Suara Fans Jokowi yang Tak Lagi Senada
Saat Pilpres 2014 lalu, suara seluruh pendukung pasangan capres-cawapres Jokowi-JK bulat. Semua mendukung Jokowi-JK dan menghantam capres-cawapres lawannya. Semua bersatu padu, tanpa perbedaan, tanpa pertanyaan, senada.
Kini, setelah Jokowi resmi menjadi presiden terpilih Republik Indonesia (RI), suara para pendukung tidak lagi satu, tidak lagi senada. Ada beragam nada suara para pendukung Jokowi, terutama pendukung non partai. Sayangnya, diantara ragam suara itu, banyak yang nadanya tak merdu. Banyak yang mulai meragukan bahkan kecewa kepada sang panutan.
Sebetulnya wajar saja itu terjadi dan Jokowi pun tak mungkin menyenangkan semua pihak. Makanya, seharusnya para pendukung Jokowi itu seharusnya mengalihkan energinya untuk mengawasi pemerintahan Jokowi nantinya, agar bisa memenuhi janji-janjinya.
Jadi, tidak bisa lagi pola mendukung mati-matian seperti pilpres lalu masih dipakai. Jika perlu Jokowinya dikritik, tujuannya agar Jokowi benar-benar bekerja untuk republic ini. Jangan malahan Jokowi dibela mati-matian dan siapa yang mengkritik Jokowi dicela habis-habisan di sosmed (terutama).
Pengkritik juga pendukung Jokowi
Yang mesti diingat mengkritik Jokowi bukan berarti benci, tapi bentuk rasa sayang dan peduli. Itulah mengapa, banyak juga pendukung Jokowi yang belakangan mengkritik Jokowi, ya karena sayang, kan!
Semisal Direktur LIMA, Ray Rangkuti. Kita tahu bahwa Ray adalah pendukung fanatik Jokowi selama pilpres lalu. Ia kerap memanfaatkan profesinya sebagai pengamat untuk mendukung Jokowi. Kini, Ray mengkritik habis Jokowi karena menunjuk Ari Soemarno sebagai Ketua Pokja Energi dan Anti Mafia Migas. Ray menilai langkah itu blunder.
Selain itu, bagi Ray, penunjukkan Ari Soemarmo membuktikan bahwa Jokowi mulai mudah dipengaruhi partai dan segelintir kelompok berkepentingan dalam mengambil keputusan. “Jokowi justru banyak terpengaruh partainya, seperti tunjuk Ari Soemarno, sebagai ketua pokja energi dan satgas Anti Mafia Migas. Jokowi mulai dikuasai oleh parpol ” kata Ray.
Ari Soemarno pernah menjadi Direktur Utama Petral, sebelum akhirnya ditarik menjadi Direktur Utama pertamina pada periode 2006 hingga 2009. Ari sendiri merupakan kakak kandung Rini Soemarno, Ketua Rumah Transisi. Banyak isu yang berkembang, Ari adalah justru bagian dari mafia migas.
Silakan baca: http://ift.tt/XZpHE1
Aktivis 98
Selain Ray, ada dua kelompok pendukung Jokowi yang belakangan kerap mengkritik Jokowi. Mereka adalah Aktivis 98 dan Romo Benny. Aktivis yang tergabung dalam Perhimpunan Nasional Aktivis (Pena) 98 akan menggelar pertemuan di Bali. Pertemuan yang akan dihadiri Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi itu akan dihadiri 500 aktivis 98 dari seluruh Indonesia.
Koordinator PENA 98 Provinsi Bali, Oktav NS, menuturkan pertemuan itu digelar untuk mengonsolidasikan aktivis 98 yang selama ini tercerai berai. Tujuannya, membangun kekuatan untuk mengontrol kepemimpinan Jokowi.
Oktav juga tak malu-malu menyebut jika konsolidasi akbar ini bagian dari meningkatkan posisi tawar mereka. “Ini yang akan kami maksimalkan. Kami tidak memungkiri ini bagian bargaining politics aktivis 98 untuk mengawal cita-cita demokrasi, tidak lagi memberikan cek kosong,” jelas Oktav.
Romo Benny
Romo Benny sebagai tokoh gereja Katolik yang juga tokoh pluralis sejak awal mendukung Jokowi menjadi presiden. Bahkan, sempat tersiar isu dulu bahwa Jokowi menjiplak istilah “revolusi mental” dari Romo Benny.
Kini, Romo Benny harus kembali mengingatkan Jokowi bahwa dirinya dipilih oleh rakyat Indonesia, bukan oleh relawan ataupun parpol. Itulah mengapa, kata Romo Benny, Jokowi harus tunduk kepada rakyat, bukan kepada parpol ataupun relawan.
“Jokowi harus tunduk kepada rakyat. Rakyat saat ini mengharapkan perubahan yakni menginginkan suatu kabinet yang bersih tidak korup dan manipulatif serta tidak tergantung kepada partai,” kata Romo Benny itu saat diskusi bertema ‘Menagih Janji Jokowi: Kabinet Bebas Mafia dan Agen Neolib’ yang diinisiasi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia.
Romo Benny menambahkan, saat ini muncul indikasi politik transaksional dan pragmatis, sehingga terjadi tawar menawar didalam kabinet. Ketika kabinet terjadi tawar menawar, maka kedepan akan tidak memiliki komitmen. “Maka akan bahaya sehingga kabinet ini kembali pada dahulu kala,” ujar Benny.
***
Nah , yang mengkritik adalah para pendukung Jokowi, bukan pendukung Prabowo seperti saat pilpres lalu. Apakah mereka juga mau “diamuk” di sosmed, seperti katanya ketua MPR Hajriyanto…hehe. Baca: http://ift.tt/1qX1v1r
Sumber : http://ift.tt/XZpHUh
Kini, setelah Jokowi resmi menjadi presiden terpilih Republik Indonesia (RI), suara para pendukung tidak lagi satu, tidak lagi senada. Ada beragam nada suara para pendukung Jokowi, terutama pendukung non partai. Sayangnya, diantara ragam suara itu, banyak yang nadanya tak merdu. Banyak yang mulai meragukan bahkan kecewa kepada sang panutan.
Sebetulnya wajar saja itu terjadi dan Jokowi pun tak mungkin menyenangkan semua pihak. Makanya, seharusnya para pendukung Jokowi itu seharusnya mengalihkan energinya untuk mengawasi pemerintahan Jokowi nantinya, agar bisa memenuhi janji-janjinya.
Jadi, tidak bisa lagi pola mendukung mati-matian seperti pilpres lalu masih dipakai. Jika perlu Jokowinya dikritik, tujuannya agar Jokowi benar-benar bekerja untuk republic ini. Jangan malahan Jokowi dibela mati-matian dan siapa yang mengkritik Jokowi dicela habis-habisan di sosmed (terutama).
Pengkritik juga pendukung Jokowi
Yang mesti diingat mengkritik Jokowi bukan berarti benci, tapi bentuk rasa sayang dan peduli. Itulah mengapa, banyak juga pendukung Jokowi yang belakangan mengkritik Jokowi, ya karena sayang, kan!
Semisal Direktur LIMA, Ray Rangkuti. Kita tahu bahwa Ray adalah pendukung fanatik Jokowi selama pilpres lalu. Ia kerap memanfaatkan profesinya sebagai pengamat untuk mendukung Jokowi. Kini, Ray mengkritik habis Jokowi karena menunjuk Ari Soemarno sebagai Ketua Pokja Energi dan Anti Mafia Migas. Ray menilai langkah itu blunder.
Selain itu, bagi Ray, penunjukkan Ari Soemarmo membuktikan bahwa Jokowi mulai mudah dipengaruhi partai dan segelintir kelompok berkepentingan dalam mengambil keputusan. “Jokowi justru banyak terpengaruh partainya, seperti tunjuk Ari Soemarno, sebagai ketua pokja energi dan satgas Anti Mafia Migas. Jokowi mulai dikuasai oleh parpol ” kata Ray.
Ari Soemarno pernah menjadi Direktur Utama Petral, sebelum akhirnya ditarik menjadi Direktur Utama pertamina pada periode 2006 hingga 2009. Ari sendiri merupakan kakak kandung Rini Soemarno, Ketua Rumah Transisi. Banyak isu yang berkembang, Ari adalah justru bagian dari mafia migas.
Silakan baca: http://ift.tt/XZpHE1
Aktivis 98
Selain Ray, ada dua kelompok pendukung Jokowi yang belakangan kerap mengkritik Jokowi. Mereka adalah Aktivis 98 dan Romo Benny. Aktivis yang tergabung dalam Perhimpunan Nasional Aktivis (Pena) 98 akan menggelar pertemuan di Bali. Pertemuan yang akan dihadiri Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi itu akan dihadiri 500 aktivis 98 dari seluruh Indonesia.
Koordinator PENA 98 Provinsi Bali, Oktav NS, menuturkan pertemuan itu digelar untuk mengonsolidasikan aktivis 98 yang selama ini tercerai berai. Tujuannya, membangun kekuatan untuk mengontrol kepemimpinan Jokowi.
Oktav juga tak malu-malu menyebut jika konsolidasi akbar ini bagian dari meningkatkan posisi tawar mereka. “Ini yang akan kami maksimalkan. Kami tidak memungkiri ini bagian bargaining politics aktivis 98 untuk mengawal cita-cita demokrasi, tidak lagi memberikan cek kosong,” jelas Oktav.
Romo Benny
Romo Benny sebagai tokoh gereja Katolik yang juga tokoh pluralis sejak awal mendukung Jokowi menjadi presiden. Bahkan, sempat tersiar isu dulu bahwa Jokowi menjiplak istilah “revolusi mental” dari Romo Benny.
Kini, Romo Benny harus kembali mengingatkan Jokowi bahwa dirinya dipilih oleh rakyat Indonesia, bukan oleh relawan ataupun parpol. Itulah mengapa, kata Romo Benny, Jokowi harus tunduk kepada rakyat, bukan kepada parpol ataupun relawan.
“Jokowi harus tunduk kepada rakyat. Rakyat saat ini mengharapkan perubahan yakni menginginkan suatu kabinet yang bersih tidak korup dan manipulatif serta tidak tergantung kepada partai,” kata Romo Benny itu saat diskusi bertema ‘Menagih Janji Jokowi: Kabinet Bebas Mafia dan Agen Neolib’ yang diinisiasi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia.
Romo Benny menambahkan, saat ini muncul indikasi politik transaksional dan pragmatis, sehingga terjadi tawar menawar didalam kabinet. Ketika kabinet terjadi tawar menawar, maka kedepan akan tidak memiliki komitmen. “Maka akan bahaya sehingga kabinet ini kembali pada dahulu kala,” ujar Benny.
***
Nah , yang mengkritik adalah para pendukung Jokowi, bukan pendukung Prabowo seperti saat pilpres lalu. Apakah mereka juga mau “diamuk” di sosmed, seperti katanya ketua MPR Hajriyanto…hehe. Baca: http://ift.tt/1qX1v1r
Sumber : http://ift.tt/XZpHUh