Suara Warga

Sifat SBY dan Prabowo Sama Secara Psikologis, SBY Dukung dan Rebut Koalisi Permanen

Artikel terkait : Sifat SBY dan Prabowo Sama Secara Psikologis, SBY Dukung dan Rebut Koalisi Permanen

Publik sering terkecoh dengan sikap politik SBY. Dukungan SBY ke koalisi permanen pun sebenarnya menunjukkan benang merah sifat SBY dan Prabowo yang identik. Pada dasarnya SBY memiliki ambisi, karakter, sikap, sifat yang sama dengan Prabowo. Perbedaannya hanya pada pelaksanaan mencapai ambisi. SBY lebih tenang dan sunyi sementara Prabowo cenderung emosional dan gegap gempita. Bagaimana kesamaan sifat SBY dan Prabowo secara psikologis?

SBY memiliki sifat dan ambisi yang meledak-ledak. SBY memiliki ambisi menjadi presiden sejak ada kesempatan pencitraan masa Megawati. Namun, SBY memiliki kemampuan menahan diri yang luar biasa. SBY memiliki sifat sabar terpendam. Sesungguhnya SBY adalah seorang pribadi yang tak mau diusik dan perfeksionis. Namun, karena sifat sabarnya pada akhirnya sifat perfeksionis ini tidak diberlakukan dalam praktek. Orang-orang di dekatnya cenderung dia layani, bukan minta dilayani. Itulah sebabnya selama 10 tahun pemerintakan, Indonesia berjalan di tempat. Rakyat miskin tetap 39 juta jiwa. Suatu angka yang sangat besar. Kenapa?

SBY memiliki gaya komunikasi melankolis dan sering curhat. Dari mulai gaji sebagai presiden tidak naik sampai persoalan fitnah dan bahkan kerbau pun menjadi perhatian SBY selama itu menyangkut dirinya. SBY tidak tahan kritik. Itulah sebabnya SBY sampai mengangkat Palmer S untuk dijadikan penuntut siapa saja yang mengritik SBY dalam bentuk sumir dan fitnah. SBY tak memiliki gaya pidato meledak-ledak dan berapi-api. SBY cenderung tenang dan selalu menggunakan percampuran istilah seperti engage, sustainable, dll yang tampak intelek.

Karena SBY tidak mampu memerintahkan para menteri. SBY bukan manajer yang hebat, dia adalah presiden sebagai simbol. SBY justru lebih mengikuti para menteri. Kalau menterinya bagus seperti Dahlan Iskan, Mari Elka Pangestu, tidak masalah. Namun kalau menterinya seperti Suryadharma Ali, Jero Wacik, Andi Mallarangeng, Gamawan Fauzi, maka yang terjadi adalah para menteri melakukan korupsi dan bermasalah.

Seperti SBY, Prabowo juga memiliki ambisi pribadi yang meledak-ledak. Prabowo berambisi menjadi presiden selama 15 tahun. Namun karena sifat emosional Prabowo, maka Prabowo tampak sekali terburu-buru, asal ngomong dan tidak sabar dalam berpolitik. Menunggu selama 15 tahun untuk menjadi presiden bukanlah waktu yang pendek. Namun penungguan 15 tahun bukan berarti menunjukkan kesabaran berpolitik. Prabowo menggunakan pendekatan kekuatan dalam memenuhi ambisinya dengan merangkul banyak orang.

Prabowo tidak seperti SBY yang memanfaatkan orang lain untuk memenuhi ambisinya. Prabowo lebih senang tampil sebagai dirinya dan tidak ada bayangan di samping kiri, kanan, belakang dan depannya. Itulah sebabnya di muka umum Prabowo akan selalu senang berpidato berapi-api tanpa memanfaatkan momentum untuk berinteraksi dengan masyarakat yang diajak berbicara: one way communication.

Karenanya, dalam berpidato Prabowo lebih banyak menampilkan orasi tingkat lapangan. Orasi superfisial dan permukaan tidak memiliki kedalaman. Contohnya, Prabowo suka mengatakan ‘dijajah bangsa asing’, dirampok, maling, kambing dsb yang menunjukkan kekurang-matangan psikologi Prabowo dalam mengelola kata. Prabowo bukan pula manajer yang baik. Itulah sebabnya dia tak mampu mengelola dinamika koalisi permanen - yang akhirnya diambil alih oleh SBY kepemimpinan di koalisi permanen.

Jadi, dukungan SBY kepada Prabowo secara psikologis adalah elitis. Selain itu dukungan juga disebabkan oleh kesamaan chemistry antara SBY dan Prabowo lebih dekat dibandingkan dengan Jokowi yang merakyat. Selain itu sifat, sikap, ambisi, perilaku SBY dan Prabowo memiliki kesamaan secara psikologis namun SBY mampu mengendalikan dengan baik. Sedangkan Prabowo meskipun memiliki kesamaan tersebut dengan SBY, Prabowo tak mampu mengendalikan dan menyimpan rapi ambisi itu, bahkan dipertontonkan kepada semua orang - hasilnya Prabowo kalah karena kehilangan dukungan dari rakyat yang melihat Prabowo terlalu ambisius.

Jadi kesamaan secara psikologis SBY dan Prabowo membawa SBY bertekuk lutut mendukung Prabowo dengan mengambil alih kepemimpinan koalisi permanen. Lagi-lagi Prabowo dikalahkan oleh ambisi SBY yang terpendam yang tak disadari oleh Prabowo - yang tidak sudi menemui SBY dengan pentolan partai politik koalisi permanen.

Salam bahagia ala saya.




Sumber : http://ift.tt/WkUSbC

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz