Kawal dan Pertahankan Jokowi, Harga Mati!!!
Kawal dan Pertahankan Jokowi, Harga Mati!!!
Jakarta, 19 Oktober 2014
Joko Widodo (Jokowi), selama ini identik dengan kelugasan. Jokowi adalah seorang pelayan rakyat yang tidak suka basa-basi. Ia biasa bicara langsung ke pokok soal, tak suka berputar-putar. Jokowi yang dikenal rakyat Indonesia adalah seorang yang tak terlalu suka hal-hal yang seremonial, yang diatur, yang diupacarakan. Karena itu, Jokowi bukanlah pengrajin kata-kata, sebagaimana kita temukan pada banyak pejabat yang suka seremoni.
Jokowi adalah sosok “sepi ing pamrih, rame ing gawe”. Ada enam hal yang bisa mewakili sosok Jokowi, adalah: (1) Beliau merasakan derita rakyat dalam sanubarinya; (2) Beliau berpikir bagi manfaat dan maslahat banyak orang; (3) Bekerja, (4) Bekerja, (5) Bekerja, dan (6) Baru bicara.
Saya sebagai inisiator dan penasehat Relawan gerakan Nelayan Tani Indonesia Pantai Utara Laut Jawa (Relawan GANTI Pantura), dan saya juga pendiri dan penasehat Perhimpunan Pembangunan Nusantara (PPN), sangatlah yakin ini adalah bagian dari transformasi. Ini proses dan bukan akhir. Yang jelas, tidak ada yang berubah pada diri Jokowi yang pada hari Senin besok, 20 Oktober 2014 akan dilantik oleh Pimpinan MPR sebagai Presiden ke-7 untuk periode 2014-2019.
Dalam pandangan saya, beliau tetap saja Jokowi, yang kita kenal dan kita cintai. Ada dua eskpresi Jokowi yang saya kenal : ekspresi santai dan ekspresi serius. Saya menangkap kesan, bahwa Jokowi sebenarnya tampil dengan penuh keseriusan. Sejak jauh-jauh hari Jokowi menjadi korban fitnah, yang disebar begitu sistematis dan massif. Bukan hanya lewat omongan tapi juga menyebar lewat sosial media dan bahkan dicetak sebagai tabloid yang disebar ke komunitas-komunitas muslim, bahkan lewat mesjid yang semestinya menjadi rumah ibadah yang sakral.
Saya yakin, Jokowi merasa berada di tengah-tengah kepalsuan. Di tengah-tengah banyak pihak yang bermulut manis, tapi sesungguhnya melalukan banyak tindakan kotor. Jokowi yang kami kenal adalah Jokowi yang tidak suka, tidak bahagia ada di tengah kepalsuan semacam itu. Karena itulah, Jokowi terlihat serius dan bagi sebagian publik menilainya jadi seperti tegang. Inilah keseriusan dan ketegangan seorang sosok pemimpin yang otentik, yang perkataan dan perbuatannya selalu beliau usahakan agar seiring dan sejalan.
Jokowi terlihat seperti terbebani, padahal tidak. Dampaknya, banyak pihak yang menilai Jokowi belum siap untuk jadi Presiden. Jokowi dianggap belum layak, belum cukup matang. Sementara saat ini Indonesia membutuhkan Presiden dengan tiga syarat pokok : (1) Punya integritas yang terjaga; (2) Punya keberanian untuk mengambil keputusan dengan sigap dan mengambil segenap resiko atas keputusan itu; dan (3) Punya otentisitas, yaitu kesamaan antara yang ia katakan dengan yang ia lakukan, tidak terjerat kaki dan tangannya oleh kekeliruan di masa kini dan masa lalu, sehingga ia akan leluasa bekerja sebagai pemimpin yang akan menjemput masa depan kita yang gemilang. Dan, pada realitanya ketiga syarat itu ada pada diri Jokowi.
Saya yakin, Jokowi memiliki itu semua. Karena itulah, saya dan saudara-saudara saya, kaum nelayan di Pantura, mengusung dan mendukung Jokowi untuk menjadi Presiden. Di atas keyakinan itu pula, saya mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk sama-sama menjadikannya sebagai Presiden. Selama ini realitanya Presiden selalu identik dengan seseorang yang dikemas lewat upaya pencitraan habis-habisan, sehingga rakyat sulit merumuskan sosok yang asli dari sang Presiden. Jokowi akan menjadi Presiden yang berbeda, yang tampil apa adanya. Itu keyakinan saya.
Bersama Jusuf Kalla (JK), Jokowi adalah kita. Bayangkanlah rakyat akan memiliki Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi dan JK, yang berlaku seperti tetangga sebelah rumah, manusia biasa, tapi tidak kehilangan kekuatan dan kewibawaannya sebagai pemimpin. Kehadiran Jokowi-JK, insya Allah akan kita rayakan sebagai bagian dari Indonesia Baru, Indonesia yang hebat.
Dalam setiap forum besar, Jokowi menyebut dan mengapresiasi kehadiran Prabowo-Hatta. Sebagai pemimpin, Jokowi terbiasa mengapresiasi siapapun, termasuk rakyat yang dipimpinnya dengan berbuat sebaik mungkin untuk mereka. Karena itulah Jokowi memenangkan termin keduanya sebagai Walikota Solo dengan meraih 90,1% dukungan rakyat Solo. Jokowi mengapresiasi Prabowo-Hatta dengan berbuat selayaknya : tidak menyerang, tidak memfitnah, tidak melakukan kampanye hitam. Ini jauh lebih penting dari sekedar kata-kata. Itu jauh lebih bermakna daripada berkata-kata manis dengan menyebut pihak lain, tapi diam-diam melalukan tindakan-tindakan yang sejatinya tak menunjukkan respek dan penghormatan. Hal ini dan sebaiknya, harus tetap diwaspadai.
Jokowi adalah pemimpin yang tidak menganggap pidato sebagai bagian dari kerja pengabdian pada rakyat. Di Solo, beliau tidak dikenal sebagai ahli pidato, melainkan pemimpin yang dicintai oleh warganya, karena kerja-kerjanya, sambil tidak banyak bicara. Pidatonya tidak pernah panjang, tapi kerjanya tak putus-putus. Hal yang sama kita temukan pada JK. Itulah resep Jokowi memenangkan Pemilukada Solo untuk termin keduanya dengan meraih 90,1% suara. Itu pula resep Jokowi memenangkan Pemilukada Jakarta.
Sebagai Gubernur DKI Jakarta, dalam sebuah rapat Jokowi pernah berpidato hanya 1 menit. Sebab, di mata Gubernur Jokowi, hanya 1 menit bicara itulah yang dibutuhkan. Sebagai generasi baru pemimpin Indonesia, Jokowi tahu persis bahwa yang penting dari sebuah rapat bukanlah kata-kata yang panjang mendayu-dayu tapi kerja, kerja dan kerja, yang dihasilkan seusainya. Benar saja, pidato 1 menit itu mendorong hasil-hasil rapat yang konkret, berupa kerja cepat dan tepat untuk warga Jakarta.
Karena itu, lebih baik kita siap dengan kehadiran generasi baru pemimpin Indonesia yang dengan sigap berpegang tangan dengan rakyat, serta bahu membahu mengembalikan kejayaan Indonesia. Bersiaplah punya pemimpin yang bekerja bersama rakyat, bekerja untuk rakyat. Bukan tukang pidato, apalagi untuk pencitraan.
Sebab itu pula, jika hasil kerja Jokowi selaku Presiden, terbukti memang benar-benar untuk memenuhi segala apa yang dikehendaki rakyat yang telah memilihnya. Maka saya atasnama dan atau mewakili Relawan GANTI Pantura dan juga PPN, siap kawal dan mempertahankan Jokowi harga mati demi persatuan bangsa dan rakyat sejahtera.
Terima kasih, “Salam Tiga Jari”
Teddy Syamsuri,
kontak person 081212229578.
Sumber : http://ift.tt/1whkMcZ
Jakarta, 19 Oktober 2014
Joko Widodo (Jokowi), selama ini identik dengan kelugasan. Jokowi adalah seorang pelayan rakyat yang tidak suka basa-basi. Ia biasa bicara langsung ke pokok soal, tak suka berputar-putar. Jokowi yang dikenal rakyat Indonesia adalah seorang yang tak terlalu suka hal-hal yang seremonial, yang diatur, yang diupacarakan. Karena itu, Jokowi bukanlah pengrajin kata-kata, sebagaimana kita temukan pada banyak pejabat yang suka seremoni.
Jokowi adalah sosok “sepi ing pamrih, rame ing gawe”. Ada enam hal yang bisa mewakili sosok Jokowi, adalah: (1) Beliau merasakan derita rakyat dalam sanubarinya; (2) Beliau berpikir bagi manfaat dan maslahat banyak orang; (3) Bekerja, (4) Bekerja, (5) Bekerja, dan (6) Baru bicara.
Saya sebagai inisiator dan penasehat Relawan gerakan Nelayan Tani Indonesia Pantai Utara Laut Jawa (Relawan GANTI Pantura), dan saya juga pendiri dan penasehat Perhimpunan Pembangunan Nusantara (PPN), sangatlah yakin ini adalah bagian dari transformasi. Ini proses dan bukan akhir. Yang jelas, tidak ada yang berubah pada diri Jokowi yang pada hari Senin besok, 20 Oktober 2014 akan dilantik oleh Pimpinan MPR sebagai Presiden ke-7 untuk periode 2014-2019.
Dalam pandangan saya, beliau tetap saja Jokowi, yang kita kenal dan kita cintai. Ada dua eskpresi Jokowi yang saya kenal : ekspresi santai dan ekspresi serius. Saya menangkap kesan, bahwa Jokowi sebenarnya tampil dengan penuh keseriusan. Sejak jauh-jauh hari Jokowi menjadi korban fitnah, yang disebar begitu sistematis dan massif. Bukan hanya lewat omongan tapi juga menyebar lewat sosial media dan bahkan dicetak sebagai tabloid yang disebar ke komunitas-komunitas muslim, bahkan lewat mesjid yang semestinya menjadi rumah ibadah yang sakral.
Saya yakin, Jokowi merasa berada di tengah-tengah kepalsuan. Di tengah-tengah banyak pihak yang bermulut manis, tapi sesungguhnya melalukan banyak tindakan kotor. Jokowi yang kami kenal adalah Jokowi yang tidak suka, tidak bahagia ada di tengah kepalsuan semacam itu. Karena itulah, Jokowi terlihat serius dan bagi sebagian publik menilainya jadi seperti tegang. Inilah keseriusan dan ketegangan seorang sosok pemimpin yang otentik, yang perkataan dan perbuatannya selalu beliau usahakan agar seiring dan sejalan.
Jokowi terlihat seperti terbebani, padahal tidak. Dampaknya, banyak pihak yang menilai Jokowi belum siap untuk jadi Presiden. Jokowi dianggap belum layak, belum cukup matang. Sementara saat ini Indonesia membutuhkan Presiden dengan tiga syarat pokok : (1) Punya integritas yang terjaga; (2) Punya keberanian untuk mengambil keputusan dengan sigap dan mengambil segenap resiko atas keputusan itu; dan (3) Punya otentisitas, yaitu kesamaan antara yang ia katakan dengan yang ia lakukan, tidak terjerat kaki dan tangannya oleh kekeliruan di masa kini dan masa lalu, sehingga ia akan leluasa bekerja sebagai pemimpin yang akan menjemput masa depan kita yang gemilang. Dan, pada realitanya ketiga syarat itu ada pada diri Jokowi.
Saya yakin, Jokowi memiliki itu semua. Karena itulah, saya dan saudara-saudara saya, kaum nelayan di Pantura, mengusung dan mendukung Jokowi untuk menjadi Presiden. Di atas keyakinan itu pula, saya mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk sama-sama menjadikannya sebagai Presiden. Selama ini realitanya Presiden selalu identik dengan seseorang yang dikemas lewat upaya pencitraan habis-habisan, sehingga rakyat sulit merumuskan sosok yang asli dari sang Presiden. Jokowi akan menjadi Presiden yang berbeda, yang tampil apa adanya. Itu keyakinan saya.
Bersama Jusuf Kalla (JK), Jokowi adalah kita. Bayangkanlah rakyat akan memiliki Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi dan JK, yang berlaku seperti tetangga sebelah rumah, manusia biasa, tapi tidak kehilangan kekuatan dan kewibawaannya sebagai pemimpin. Kehadiran Jokowi-JK, insya Allah akan kita rayakan sebagai bagian dari Indonesia Baru, Indonesia yang hebat.
Dalam setiap forum besar, Jokowi menyebut dan mengapresiasi kehadiran Prabowo-Hatta. Sebagai pemimpin, Jokowi terbiasa mengapresiasi siapapun, termasuk rakyat yang dipimpinnya dengan berbuat sebaik mungkin untuk mereka. Karena itulah Jokowi memenangkan termin keduanya sebagai Walikota Solo dengan meraih 90,1% dukungan rakyat Solo. Jokowi mengapresiasi Prabowo-Hatta dengan berbuat selayaknya : tidak menyerang, tidak memfitnah, tidak melakukan kampanye hitam. Ini jauh lebih penting dari sekedar kata-kata. Itu jauh lebih bermakna daripada berkata-kata manis dengan menyebut pihak lain, tapi diam-diam melalukan tindakan-tindakan yang sejatinya tak menunjukkan respek dan penghormatan. Hal ini dan sebaiknya, harus tetap diwaspadai.
Jokowi adalah pemimpin yang tidak menganggap pidato sebagai bagian dari kerja pengabdian pada rakyat. Di Solo, beliau tidak dikenal sebagai ahli pidato, melainkan pemimpin yang dicintai oleh warganya, karena kerja-kerjanya, sambil tidak banyak bicara. Pidatonya tidak pernah panjang, tapi kerjanya tak putus-putus. Hal yang sama kita temukan pada JK. Itulah resep Jokowi memenangkan Pemilukada Solo untuk termin keduanya dengan meraih 90,1% suara. Itu pula resep Jokowi memenangkan Pemilukada Jakarta.
Sebagai Gubernur DKI Jakarta, dalam sebuah rapat Jokowi pernah berpidato hanya 1 menit. Sebab, di mata Gubernur Jokowi, hanya 1 menit bicara itulah yang dibutuhkan. Sebagai generasi baru pemimpin Indonesia, Jokowi tahu persis bahwa yang penting dari sebuah rapat bukanlah kata-kata yang panjang mendayu-dayu tapi kerja, kerja dan kerja, yang dihasilkan seusainya. Benar saja, pidato 1 menit itu mendorong hasil-hasil rapat yang konkret, berupa kerja cepat dan tepat untuk warga Jakarta.
Karena itu, lebih baik kita siap dengan kehadiran generasi baru pemimpin Indonesia yang dengan sigap berpegang tangan dengan rakyat, serta bahu membahu mengembalikan kejayaan Indonesia. Bersiaplah punya pemimpin yang bekerja bersama rakyat, bekerja untuk rakyat. Bukan tukang pidato, apalagi untuk pencitraan.
Sebab itu pula, jika hasil kerja Jokowi selaku Presiden, terbukti memang benar-benar untuk memenuhi segala apa yang dikehendaki rakyat yang telah memilihnya. Maka saya atasnama dan atau mewakili Relawan GANTI Pantura dan juga PPN, siap kawal dan mempertahankan Jokowi harga mati demi persatuan bangsa dan rakyat sejahtera.
Terima kasih, “Salam Tiga Jari”
Teddy Syamsuri,
kontak person 081212229578.
Sumber : http://ift.tt/1whkMcZ