Suara Warga

Sekitar 300 Kepala Daerah, Tersangka Korupsi

Artikel terkait : Sekitar 300 Kepala Daerah, Tersangka Korupsi

Sistem politik kita dengan pemilihan para pemimpin daerah saat ini sebenarnya sudah mulai membaik, banyak anak daerah yang pulang ke daerah dan dengan ngusung sebagai anak daerah yang ingin membangun daerah menempatkan anak daerah terpilih didaerahnya. Apakan tetapi apakah pemilihan dengan mengatas namakan “anak daerah yang ingin membangun daerah” membuat mereka dapat berperilaku positif dengan menjauhi tindakan korupsi?

Ternyata hal tersebut tidak secara signifikan menjamin untuk pembangunan daerah. dari mulai pilkada langsung dilaksanakan sudah ada sekitar 300 para pimpinan daerah yang mengatasnamakan anak daerah tertangkap dan menjadi tersangka di KPK.

Lalu dimanakan integritas mereka sebagai anak daerah, jika korupsi dilakukan?

Dari hal tersebut, kita harus menyadari ternyata ada sistem yang salah antara perkawinan sistem politik dengan sistem birokrasi yang membuka celah terjadinya korupsi.

Perlu disadari bahwa sistem politik ternyata tidak hanya berlaku didalam lingkup pemilihan pemimpin daerah akan tetapi juga masuk keranah birokrasi. Yang dahulu ranah birokrasi kuat akan teknokratisnya ternyata bisa lulur dengan aroma politik. Sehingga terkadang perencanaan yang sudah dibuat pada saat pelaksanaan bisa saja bergeser berdasarkan kepentingan politik para pimpinan daerah dengan mengatasnamakan “kesejahteraan rakyat”.

Para pelaku politik mengambil bagian dalam dunia birokrasi ternyata masih gagap didalamnya. Kerap para politikus tersebut dengan gelar para pemimpinan daerah juga memiliki tuntutan terhadap partai atau tuntutan untuk mengembalikan uang hasil pengeluaran ketika berjualan dirinya untuk dipilih sebagai pimpinan daerah. Tuntutan-tuntutan tersebut kerap berimbas terhadap perencanaan daerah, beberapa temuan didaerah menunjukan adanya perubahan perencanaan yang ketika ditanya hanya bisa dijawab dengan “ya..kita kan hanya staff” tanpa berlandaskan dasar hukum apapun.

Untuk mengatasi hal tesebut, diperlukan interception antara politik dengan birokrasi. Salah satunya adalah diperlukan pelatihan bagi pimpinan deerah terpilih mengenal sistem teknokratis di daerah, mengenal segala macam dokumen perencanaan pusat dan daerah, melakukan pemantauan berbasis hasil (kalau pimpinan daerah berjanji menurunkan tingkat kemiskinan 3 persen dalam 5 tahun kepemimpinannya, maka hal tersebut yang dijadikan rapot kinerja mereka); jika pimpinan dearah tidak mencapai kinerjanya, maka harus dibuat sistem agar mereka tidak lagi menyalonkan, bagaimana mereka mengenal segala program untuk percepatan pembangunan seperti quick win dan lainnya.

Paling tidak program interception diperlukan untuk membantu pimpinan daerah mengsinergikan kerja-kerja mereka dengan kinerja nasional dan dapat mengunci mereka dari tindakan korupsi.




Sumber : http://ift.tt/1AcODUL

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz