Suara Warga

Tipe Pemimpin Amanah Kita

Artikel terkait : Tipe Pemimpin Amanah Kita



1410170162725870602 Anies Baswedan



Dalam waktu dekat ini kita akan pemilih presiden baru (2014-2019) Republik Indonesia atau beberapa perguruan tinggi pencarian pemimpin Rektor karena masa bhaktinya telah berakhir. Tampaknya terjadi kegamangan di kalangan pemerintah maupun di perguruan tinggi kita, mengenal tata cara pemilihan atau pencarian dan mengenal tipe calon.

Setiap pihak berusaha menyagikan konsep atau perangkat yang nyaman untuk dirinya, yang memberikan zona nyaman bagi dirinya sehingga memudahkan kebijakan yang menguntungkan diri. Pemerintah mengharapkan pemimpin tersebut mampu dan loyal kepada pemerintah dalam menjalankan berbagai kebijakan pemerintah. Loyalitas kepada pemerintah jadi tipe dominan dalam mekanisme ini.

Masyarakat perguruan tinggi mengharapkan pemimpin tersebut mampu mensejahterakan kampusnya dan mengapresiasi aspirasi masyarakat kampus. Popularitas dikalangan kampus jadi tipe dominan dalam mekanisme ini. Seharusnya tak ada masalah antara keduanya apabila pemerintah dan perguruan tinggi punya tujuan dan kerangka berpikir yang sama. Sebaliknya akan ada masalah berat dan mendasar jika keduanya mempunyai tujuan dan kerangka berpikir yang berbeda.

Loyalis dan populis

Pemimpin kampus seyoganya bukan sosok loyalis atau populis, melainkan pemimpin yang berkarya, bukan berkarier. Apa karya yang diharapkan dari seorang pemimpin kampus? Tak lain adalah menjadikan kampus sebagai kekuatan moral yang mampu menejahterakan masyarakat melalui kiprahnya.

Bagaimana cara memilih atau mencari pemimpin kampus? Penulis cenderung mengunakan istilah pemimpin. Sangat berbeda antara memilih dan mencari. Kalau memilih artinya menetapkan dari calon yang ada atau tersedia atau mencalonkan diri, sedangkan mencari artinya menemukan calon yang sesuai dengan yang diemban. Seharusnya proses dilakukan kampus adalah mencari, bukan pemilihan, Rektor atau direktur.

Ada hal yang mendasar dalam proses pencarian pemimpin yaitu bahwa calon tak harus mendaftarkan diri atau melamar karena Rektor atau direktur bukan pekerjaan atau jabatan karir tapi penugasan atau jabatan amanah. Tugas diamanahkan kepada orang yang mampu mengembannya. Mampu tidaknya seorang calon bukan ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh kalangan diluar dirinya.

Kita patut mempertanyakan jika soerang menyatakan diri bahwa dirinya mampu dan berhasil. Sebab, kemampuan dan keberhasilan seseorang tak dapat dinilai oleh dirinya sendiri. Hal itu tidak obyektif dan sangat subyektif, namun, penilaian dilakukan oleh kalangan independen diluar dirinya sehingga obyektif.

Untuk mendapatkan pemimpin yang amanah bagi institusi perguruan tinggi, pemerintah dan perguruan tinggi sebagai dua entitas terpisah harus memerankan dirinya sebagai pemangku kepentingan untuk kemajuan bangsa dan negara. Pemerintah seyoganya memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk menjalankan tugasnya membangun negara dan bangsa. Perguruan tingginya seyoganya mengamalkan amanah otonomi dari pemerintah berdasarkan kaidah hakiki suatu perguruan tinggi.

Dengan otonomi yang diembannya majlis wali amanah perguruan tinggi membentuk panitia untuk meneliti dan mencari dan mencari sejumlah calon pemimpin kampus berkompeten dan amanah. Pencarian dilakukan, antara lain, dengan menelaah rekam jejak kepemimpinan dan kewibawaan akademik dari mereka yang berkiprah di bidang akademik.

Bagi yang berkompeten, panitia tidak penanyakan kesediaan mereka untuk menjadi pemimpin kampus, dalam hal ini tdak ada proses pendaftaran atau pencalonan diri sebagai pemimpin kampus. Untuk menjamin kualitas pemimpin yang diberi amanah, panitia harus terdiri atas orang-orag yang amanah dan hannya punya pamrih terhadap kemajuan kampus. Wallahualam bissawab.

by: Ahyar kunjunggi http://ift.tt/YpvTpw




Sumber : http://ift.tt/1ApKf4R

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz