Anehnya Cara Berdemokrasi Orang-orang DPR
AKSI wakil rakyat di DPR pada 1 Oktober kemarin akan selalu terngiang di kepala rakyat Indonesia. Apalagi bagi generasi muda, taruhlah itu pelajar dan mahasiswa. Mereka jadi berpikir, jadi seperti itu ya cara berdemokrasi di negara kita? Mengapa orang-orang yang jelas-jelas lebih tua dan punya latar akademis lebih mumpuni, bisa setidak teratur itu? Mengapa para wakil rakyat di Senayan ini melupakan etika berdemokrasi seperti yang pernah diajarkan selama di sekolah?
Dan gaya ‘melenceng’ anggota DPR ini sayangnya terindikasi akan tetap selalu begitu. Lihat saja pasca sidang kemarin, belum ada permintaan maaf terbuka pada rakyat dari anggota DPR atas kericuhan pada sidang paripurna pertama. Atau jangan-jangan media tidak memberitakan? Atau memang permintaan maaf itu dirasa tidak perlu? Atau jangan-jangan memang beginilah suasana DPR selama ini? Rapat terbukalah yang membuat bola mata publik lebih terbuka.
Kalau sudah begini, dikhawatirkan generasi muda akan memandang apatis bahkan rendah orang-orang di DPR. Karena kita melihat orang-orang yang tidak mau kalah, susah diatur. Kalau kepentingannya buat rakyat, kenapa harus misuh-misuh?
Berikut ini beberapa cara aneh orang-orang di DPR saat rapat:
Banjir Interupsi
Interupsi atau memotong ucapan pimpinan saat rapat demi mengungkapkan sesuatu, adalah hal yang sangat biasa. Tapi apa jadinya jika sana-sini interupsi? Inilah hal yang sangat aneh sekaligus lucu.
Idealnya interupsi diwakilkan oleh perwakilan dari satu partai, kalau mau lebih bagus diwakilkan oleh satu koalisi atau fraksi. Tapi barangkali karena kepentingannya serbapersonal, maka interupsi mengucur di sana dan di sini. Yang lebih lucu lagi jika interupsi itu kebanyakan datang dari satu partai.
Ketika pimpinan DPR menyuruh tenang dan menyuruh duduk sampai ketok palu, para anggota dewan ini keukeuh ingin interupsi. Dimana etikanya?
Jalan-jalan di Ruangan, Bangkit dari Kursi
Bangkit dari kursi untuk kepentingan buang air kecil atau buang hajat sangat dimaklum. Tapi apa jadinya jika anggota bangkit dari kursi hanya karena suaranya mengaku tidak didengar? Hal ini seringkali didapati masyarakat di layar TV. Ketika anggota-anggota DPR itu meninggalkan kursi dan menuju podium. Mereka berpikir dengan bicara langsung di hadapan pimpinan, suara mereka akan ‘didengar’. Tapi kita pasti sepakat kalau mereka hanya tidak patuh tata tertib.
Bukankah rapat selalu akan berjalan dengan baik jika para anggota duduk adem di kursi masing-masing.
Apakah kita butuh pimpinan DPR yang keras? Dengan suruhan bernada bentakan atau entakan? Wah, kalau sudah begini bakal repot. Sebab anggota dewan yang jelas-jelas tak patuh tata tertib itu pasti akan menuduh pimpinan itu diktator. Orang adem seperti Ceu Popong saja dituduh diktator, apalagi pimpinan yang keras?
Pimpinan yang tegas ini bisa jadi akan dituduh tidak patuh demokrasi. Nah, kan?
Merayu dan Memijat Pimpinan DPR
Coba kalau pada rapat kemarin yang menjadi Pimpinan Sementara adalah Ibu Megawati. Mungkin dia akan dengan ketusnya bilang, “apa kamu pijat-pijat saya?! Kurang ajar!”
Nah, maju ke podium dan menunjuk-nujuk sampai berteriak keras saja tidak elok, apalagi sampai menghampiri pimpinan DPR dan main ‘lobi’.
*
Begitu banyak hal yang harus dibereskan dan diperbaiki dalam cara berdemokrasi di Indonesia. Selain cara nyeleneh anggota DPR, media juga harus intropeksi. Tapi segalanya akan aman jika masyarakat Indonesia dominan cerdas dan bijak dalam menyaring apa yang tergeletak di atas meja.
*
Sumber : http://ift.tt/1vKqYdf
Dan gaya ‘melenceng’ anggota DPR ini sayangnya terindikasi akan tetap selalu begitu. Lihat saja pasca sidang kemarin, belum ada permintaan maaf terbuka pada rakyat dari anggota DPR atas kericuhan pada sidang paripurna pertama. Atau jangan-jangan media tidak memberitakan? Atau memang permintaan maaf itu dirasa tidak perlu? Atau jangan-jangan memang beginilah suasana DPR selama ini? Rapat terbukalah yang membuat bola mata publik lebih terbuka.
Kalau sudah begini, dikhawatirkan generasi muda akan memandang apatis bahkan rendah orang-orang di DPR. Karena kita melihat orang-orang yang tidak mau kalah, susah diatur. Kalau kepentingannya buat rakyat, kenapa harus misuh-misuh?
Berikut ini beberapa cara aneh orang-orang di DPR saat rapat:
Banjir Interupsi
Interupsi atau memotong ucapan pimpinan saat rapat demi mengungkapkan sesuatu, adalah hal yang sangat biasa. Tapi apa jadinya jika sana-sini interupsi? Inilah hal yang sangat aneh sekaligus lucu.
Idealnya interupsi diwakilkan oleh perwakilan dari satu partai, kalau mau lebih bagus diwakilkan oleh satu koalisi atau fraksi. Tapi barangkali karena kepentingannya serbapersonal, maka interupsi mengucur di sana dan di sini. Yang lebih lucu lagi jika interupsi itu kebanyakan datang dari satu partai.
Ketika pimpinan DPR menyuruh tenang dan menyuruh duduk sampai ketok palu, para anggota dewan ini keukeuh ingin interupsi. Dimana etikanya?
Jalan-jalan di Ruangan, Bangkit dari Kursi
Bangkit dari kursi untuk kepentingan buang air kecil atau buang hajat sangat dimaklum. Tapi apa jadinya jika anggota bangkit dari kursi hanya karena suaranya mengaku tidak didengar? Hal ini seringkali didapati masyarakat di layar TV. Ketika anggota-anggota DPR itu meninggalkan kursi dan menuju podium. Mereka berpikir dengan bicara langsung di hadapan pimpinan, suara mereka akan ‘didengar’. Tapi kita pasti sepakat kalau mereka hanya tidak patuh tata tertib.
Bukankah rapat selalu akan berjalan dengan baik jika para anggota duduk adem di kursi masing-masing.
Apakah kita butuh pimpinan DPR yang keras? Dengan suruhan bernada bentakan atau entakan? Wah, kalau sudah begini bakal repot. Sebab anggota dewan yang jelas-jelas tak patuh tata tertib itu pasti akan menuduh pimpinan itu diktator. Orang adem seperti Ceu Popong saja dituduh diktator, apalagi pimpinan yang keras?
Pimpinan yang tegas ini bisa jadi akan dituduh tidak patuh demokrasi. Nah, kan?
Merayu dan Memijat Pimpinan DPR
Coba kalau pada rapat kemarin yang menjadi Pimpinan Sementara adalah Ibu Megawati. Mungkin dia akan dengan ketusnya bilang, “apa kamu pijat-pijat saya?! Kurang ajar!”
Nah, maju ke podium dan menunjuk-nujuk sampai berteriak keras saja tidak elok, apalagi sampai menghampiri pimpinan DPR dan main ‘lobi’.
*
Begitu banyak hal yang harus dibereskan dan diperbaiki dalam cara berdemokrasi di Indonesia. Selain cara nyeleneh anggota DPR, media juga harus intropeksi. Tapi segalanya akan aman jika masyarakat Indonesia dominan cerdas dan bijak dalam menyaring apa yang tergeletak di atas meja.
*
Sumber : http://ift.tt/1vKqYdf