, Bajingan Politik!
Sumber : http://ift.tt/ZtOUHY
Berikut adalah daftar Pimpinan DPR yang menurut saya ditunjuk secara tidak demokratis dan menyalahi aturan Tatib DPR 2014.
1. Setya Novanto (Fraksi Partai Golkar) Ketua DPR RI
2. Fadli Zon (Fraksi Partai Gerindra) Wakil Ketua DPR RI
3. Fahri Hamzah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) Wakil Ketua DPR RI
4. Taufik Kurniawan (Fraksi Partai Amanat Nasional) Wakil Ketua DPR RI
5. Agus Hermawan (Fraksi Partai Demokrat) Wakil Ketua DPR RI
Penunjukan dan penetapan kelima pimpinan partai ini secara tatib bisa dikatakan Tidak Sah!
Dalam Tatib disebutkan adalah Pemilihan bukan penetapan, dari segi bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan pemilihan berarti harus ada lebih dari satu calon, atau paket calon ketua DPR. Kalau hanya ada satu paket calon, maka Tatib harus diubah terlebih dahulu, atau sekurang - kurangnya direvisi, dengan penambahan kata pemilihan/penetapan. Melanggar Tatib ini, perlu menjadi bahan pertimbangan bagi DPR RI ataupun MK dalam menganulir pimpinan DPR RI yang sudah terbentuk sejak rabu malam hingga kamis 2 Oktober 2014.
Disamping itu, penetapan Pimpinan DPR RI ini juga menciderai asas Demokrasi di Indonesia. Dimana empat fraksi, PDI - P, Nasional Demokrat, Hanura, dan PKB mengadakan walk out saat penetapan pimpinan DPR. Secara peta politik yang terbentuk sampai saat ini, artinya hanya satu kubu yang setuju dengan Penetapan Pimpinan DPR tersebut. Meski jumlah Anggota mencukupi untuk diadakan sidang, adalah kesalahan besar dengan melupakan empat Fraksi Partai lain yang juga memiliki hak yang sama di DPR RI.
Yang perlu dicatat adalah, bahwa dalam tatib secara tersirat namun tampak jelas, bahwa anggota DPR tidak memiliki hak dalam memilih pimpinannya, hak sepenuhnya diberikan kepada Fraksi yang ditunggangi oleh pemimpin partai masing - masing.
PARIPURNA OTORITER
Rapat Paripurna yang terjadi setidaknya rabu malam 1 Oktober 2014, mencerminkan sikap otoriter pimpinan sementara DPR. Tidak dipedulikannya suara intrupsi yang menghujani gedung DPR, menjadikan rapat itu sebagai sebuah pemaksaan kehendak. Bahwa pimpinan sidang sudah berusia 70an tahun dan harus dihormati adalah sebuah kekeliruan luar biasa, sebab setiap anggota punya hak sama di Indonesia tercinta ini. Perlu dicermati bahwa Popong Otje adalah politisi Partai Golkar, yang juga termasuk dalam Koalisi Pendukung Prabowo. Sehingga menjadi wajar, ketika suara - suara KIH, tidak diperdulikan, dan Rapat Paripurna bisa dikatakan hanya sebagai seremonial dramatis kekalahan KIH.
Rabu malam, masih dari gedung DPR, tampak politisi PDI - P, Puan Maharani, Rieke Dyah Pitaloka dan yang lain menahan hasrat untuk menyuarakan kehendak mereka. Wajah Puan yang lembut, berubah tegas, sorotan matanya menjadi tajam saat chaos terjadi di Gedung DPR RI.
Dari apa yang dipertontonkan rabu malam, dalam sidang paripurna DPR, bisa dikatakan bahwa POPONG OTJE TIDAK LAYAK MENJADI PIMPINAN DPR meski hanya sementara.
SBY dan DEMOKRAT Si PEMBUAL BESAR!
SBY bersama partainya berkali - kalai menegaskan bahwa mereka berada dipihak netral. Dua kejadian beruntun justru menunjukkan bahwa SBY dan demokratnya sedang membohongi publik. Dengan Walk Out dari rapat paripurna mengenai pengesahan RUU Pilkada, tercermin sikap dukungan SBY dan demokrat kepada koalisi pendukung prabowo. Sedang, dengan menerima menjadi satu paket dalam pimpinan DPR semalam, semakin menegaskan bahwa selama ini demokrat melakukan pembualan publik secara besar - besaran.
Setidaknya apa yang telah terjadi selama kurang lebih Dua Puluhan Jam ini mencerminkan bahwa Indonesia sedang bergerak menuju Orde Baru versi Baru.
Hanya saja penting untuk diketahui bahwa Hak Legislatif Presiden adalah sama dengan setengah jumlah Anggota DPR RI. Dengan kata lain, kita masih bisa berharap pada Jokowi untuk memilih mentri (pembantunya kelak) dengan cermat dan mementingkan hak rakyat. Orang - orang yang mampu mengatakan TIDAK! dalam sidang paripurna, jika kebijakan yang akan diambl justru akan “membunuh” rakyat Indonesia.
Salam Hangat Dari Pemuda Bangsa Yang Terkhianati Oleh Tua - Tua, Bajingan Politik!
Sumber : http://ift.tt/ZtOUHY