Suara Warga

Berikan Kesempatan Bekerja Buat Kabinet Kerja

Artikel terkait : Berikan Kesempatan Bekerja Buat Kabinet Kerja



1414536865833260370 Sumber : kompas.com



Presiden terpilih Joko Widodo telah mengumumkan para pembantunya di halaman istana kepresidenan yang kemudian diberi nama Kabinet Kerja pada minggu petang lalu (26/10). Tidak berlangsung lama keesokan hari para punggawa kabinet ini langsung dilantik di istana Merdeka (27/10). Setelah itu dilanjutkan rapat kabinet perdana, di mana sang presiden tidak terlalu banyak arahan. Yang sudah banyak kita ketahui bahwa orientasi para pembantunya hanya untuk kerja, kerja dan kerja.

Para menteri yang dipilih dan ditetapkan tersebut, Jokowi-JK dan segenap rakyat mengharapkan langsung tancap gas dalam bekerja sesuai tugasnya masing-masing. Banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan seperti penataan sistem yang selama ini keliru dan salah kaprah (subsisi BBM), reformasi birokrasi, pemberantasan KKN (termasuk mafia minyak, gas, hukum), serta penegakan hukum (law enforcement) yang tidak pandang bulu.

Berbagai tanggapan pasca pemilihan para menteri itu. Seperti biasa ada yang pro dan kontra, pesimis dan optimis, atau puas dan kecewa. Semua itu dapat dimaklumi sebab menyusun kabinet oleh sang presiden Jokowi –walau mempunyai hak preogratif- tidaklah mudah seperti yang ada diangan. Banyak kepentingan didalammya mulai dari kepentingan politik dalam dan luar negeri, urusan ekonomi (pelaku usaha dan pekerja), representari profesional dan kader, serta kemampuan diri dan etos kerja.

Yang diharapkan dari pembentukan kabinet ini adalah terwujudnya kabinet super tim, yang dapat bersinergi satu sama lain untuk dapat bekerja sama. Tidak saja di dalam kabinet sendiri (kepada presiden dan wakilnya, sesama menteri) tetapi juga ke luar (dunia usaha, serta pihak terkait: DPR, rakyat). Sebagai tokoh pemegang kekuasaan eksekutif, disinilah tempat eksekusi emplementasi berbagai kebijakan yang ada, untuk dapat mengakomodasi segala kepentingan dalam mewujutkan segala harapan. Intinya adalah demi kepentingan, kemakmuran dan keadilan sosial seluruh rakyat.

Ladang pengabdian bukan penghasilan

Tidak dipungkiri bahwa banyak orang yang ingin jadi menteri, selain sebagai pembantu presiden juga pemimpin puncak pada kementrian terkait. Segala kebijakan diolah di situ, segala keputusan yang diambil sangat berpengaruh terhadap perubahan: lebih baik atau lebih buruk. Maka oleh karena itu para menteri bukanlah orang sembarangan, ia adalah orang pilihan.

Banyak orang ingin berada pada posisi itu dari berbagai kalangan: politisi, akademisi, profesional, aktifis, atau kalangan yang tak terduga lainnya. Jika dilihat dari segi penghasilan, menjadi menteri bukan “apa-apa” bila dibandingkan kerja di sektor profesional. Beberapa menteri yang menjadi direktur utama di BUMN “rela” dilepaskan dan, “rela” pula “kehilangan” pendapatan yang menggiurkan. Sebagai pejabat negara juga tidak sembarangan menerima hadiah, bisa tergolong gratifikasi apalagi suap, dan tentu saja akan selalu diawasi KPK yang punya kemampuan menyadap.

Maka dari itu jabatan menteri adalah ladang pengabdian bagi yang bersangkutan untuk mencurahkan segala kemampuan dan pikiran yang selama ini dimilikinya. Maka menjadi menteri adalah amanah yang harus di emban dan dijalankan sebaik baiknya, untuk kebaikan yang –kadang- mengabaikan kepentingan pribadi atau golongan demi kepentingan bangsa dan Negara.

Revolusi mental : menjadi pelayan

Seperti yang diinginkan presiden yang berorentasi kerja. Maka perlu mengubah paradigma selama ini bahwa pejabat negara perlu dilayanai dan dihormati menjadi pejabat yang melayani dan mengayomi. Memang ada keistimewaan dan fasilitas yang melekat pada pejabat negara tersebut dan itu berdasarkan undang-undang. Sekali lagi itu adalah hak bukan kewajiban. Namanya hak boleh diambil atau tidak, tetapi kewajiban mutlak dilaksanakan.

Menjadi pejabat negara pada intinya adalah menjadi pelayan publik (public servant) untuk senantiasa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dan itu yang dirindukan rakyat selama ini, bahwa keberadaan antara pemimpin dan yang dipimpin tidak berjarak. Rakyat punya kepentingan dan keinginan yang harus diakomodasi. Sebagai seorang menteri harus memberi contoh bagaimana selayaknya menjadi pelayan bagi rakyat. Banyak contoh, menteri cabinet sebelumnya seperti Dahlan Iskan dapat menjadi referensi. Jika tokoh yang diatas memberi contoh maka yang dibawahnya mau tidak mau akan mengikutinya.

Tidak mengganggu, perlu diawasi

Rakyat –melalui mekanisme pemilu- telah memberi kepercayaan kepada Jokowi-JK untuk menjadi pemimpin negeri ini. Walaupun tidak seluruhnya personal kabinet mengakomodasi keinginan publik, selayaknya kita memberi kepercayaan agar kabinet ini dapat bekerja dengan baik. Sikap yang terbaik adalah dengan mendukungnya. Jika tidak bisa karena alasan tertentu maka sebaiknya tidak mengganggunya.

Dalam hal ini tidak melakukan tindakan yang tidak perlu dan berlebihan, seperti demo atau sampai boikot. Yang dapat kita lalukan adalah selalu mengawasinya. Jika sesuai jalur wajib kita dukung sedangkan bila melenceng perlu dikritik, ditegur, dan mendorong pihak yang berkompeten (presiden, DPR, penegak hukum) untuk mengambil tindakan tegas sesuai porsinya.

Kita berikan kesempatan para menteri itu untuk bekerja. Ada ruang benar salah (trial and error) di situ yang senantiasa bisa dievaluasi dan diperbaiki. Tidak selalu hasil itu berbuah dengan instan (baca: cepat) perlu proses didalamnya. Diperlukan kesabaran agar hasilnya bisa maksimal dan terencana.

Ruang dialog kedua belah pihak senantiasa dibangun untuk mensinkronisasi antara keinginan dan kenyataan. Agar nantinya tercipta pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance), yang transparan dan akuntabel. Ini adalah harapan semua pihak, dari kubu “oposisi” sekalipun. Selamat bekerja para menteri, anda adalah orang pilihan -apapun latar belakangnya-, jangan kecewakan kami, rakyat yang selalu diberi sejuta janji.




Sumber : http://ift.tt/1wKCb1n

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz