Suara Warga

UU Pilkada, Belas Kasih ala MK, Keberpihakan Hamdan Zoulva dan Patrialis pada Prabowo-Hatta

Artikel terkait : UU Pilkada, Belas Kasih ala MK, Keberpihakan Hamdan Zoulva dan Patrialis pada Prabowo-Hatta

Dipastikan UU Pilkada – jika lolos dari DPR – akan digugat lewat judicial review di Mahkamah Konstitusi oleh elemen pro-demokrasi. Publik baru saja mengelukan Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar yang bersama enam hakim lain menolak gugatan Prahara. Kini, Prabowo dan Hatta gantian menjadi pihak yang berharap dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi ketika UU MD3 dan UU Pilkada digugat. Bagaimana pergulatan batin Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar sebagai pentolan partai dan para hakim MK dalam mengadili gugatan tersebut?

Hakikat hukum, UUD, konstitusi, undang-undang, keputusan presiden, dan peraturan adalah alat penguasa untuk memenangkan kepentingan pembuat keputusan. Semua konstitusi dan produk legislasi adalah alat pemenang atau mayoritas kelompok untuk mengamankan kepentingan mereka. Tak ada produk hukum seperti di atas untuk kepentingan rakyat. Rakyat sesungguhnya hanyalah obyek dan alasan untuk menutupi kepentingan partai, golongan, kroni, untuk mengamankan kepentingan mayoritas.

Maka tak mengherankan UU MD 3 lahir dengan tujuan mengamankan kepentingan koalisi permanen di parlemen. Pun UU Pilkada juga dilahirkan untuk tujuan memenangkan seluruh pilkada yang dikuasai oleh koalisi permanen. Dengan pertimbangan koalisi permanen memenangi 63% kursi DPRD di Indonesia, maka diyakini semua kepala daerah yang dipilih oleh DPRD akan dimenangi oleh koalisi permanen. Dengan demikian, diharapkan para kepala daerah berbeda dengan partai presiden Jokowi-JK.

Berdasarkan bangunan politik seperti itu, tak dapat dipungkiri, lagi-lagi publik dibuat tidak yakin dengan sepak terjang Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar yang mantan pentolan dan politikus partai PBB dan PAN. Publik dibuat khawatir mengingat sepak terjang Akil Mochtar yang melakukan perbuatan korupsi dan suap serta pencucian uang. Di sisi lain, sebagai anggota partai, maka simpati dan perhatian tentu tercurah kepada partai yang menjadi acuan hidupnya.

Partai bagi kader partai yang loyal ibarat ideologi dan garis hidup. Partai bisa menjadi agama dan acuan kehidupan. Contoh Akil Mochtar. Akil memutuskan semua ratusan keputusan MK didasari oleh acuan kepentingan partai Golkar dengan kulminasi yang menyerat Gubernur Banten Ratu Atut.

Banyak keputusan Akil Mochtar diambil dengan para anggota termasuk Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar di dalamnya. Bagaimana mungkin ratusan keputusan tersebut dimenangkan seorang diri oleh Akil Mochtar? Hal seperti ini harus menjadi perhatian ketika Hamdan dan Patrialis mengawal konstitusi di atas kepentingan para partai PAN dan PKB serta koalisi permanen di parlemen.

Di dalam diri Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar tentu terdapat gejolak yang luar biasa terkait keputusan menolak gugutan pilpres 2014 Prahara. Di satu sisi tampil adil dan memutuskan berdasarkan konstitusi dan fakta persidangan gugatan tidak memenuhi unsur masif, terstruktur dan sistematis. Maka keputusan menolak adalah satu-satunya opsi mengingat tak ada ruang untuk bermanuver secara konstitusional.

Berbeda dengan pilpres, UU MD 3 dan UU Pilkada tidak secara jelas diatur oleh UUD 45. Hanya disebutkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Pasal ini tentu memberi peluang untuk menfasirkan seenak sesuai dengan keinginan penguasa mayoritas parlemen – yang meloloskan UU MD 3 dan UU Pilkada. Maka MK pun memiliki wewenang untuk memutuskan menolak – artinya menyetujui UU MD 3 dan UU Pilkada – dan memberikan kemenangan kepada Prahara alias koalisi permanen.

Jika demikian, maka keputusan MK menolak judicial review atas UU MD3 dan UU Pilkada terkait tolakan gugatan menjadi semacam belas kasih MK, Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar terhadap para partai yang mengusungnya masuk ke dalam Mahkamah Konstitusi.

Rakyat perlu waspada terkait sepak terjang para pentolan partai agar kasus Akil Mochtar tidak terulang dengan keputusan yang memihak kepada kepentingan diri dan partai. Kita akan tunggu bagaimana dan apakah Hamdan Zoulva dan Patrialis Akbar serta tujuh hakim MK akan berpihak kepada kebenaran konstitusi atau hanya akan menjadi kepanjangan tangan partai koalisi permanen yang memiliki kaitan emosional dengan mereka.

Salam bahagia ala saya.




Sumber : http://ift.tt/1Dh42rg

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz