Suara Warga

Abang tukang sate , mari mari sini ! aku mau BELI !!

Artikel terkait : Abang tukang sate , mari mari sini ! aku mau BELI !!

By. Manihot Ultissima (MU)



14146343361733958300 Dok 1cak.com





Masa kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono selama 2 periode, alias 10 tahun, telah diakui banyak sekali pihak sebagai era pertumbuhan nilai-nilai demokrasi, barometer terpenting dari penilaian itu salah satunya adalah kebebasan berekspersi segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari balita sampai orang tua.

Tentu takkan lekang dari ingatan kita, peristiwa demo penentangan massa elemen salah satu partai terhadap kebijakan SBY beberapa tahun silam, seekor kerbau bertuliskan SiBuYa di perutnya dan tempelan gambar sang Presiden RI SBY di bokong binatang itu, nyaris saja membuat nalar kita sebagai bangsa berbudaya timur kehabisan pikir.

Sebuah penghinaan yang sangat “sadis” dan “tak berperikehewanan” dengan entengnya langsung dialamatkan kepada sosok Presiden RI yang telah dipilih langsung rakyat dengan suara mayoritas 65 %.

Miris dan bikin “cakitnya tuh disini !” bagi para pemilih SBY kala itu, norma dan etika serta kesopanan budaya Nusantara seakan-akan hanyalah slogan tanpa makna yang patut diinjak lalu dibakar jadi abu. Penghargaan kepada simbol negara dalam hal ini Presiden dan Wapres sepertinya hanyalah selembar kertas tipis yang robek tak berharga.

Apatah lagi perlakuan sebagian netizen di Medsos semacam Tweeter dan Facebook, jangan ditanya lagi bagaimana kejamnya mereka terhadap Presiden SBY kala itu.. gambar-gambar wajah beliau dipotong dan ditempel ditempat dan daerah-daerah yang saking tak sopannya sampai penulis-pun enggan menuliskannya.

Tapi tengoklah apa yang SBY lakukan untuk menanggapi kelakuan pembencinya itu. dengan enteng beliau menghimbau agar etika sebagai masyarakat beradat Timur tetap dijaga, “malu ditonton dan didengar tetangga !”, demikian ujarnya. salut !,

Kebebasan berekspresi tetap dihargai diatas hatiyang terlanjur terluka.

Lalu mari kita bandingkan dengan perlakuan media dan netizen terhadap Menteri BUMN kita yang baru saja di ganti Bapak Dahlan Iskan, bukalah kembali asrip-arsip medsos kita.. bertebaran sekali bentuk-bentuk penghinaan, fitnah dan bullying terhadap beliau.

Tak cukup disana, mari kita baca pula perlakuan para pembenci Capres Prabowo Subianto setahun belakangan ini. selain “ke- T E R L A L U -an” bahkan diluar batas kewajaran, medsos sepertinya dijadikan sebagai tempat membuang kekesalan, kemarahan, caci maki dan sumpah serapah.

Aneh bin ajaib, ketiga tokoh bangsa diatas, tak sekalipun membalas perlakuan mereka, selain senyuman dan lapang dada. Komentar beliau bedua sungguh teduh dan membuat hati maknyus. Tak sedikitpun kelihatan adanya gurat kekesalan, dendam apalagi sampai menempuh jalur hukum melaporkan pelakunya kepada pihak kepolisian.

Kita memang harus mengakui bahwa medsos akhir-akhir ini semakin semrawut dan nyaris membikin hati senat-senut, tokoh-tokoh bangsa yang dihormati dengan mudah harga diri, kehormatan dan kemuliaan namanya diinjak-injak sampai lumat tak berbentuk, tak terkecuali Yang Mulia Bapak Presiden Joko Widodo.

Seharusnyalah memang UU ITE segera diberlakukan, karena tanpa aturan yang jelas kedepan perlakuan para penghuni dunia maya akan semakin brutal dan sulit dibendung.

Sayangnya kejadian penangkapan pembantu tukang sate karena kelakuannya di dunia maya menghina, membully dan memfitna Presiden Jokowi alih-alih ditanggapi secara positif oleh rakyat, justru memperlihatkan bahwa UU ITE baru dijadikan sebagai alat untuk menjilat kursi kekuasaan, UU ITE dianggap telah dijadikan sarana untuk mencari muka yang berceceran entah dimana.

Jika itu yang terjadi, maka sungguh ini merupakan tanda kemunduran salah satu tiang demokrasi kita yang dibangun dengan susah payah. barangkali tidak terlalu salah bila ada sebagain masyarakat Facebook dan Tweeter yang mulai melayangkan ucapan berbela sungkawa atas matinya kebebasan berekspresi.

Mari kita kawal proses pengadilan atas “pembantu tukang sate” sampai tuntas tas tas tas…. janganlah niat balik menegakan aturan UU ITE malah berbuah amputasi terhadap tangan kanan demokrasi.




Sumber : http://ift.tt/1wFORnD

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz