Suara Warga

UU Pilkada, catatan untuk Rullysyah

Artikel terkait : UU Pilkada, catatan untuk Rullysyah

Awalanya ingin mengomentari langsung tulisan mas Rully tapi saran ibu-ibu arisan mending buat tulisan baru aja sekalian belajar menuangkan apa yang dipikirkan. Ini kali kedua nulis di kompasiana setelah tulisan perdana yang gagal publish karena entah mengapa dasboard error, sempat sih nanya via twiiter tapi ga dijawab.

Tulisan mas Rully “Inlah cara SBY membatalkan UU Pilkada” diawali dengan menggantungkan harapan akhir nasib UU Pilkada kepada SBY. Ini merupakan sikap yang sangat naif, pasca diketoknya UU Pilkada posisi SBY sebagai Ketum partai Demokrat sangat dibatasi ruang geraknya oleh posisinya sebagai Presiden. Masih dialenia yang sama, ada kata-kata “rakyat akan mengenang sebagi pahlawan atau pecundang”. Pak SBY jangan hiraukan opini-opini yang menyesatkan itu, sungguh mereka sudah mengalami amnesia politik. Jargonnya RAKYAT, rakyat yang mana…? Jangan takut pak SBY, 73 juta rakyat yang memilih anda sebagai Presiden (dalam satu putaran dengan 3 kandidat) masih setia mendukungmu (bandingkan dengan jokowi yang hanya 70 juta dengan 2 kandidat.

Dialinea kedua, mas Rully menyampaikan adanya kemarahan rakyat, pertanyaan rakyat yang mana..?? Bila digunakan hasil pilpres 2014, jumlah DPT pilpres 2014 sebesar 190.307.134, yang memilih Jokowi-JK 70.997.833, yang memilih Prabowo-Hatta sebanyak 62.576.444 dan yang tidak memilih 56.732.857. Artinya apa, ada RAYAT sebesar 119 JUTA yang tidak memihak ke Jokowi-JK dengan Indonesia Hebatnya.

Katanya kemarahan rakyatnya pak Rully itu karena 2 hal, 1. rencana busuk KMP dan 2. drama politik demokrat. Yang pertama, rencana busuk KMP, hhhmmmm ga ngerti aku, bagi dunk blue print rencana busuk KMP, jangan disimpan entar bisa busuk beneran. Yang kedua, drama politik demokrat. Heran, RUU ini sudah dibahas sekian lama, koq hanya demokrat disalahkan. Bukankah sebelum sebulan sebelum paripurna Demokrat sudah menyatakan mendukung. Seharusnya sebelum paripurna semua harus sudah clear dan clean. Klo mau menyalahkan, salahkan juga PDIP sebagai leader pilkada langsung yang tidak bisa memanage arus politik yang ada, selaian itu sikap curiga, keras kepala dan kesombongan PDIP cs yang tetao ngotot tidak mau mengakomodir pandangan Demokrat sehingga pilkada tidak langsung melenggang nyaman saat diketok.

Dialinea ketiga dan seterusnya, mas Rully banyak menyoroti tentang partai Demokrat. Saran aku, klo anda bukan anggota partai Demokrat sebaiknya duduk manis aja, berkokomentar boleh, berpendapat boleh tapi klo masuk terlalu jauh kedalam urusan rumah tangga orang apa lagi mau mengaturnya, ini yang namanya keblablasan yang tak tahu diri, itu menurut LOGIKA ibu rumah tangga. Ingat kebebasan anda dibatasi oleh kebebasan orang lain.

selanjutnya mas Rully memaparkan beberapa hal yang menjadi kunci dari langkah strategis SBY. Yang menarik dan menjadi treading topic adalah saran Prof Yusril kepada presiden SBY agar jangan mau menandatangani RUU Pilkada dan pak Jokowi setelah diambil sumpah selaku persiden jangan juga menandatangani RUU pilkada karena secara konstitusi Jokowi tidak terlibat dan dengan sendirinya batal dan dikemabalikan untuk dibahas ulang.

Namun ada yang menganjal dan bisa menjadi perdepatan panjang, didalam UUD 45 tidak disebutkan presiden lama dan presiden baru. Siapapun yang menurut kontitusi telah ditetapkan sebagai presiden, maka melekatlah jabatan ipresiden dan selanjutnya langsung menjalankan amanah sebagai presiden. Artinya, pada tanggal 20 oktober nanti SBY akan menyerahkan kuasa jabatan presiden kepada Jokowi bukan menyerahkan kuasa presiden SBY kepada presiden Jokowi… unutu masalah ini mohon masukannya bilada ada pandangan berbeda

Wassalam




Sumber : http://ift.tt/1uYcFRC

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz